Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sekutu dan sandi
Keesokan harinya, Andra, Rai, Rizky, dan Naya berkumpul kembali di sebuah ruangan kecil di perpustakaan fakultas. Mereka sudah memasuki tahap akhir dari investigasi yang penuh teka-teki ini, dan ketegangan di antara mereka semakin terasa. Semakin dalam mereka menyelidiki, semakin banyak pula rahasia yang terungkap. Namun, mereka tahu ada satu langkah terakhir yang harus mereka lakukan untuk membuka tabir misteri di balik kematian Vano.
“Semalam aku berpikir tentang sesuatu,” Andra membuka percakapan. “Kalau kita menghubungkan semua jejak yang kita temukan—lukisan, cat merah, dan kalung rosario—ada kemungkinan besar kita sedang berhadapan dengan seseorang yang sangat ingin menyembunyikan hubungannya dengan Vano.”
“Aku setuju,” Rai menimpali, mengingat detail kecil yang muncul dari setiap potongan petunjuk yang telah mereka kumpulkan. “Kalau kita pikirkan lagi, kenapa lukisan itu harus ada di pameran fakultas seni? Dan kenapa ada darah di sana?”
Rizky menatap lukisan yang mereka temukan di galeri seni malam sebelumnya. “Mungkin karena itu cara mereka menyampaikan pesan terakhirnya. Bisa jadi seseorang ingin memastikan kita menemukan jejak ini agar kebenaran akhirnya terungkap.”
Namun, tatapan Andra terhenti pada Naya yang tampak gelisah. “Naya, sejak awal, kamu tampak sangat terlibat dalam penyelidikan ini. Apakah kamu menyimpan sesuatu yang belum kamu katakan pada kami?”
Naya terlihat terkejut, dan seketika suasana menjadi tegang. Matanya melirik ke arah yang lain dengan tatapan cemas, sebelum akhirnya ia menghela napas panjang dan mengakui, “Ada sesuatu yang memang aku sembunyikan. Aku memang punya perasaan pada Vano sejak awal kuliah, dan mungkin perasaan itu yang membuatku membenci orang-orang yang mendekatinya, termasuk Balqis… dan juga Rai.”
Rai menatap Naya dengan ekspresi terluka. “Jadi, selama ini, kamu sengaja membuatku terlihat seperti orang yang bersalah? Kamu sengaja menjadikan aku kambing hitam?”
Naya mengangguk lemah. “Awalnya aku hanya ingin membuat Vano melihatku, tapi saat dia malah menjauh dariku dan dekat dengan kalian, aku merasa semakin marah. Aku pikir dengan mengadu domba, aku bisa memisahkan kalian dari Vano. Tapi aku tidak pernah bermaksud menyakitinya, Rai, sungguh.”
“Lalu, kenapa kamu terlibat dengan Balqis?” tanya Rizky tajam. “Apakah dia tahu tentang perasaanmu pada Vano?”
Naya tampak ragu-ragu sebelum menjawab, “Balqis adalah orang yang sama-sama menyimpan rahasia. Dia tahu tentang perasaanku, dan dia memanfaatkan itu untuk menyingkirkan orang-orang yang dekat dengan Vano. Kami bekerja sama dalam beberapa hal, tapi… ada satu hal yang aku tidak tahu. Balqis memiliki rencana sendiri yang tidak aku ketahui sampai sekarang.”
“Rencana apa?” tanya Andra dengan suara berat.
Naya menunduk, menahan rasa bersalah yang semakin menghantuinya. “Aku tidak tahu persis, tapi dia selalu mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus diselesaikan dengan Vano. Aku hanya mengira itu semacam masalah pribadi mereka. Tapi setelah kejadian ini, aku semakin yakin ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perasaan cemburu.”
Seketika, Rai mengingat sesuatu dan berkata, “Kalau begitu, kita harus bicara dengan Balqis. Dia satu-satunya yang mungkin tahu lebih banyak dari kita. Kalau dia memang terlibat dalam kematian Vano, kita harus menanyakannya langsung.”
Tanpa banyak berpikir, mereka semua segera bergegas menuju tempat Balqis tinggal. Mereka merasa ini adalah kesempatan terakhir untuk mengungkap kebenaran dan mengakhiri teka-teki yang telah mengacaukan hidup mereka.
