Alyssa, seorang gadis dari keluarga sederhana, terpaksa menerima pernikahan dengan Arka, pewaris keluarga kaya raya, demi menyelamatkan keluarganya dari krisis keuangan. Arka, yang memiliki masa lalu kelam dengan cinta pertamanya, juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, tuntutan keluarga dan strata sosial membuat keduanya tidak punya pilihan.
Dalam perjalanan pernikahan mereka yang dingin, muncul sebuah rahasia besar: Arka ternyata memiliki seorang anak dari cinta masa lalunya, yang selama ini ia sembunyikan. Konflik batin dan etika pun mencuat ketika Alyssa mengetahui rahasia itu, sementara ia mulai menyadari perasaannya yang kian berkembang pada Arka. Di sisi lain, bayangan cinta lama Arka kembali menghantui, membuat hubungan mereka semakin rapuh.
Dengan berbagai pergulatan emosi dan perbedaan kelas sosial, Alyssa dan Arka harus menemukan jalan untuk berdamai dengan masa lalu dan membuka hati, atau memilih berpisah dan meninggalkan luka yang tak terobati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ansel 1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema Keibuan
Alyssa duduk di tepi tempat tidur Dito, mengamati anak kecil itu yang tertidur dengan damai. Sinar bulan menerangi wajahnya yang lembut, menciptakan suasana tenang yang kontras dengan gelombang perasaan yang mengamuk di dalam hati Alyssa. Rasa sayang yang mendalam kepada Dito terbangun setiap kali ia melihat wajah polos itu, tetapi ada juga kekhawatiran yang tak kunjung sirna kekhawatiran akan kehilangan yang mengintai di sudut-sudut kehidupannya.
Dalam beberapa minggu terakhir, kebahagiaan yang dirasakannya seringkali disertai dengan bayangan gelap yang menyelinap masuk ke dalam pikirannya. Bagaimana jika ibu Dito benar-benar berusaha mengambil anak itu? Apa yang akan terjadi jika Arka tidak bisa melindungi mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini berputar di kepalanya seperti hantu yang tak mau pergi. Alyssa merasa terjebak dalam dilema keibuan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Di satu sisi, ia ingin menjadi ibu yang sepenuhnya untuk Dito, memberikan cinta dan dukungan tanpa syarat. Di sisi lain, ia takut, takut akan rasa sakit yang akan muncul jika ia kehilangan hubungan ini.
"Mungkin lebih baik jika aku menjauh," pikirnya dalam hati. "Jika aku mundur, mungkin aku tidak akan merasakan sakit ketika semua ini berakhir." Namun, saat berpikir seperti itu, hatinya menolak dengan keras. Setiap saat yang dihabiskan bersama Dito membuatnya semakin merasa seperti ibu sejati. Dia merasakan ikatan yang sulit untuk dijelaskan, ikatan yang telah terjalin melalui tawa, pelukan, dan momen-momen kecil yang membuat hati Alyssa berdebar.
Selama beberapa hari ke depan, Alyssa merasa seperti terjebak dalam lingkaran setan. Ia berusaha untuk menjaga jarak emosional, tetapi setiap kali Dito mendekatinya, meminta perhatian atau bercanda, dia merasa lapisan-lapisan dinding yang dibangunnya mulai runtuh. Keinginan untuk melindungi hatinya bertabrakan dengan insting keibuannya yang mendalam.
Suatu sore, saat bermain dengan Dito di taman, Alyssa melihat senyum cerah di wajah anak itu, dan saat Dito memanggilnya dengan sebutan "Ibu", Alyssa merasakan sebuah getaran dalam hatinya. Kata-kata itu begitu tulus dan penuh makna, membuat semua keraguan dan ketakutan yang ada terasa seolah lenyap seketika. Dito, dengan kebersahajaan dan keceriaannya, berhasil membuat Alyssa memahami bahwa cinta tidak mengenal batasan darah cinta tidak mengenal ikatan darah.
Tapi bagaimana jika semua ini berakhir? Bagaimana jika ia harus menghadapi kenyataan pahit di masa depan? Pikiran itu kembali menghantuinya, dan Alyssa merasa putus asa. Dalam hati kecilnya, dia tahu bahwa jika suatu hari Dito harus pergi, rasa sakit itu akan sangat dalam. Dia tidak yakin apakah ia bisa menghadapinya. Keputusan untuk mundur seolah menjadi jalan keluar yang menggoda, tetapi di sisi lain, melepas Dito sama sekali tidak mungkin.
Alyssa memutuskan untuk berbicara dengan Arka tentang perasaannya. Mereka berdua perlu mengatasi dilema ini bersama, untuk menjaga keutuhan keluarga yang telah mereka bangun. Malam itu, setelah Dito tidur, Alyssa duduk di ruang tamu bersama Arka, yang sedang membaca di sofa.
"Arka," Alyssa memulai, suaranya lembut namun tegas. "Aku merasa bingung tentang semuanya. Aku mencintai Dito seperti anakku sendiri, tapi aku juga merasa takut. Takut jika semua ini akan berakhir dan aku harus kehilangan dia."
Arka menatap Alyssa dengan serius, menempatkan bukunya di sampingnya. "Aku mengerti, Alyssa. Ini bukan situasi yang mudah. Tapi kau tahu, tidak ada yang bisa menjamin masa depan. Yang bisa kita lakukan adalah berusaha sebaik mungkin untuk melindungi Dito dan memberinya cinta yang dia butuhkan."
"Tapi bagaimana jika ibu Dito datang dan mengambilnya?" tanya Alyssa, suaranya bergetar. "Aku tidak ingin terluka, dan aku tidak ingin dia terluka."
Arka menggenggam tangan Alyssa, memberikan rasa aman yang selama ini ia butuhkan. "Kita akan berjuang bersama. Aku tidak akan membiarkan siapa pun merenggut kebahagiaan kita. Dito adalah bagian dari hidup kita sekarang, dan kita harus memperjuangkannya sebagai keluarga."
Mendengar kata-kata Arka memberi Alyssa semangat baru. Mungkin dia tidak bisa menghindari rasa sakit sepenuhnya, tetapi setidaknya dia tidak sendirian. Mereka berdua bersatu untuk melawan setiap ancaman yang ada.
Alyssa memutuskan untuk membuka hatinya sepenuhnya kepada Dito dan menerima cinta yang tumbuh di antara mereka. Meskipun ada kemungkinan rasa sakit di masa depan, dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mencintai dan menjadi bagian dari hidup anak itu. Dia tahu bahwa keibuan bukan hanya tentang memiliki ikatan darah, tetapi tentang memberi dan menerima cinta tanpa syarat.
Ketika Dito berlari ke arah Alyssa dengan tawa ceria, Alyssa merasakan kebahagiaan yang tulus mengisi hatinya. "Aku akan berjuang untukmu, Dito. Apapun yang terjadi, aku akan selalu ada di sini untukmu." Dalam momen itu, Alyssa memahami bahwa meski hidup penuh ketidakpastian, cinta adalah satu-satunya hal yang dapat mengatasi segala rintangan.
Sementara Alyssa berusaha menenangkan pikirannya, kenangan akan saat-saat indah bersama Dito terus menghantui langkahnya. Setiap kali Dito bercerita tentang mimpinya, atau saat mereka bermain di taman, Alyssa merasakan sebuah kebahagiaan yang tak terlukiskan. Namun, di balik semua itu, bayangan ancaman dari ibu Dito terus mengintai.
Hari demi hari, Alyssa merasakan ketegangan antara keinginannya untuk menjadi ibu yang sempurna bagi Dito dan rasa takut akan kehilangan yang tak terduga. Ia pun mulai merencanakan apa yang bisa dilakukannya untuk melindungi anak itu, meskipun hati kecilnya tahu bahwa segala upaya tersebut tidak selalu dapat menjamin keamanan. Dalam upaya untuk mengalihkan perhatiannya, Alyssa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Dito, berusaha menciptakan kenangan indah sebanyak mungkin.
Suatu sore, Alyssa dan Dito duduk di teras rumah, menikmati es krim sambil mengamati langit yang mulai gelap. Dito, dengan senyumnya yang ceria, berbagi tentang mimpi-mimpinya untuk masa depan. "Aku ingin menjadi astronaut, Ibu! Aku ingin terbang ke luar angkasa dan melihat bintang-bintang," ujarnya dengan mata berbinar.
Alyssa tersenyum mendengar semangat Dito. "Itu mimpi yang hebat, Dito. Jika kamu bekerja keras dan belajar banyak, kamu pasti bisa mencapainya!" Namun, di dalam hati, Alyssa merasakan kepedihan. Dia ingin Dito mencapai mimpinya, tetapi juga ingin menjaga agar anak itu tetap aman di dekatnya.
Malam itu, ketika Dito sudah terlelap di kamarnya, Alyssa merenungkan semua yang telah terjadi. Ia merasa terjebak dalam pusaran emosi cinta, rasa takut, dan kekhawatiran semuanya saling berkelindan. Keluarga Arka memang mulai menerima Dito, tetapi Alyssa tahu bahwa ancaman dari ibu Dito masih ada. Ia memutuskan untuk tidak tinggal diam.
Keesokan harinya, Alyssa mengatur pertemuan dengan Arka untuk membahas rencana ke depan. Mereka harus mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi Dito dan memastikan anak itu merasa aman.
Saat mereka duduk berdua di ruang tamu, Alyssa mengungkapkan pemikirannya. "Arka, aku merasa kita harus melakukan sesuatu sebelum ibu Dito mengambil langkah lebih jauh. Kita perlu berbicara dengan Dito dan menjelaskan situasinya. Dia harus tahu betapa kita mencintainya dan ingin melindunginya."
Arka mengangguk, matanya penuh pengertian. "Kamu benar, Alyssa. Kita harus memberitahu Dito bahwa dia tidak sendiri. Kita harus menjadi tim untuk melindungi kebahagiaan kita."