---
Setibanya di kosan Balqis, mereka menemukannya sedang duduk sendirian di balkon, seolah sudah menunggu kedatangan mereka. Wajahnya tampak tenang namun penuh misteri, dan ketika melihat mereka datang, ia tersenyum tipis.
“Akhirnya kalian sampai di sini,” ucap Balqis dengan nada yang dingin.
Andra maju dan langsung menanyakan pertanyaannya. “Balqis, kami tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan tentang Vano. Kami ingin tahu kebenarannya. Apa yang sebenarnya terjadi antara kamu, Vano, dan… mungkin juga Naya?”
Balqis mengangguk pelan, lalu menarik napas panjang. “Baiklah, aku akan memberitahu kalian, karena ini saatnya kalian tahu. Sejak awal, aku sudah menyimpan perasaan pada Vano, tapi bukan sebagai pasangan… lebih kepada ingin melindungi dia.”
“Melindungi dari apa?” Rai bertanya bingung.
“Melindungi dari orang-orang seperti Naya,” jawab Balqis sambil melirik Naya. “Aku tahu Naya sangat terobsesi dengan Vano, dan itu membuatku khawatir. Aku takut dia akan melakukan apa pun untuk mendapatkannya, termasuk menjebak orang lain. Aku mencoba menghalangi, tapi akhirnya Naya mengetahui kelemahanku dan memanfaatkannya.”
Naya menunduk, sadar betapa dalam dirinya telah terjebak dalam perasaan yang tak terkontrol.
“Tapi, Balqis, apa hubungan semua ini dengan kematian Vano?” tanya Rizky penuh kesabaran.
Balqis tersenyum pahit. “Aku tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi, tapi malam itu, Vano datang ke galeri seni untuk bertemu denganku. Dia ingin menyelesaikan sesuatu yang berkaitan dengan Naya. Tapi sebelum aku sampai, aku mendapat pesan dari seseorang yang memperingatkan bahwa Vano mungkin dalam bahaya. Ketika aku tiba, dia sudah tidak bernyawa.”
Rai tertegun. “Jadi… seseorang membunuhnya untuk mencegah dia bicara? Tapi siapa yang bisa melakukan itu?”
Balqis menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu. Tapi aku tahu bahwa ada pihak yang lebih besar terlibat. Seseorang yang mungkin merasa bahwa kehadiran Vano mengancam sesuatu yang mereka sembunyikan. Itulah kenapa aku menyimpan kalung rosario itu, sebagai pengingat.”
“Kalung rosario yang ada memori di dalamnya?” Andra bertanya, teringat akan temuan mereka.
“Ya, Vano memberikannya padaku sebelum kami bertemu malam itu. Dia bilang ada sesuatu di dalamnya yang bisa mengungkap banyak hal. Sesuatu yang bahkan aku belum sempat lihat,” jawab Balqis, matanya dipenuhi dengan air mata.
Mereka semua terdiam, menyadari bahwa misteri di balik kematian Vano jauh lebih dalam dari yang mereka bayangkan. Kematian Vano bukanlah sekadar konflik cinta atau persaingan. Di balik itu semua, ada kekuatan yang lebih besar dan gelap yang berusaha menyembunyikan kebenaran.
\=\=\=\=\=\=\=
Suasana tegang menyelimuti mereka saat Balqis menjelaskan lebih dalam tentang pertemuannya dengan Vano dan kalung rosario yang menyimpan misteri. Andra, Rizky, Rai, dan Naya mulai merasakan betapa gelap dan rumitnya situasi yang mereka hadapi. Kali ini, bukan hanya emosi pribadi atau konflik cinta yang menjadi perhatian; mereka menghadapi sesuatu yang berbahaya.
Setelah percakapan yang panjang di balkon, mereka memutuskan kembali ke kos Andra untuk memeriksa lebih dalam isi memori card yang tersembunyi di dalam rosario milik Vano. Perjalanan mereka dipenuhi keheningan, masing-masing terjebak dalam pikiran dan perasaan yang bergejolak. Saat tiba di kosan Andra, mereka langsung memasukkan memori card tersebut ke laptop. Namun, begitu mereka membukanya, mereka terkejut melihat folder tersebut terkunci dengan sandi berupa kode angka yang panjang.
Rizky mencoba berbagai kombinasi—tanggal lahir Vano, tanggal mereka masuk kuliah, hingga hari-hari penting lainnya. Namun, tak satu pun berhasil.
“Ini bukan angka yang kita kenal,” ujar Rizky putus asa.
Saat itu, Naya bergumam pelan, “Bagaimana kalau sandinya adalah sesuatu yang lebih dalam, seperti kode yang memiliki arti bagi Vano?”
Mereka semua terdiam sejenak, hingga Rai tiba-tiba teringat sebuah buku kecil yang pernah dilihatnya di tas Vano. Buku itu dipenuhi dengan catatan-catatan singkat, namun ada beberapa angka yang sering muncul.
“Vano memang suka mencatat hal-hal aneh,” ungkap Rai, mencoba mengingat. “Ada satu angka yang sering ia sebut sebagai ‘kode rahasia’, tapi aku tak pernah tahu apa maksudnya. Saat kutanya, dia hanya tersenyum dan bilang itu adalah ‘gerbang kebenaran.’”
Mereka semua mencoba mencari tahu maksud dari “gerbang kebenaran.” Andra memutuskan untuk mencoba kode angka yang sesuai dengan istilah tersebut—angka dari pasal tertentu dalam hukum yang mereka pelajari bersama Vano.
Dan, setelah beberapa percobaan, akhirnya folder itu terbuka.
Di dalamnya, mereka menemukan berbagai rekaman suara dan foto. Rekaman pertama berisi percakapan Vano dengan seseorang yang tak terdengar jelas. Dalam rekaman itu, Vano terdengar bertanya dengan nada panik, “Kenapa harus melibatkan Balqis? Apa kalian tidak bisa menyelesaikannya tanpanya?”
Suara di seberang terdengar datar dan dingin. “Ini sudah keputusan akhir. Jangan pernah ikut campur lagi, Vano, kalau kau ingin mereka semua aman.”
Andra, yang mendengar rekaman itu, menghela napas berat. “Siapa mereka? Siapa orang yang berbicara dengan Vano ini?”
Balqis menatap layar dengan wajah pucat. “Aku tidak tahu. Aku bahkan tidak tahu Vano terlibat dalam sesuatu yang seperti ini.”
Rekaman kedua terdengar lebih menyeramkan. Di dalamnya, Vano sedang berbicara sendiri, suaranya penuh ketakutan. “Aku sudah tahu siapa yang ada di balik semua ini. Mereka bukan hanya teman atau sekadar orang yang iri. Mereka adalah bayangan gelap di kampus ini yang akan menghancurkan siapa saja yang menghalangi mereka.”
Mendengar rekaman itu, Naya menundukkan kepala. “Jadi, Vano sudah mengetahui sesuatu yang sangat berbahaya sebelum dia meninggal. Sesuatu yang dia coba lindungi dari kita semua.”
Di akhir folder, terdapat satu gambar yang sangat mengganggu mereka semua—foto wajah Rai yang tergambar dalam gaya artistik dengan bibir merah berlumuran darah. Di bawah gambar itu, ada sebuah kalimat kecil yang tertulis: “Raine, ketahuilah siapa yang mengawasi.”
Rai terkejut. “Ini… ini seperti peringatan untukku. Tapi siapa yang membuatnya?”
Mereka semua merasa ketakutan dan tersesat. Di balik gambar-gambar dan rekaman tersebut, ada bayangan gelap yang tak bisa mereka pahami sepenuhnya. Apa sebenarnya rahasia yang disembunyikan Vano? Siapa yang sebenarnya terlibat dalam kematiannya? Dan apakah mereka sendiri juga dalam bahaya?
Malam semakin larut, dan ruangan yang semula menjadi tempat penyelidikan itu kini terasa penuh ancaman. Mereka semua sadar, bahwa semakin dalam mereka menggali, semakin besar pula risiko yang mereka hadapi. Kebenaran yang mereka cari tidak hanya akan mengungkapkan misteri kematian Vano, tetapi mungkin juga mengguncang seluruh sistem yang telah lama berdiri di kampus mereka.