Mereka berdua memutuskan untuk mengadakan pertemuan keluarga kecil dengan Dito, agar anak itu memahami betapa pentingnya peran mereka sebagai orang tuanya. Alyssa merasa sedikit lega; dengan melakukan ini, dia berharap bisa mengurangi beban yang selama ini ia rasakan.
Setelah pertemuan itu, Alyssa merasa ada sedikit harapan yang tumbuh di dalam hatinya. Meskipun tantangan masih ada di depan, ia percaya bahwa bersama Arka, mereka dapat mengatasi segala hal. Keduanya mulai merencanakan kegiatan keluarga, menghabiskan waktu lebih banyak bersama Dito untuk memperkuat ikatan mereka.
Alyssa juga berusaha untuk lebih dekat dengan keluarga Arka, terutama dengan ibu Arka. Meskipun awalnya sulit, ia bertekad untuk menunjukkan bahwa Dito adalah bagian penting dari hidup mereka, dan bahwa kehadiran Dito tidak akan mengubah cinta mereka sebagai pasangan.
Dalam perjalanan ini, Alyssa juga mulai berinteraksi lebih banyak dengan Dito. Setiap malam, mereka membacakan buku bersama sebelum tidur, dan Alyssa sering kali mendengarkan cerita-cerita lucu yang Dito buat. Momen-momen ini semakin memperkuat ikatan mereka, dan Alyssa merasa semakin yakin bahwa cintanya kepada Dito adalah cinta yang tulus dan tak terpisahkan.
Suatu hari, saat Alyssa dan Dito sedang bermain di taman, mereka melihat ibu Dito dari kejauhan. Dengan rasa berdebar, Alyssa menyadari bahwa ibu Dito tampak sedang mengamati mereka. Segera, Alyssa merasakan gelombang ketakutan melanda. Dito tampak tidak menyadari kehadiran ibunya dan terus bermain, tetapi Alyssa tidak bisa mengabaikan perasaan tidak nyaman yang menyelimuti hatinya.
"Ibu, lihat! Aku bisa naik ayunan!" seru Dito dengan ceria, memperlihatkan keahliannya bermain.
Alyssa berusaha tersenyum, tetapi perasaannya campur aduk. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok ibu Dito yang berdiri di pinggir taman, tampak menunggu momen yang tepat untuk menghampiri mereka.
Ketika Dito berlari kembali ke arah Alyssa, mereka berdua merasakan ketegangan yang menghampiri. Alyssa tidak ingin Dito merasa cemas, tetapi ia juga tahu bahwa percakapan ini tidak dapat dihindari. Dia harus bersikap tegas dan melindungi Dito dari kemungkinan ancaman.
Saat sore mulai gelap, Alyssa memutuskan untuk membawa Dito pulang. Namun, saat mereka berbalik, ibu Dito muncul di hadapan mereka. "Alyssa," katanya dengan nada yang dingin, "kita perlu bicara."
Jantung Alyssa berdegup kencang, tetapi ia berusaha tenang. "Tentang apa?" tanyanya, meski hatinya bergetar.
Ibu Dito melirik Dito yang berdiri di samping Alyssa. "Aku hanya ingin memastikan bahwa anakku tidak terlupakan dalam hidup ini. Dia adalah darah dagingku, dan aku berhak untuk melihatnya."
Alyssa merasa tertekan. "Dito ada di sini, dan kami mencintainya. Kami adalah keluarganya sekarang."
Ibu Dito tersenyum sinis. "Keluarga? Hanya karena kalian memberi tempat tinggal padanya? Itu tidak cukup, Alyssa. Dia berhak tahu siapa dirinya yang sebenarnya."
Saat itu, Alyssa merasa seolah dunia di sekelilingnya hancur. Semua keberaniannya diuji saat dia harus menghadapi ibu Dito yang terus menerus mengancam keberadaannya di hidup Dito. Tetapi dia tahu satu hal pasti: ia tidak akan membiarkan siapa pun mengambil kebahagiaan Dito darinya.
"Dito adalah anak yang bahagia di sini, dan aku akan melakukan apapun untuk melindunginya," kata Alyssa dengan suara bergetar. "Kau harus menghormati pilihan kami."
Ibu Dito mengangkat alisnya, terlihat terkejut oleh ketegasan Alyssa. "Kau harus ingat, Alyssa, aku adalah ibunya. Tidak ada yang bisa menggantikan itu."
Alyssa merasa putus asa, tetapi ia tahu ini bukan saatnya untuk mundur. Dengan semangat yang membara, dia menatap ibu Dito. "Kau memang ibunya, tapi aku akan selalu ada untuknya. Dan aku tidak akan membiarkanmu merusak kebahagiaannya."
Di sinilah Alyssa merasakan kekuatan keibuannya tumbuh, meskipun rasa takut menyelimuti. Dia tahu jalan ke depan akan penuh dengan rintangan, tetapi dia sudah siap untuk memperjuangkan cinta dan kebahagiaan Dito, apapun yang terjadi.