"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Kau Sebenarnya?
"Oh iya ... tentu saja. Berikan dia kepadaku." Meskipun agak ragu, Yuna memberanikan diri menggendong bayi berusia satu bulan itu. Bagaimana pun juga ia tidak ingin terlihat aneh dan bodoh di hadapan Rafli.
Tidak sia-sia petulangan singkatnya mencari tutorial menggendong bayi di internet tadi. Perlahan-lahan, ia mulai bisa menggendong Aika. Tetapi, jangan senang dulu, karena tepat setelah Aika berpindah ke tangan Yuna, bayi mungil nan cantik itu menangis histeris.
Hal ini pun membuat Rafli menatap heran. Sebab Aika bereaksi dengan cepat ketika berdekatan dengan Yuna.
"Sayang, ada apa? Kenapa menangis?" ucap Yuna berusaha membujuk. Ia timang-timang Aika dalam gendongannya. Namun bukannya reda, tangis bayi kecil itu malah semakin menjadi-jadi.
Melihat Yuna begitu kesulitan menenangkan putrinya, Rafli pun berinisiatif untuk mengambil alih.
"Sini, biar aku saja." Rafli mendekap Aika di dadanya. Hanya dalam hitungan detik, tangisnya mulai reda dan menyisakan suara sesegukan.
"Apa jangan-jangan Aika sedang sakit?" tanya Yuna, memasang raut wajah khawatir.
"Tidak, aku sudah memeriksanya tadi. Aika tidak apa-apa," jawab Rafli seraya mengusap punggung putrinya.
"Tapi kenapa dia menangis seperti itu? Bukankah biasanya Aika tidak rewel?"
"Huh, kenapa bayi menyebalkan ini sangat merepotkan? Dia pikir aku senang mendengarnya menangis?" tambah yuna dalam hati.
"Mungkin diapers-nya penuh. Aku akan menggantinya dulu."
Tanpa banyak kata Rafli membawa Aika kembali ke kamar bayi. Setibanya di sana, ia baringkan Aika di tempat tidur dan memeriksa diapers-nya.
Sementara Yuna masih mematung di tempat. Ingin menyusul Rafli ke kamar Aika, namun takut malah akan menimbulkan kecurigaan jika sampai tak mampu menyusui Aika.
"Aku harus memikirkan bagaimana cara meminta Rafli mengganti ASI dengan susu formula. Tapi harus dengan alasan apa?"
Wanita itu berjalan mondar-mandir di kamar. Ia pikir akan berpura-pura kesakitan nanti jika sedang menyusui Aika.
"Rafli adalah seorang suami pengertian. Tentu saja dia akan mengerti kalau aku menggunakan alasan itu," ucapnya kepada diri sendiri.
*
*
*
"Ada apa, Tuan? Saya mendengar suara nona menangis?" tanya Elina sesaat setelah memasuki kamar Aika.
"Tidak apa-apa, Elina. Sepertinya Aika hanya sedang merasa tidak nyaman saja."
"Tapi tidak biasanya Nona Kecil seperti ini, Tuan. Nona sangat jarang menangis. Lagi pula, kalau nyonya sudah menggendongnya, dia pasti langsung tenang."
"Ya, kau benar." Rafli tersenyum ramah, lantas melirik botol susu di tangan Elina. "Berikan itu padaku. Sepertinya mommy-nya Aika butuh istirahat malam ini. Kau masih ada persediaan ASInya, kan?"
"Ada, Tuan. Kebetulan persediaan ASIP untuk nona masih cukup sampai besok, jadi nyonya bisa istirahat malam ini."
"Baiklah, terima kasih, Elina." Sebelah tangan Rafli mengusap puncak kepala putrinya, sementara tangan satunya memegang botol susu.
Malam itu Rafli menemani Aika hingga putri kecilnya itu terlelap. Sebelum keluar kamar, ia membenamkan kecupan sayang di pipi. Malam ini, urusan menjaga Aika akan ia serahkan sepenuhnya kepada Elina.
Ketika memasuki kamar pribadinya, pandangan Rafli tertuju pada tempat tidur. Yuna sudah berbaring di tempat tidur dalam balutan selimut.
Kerutan dalam terukir di dahi laki-laki itu. Sejak pulang tadi ia merasa perilaku Yuna tidak seperti biasanya. Tetapi, pikiran itu segera dibuang Rafli jauh-jauh dan menanamkan pikiran positif bahwa Yuna hanya sedang lelah dan butuh istirahat. Sebab merawat bayi bukanlah pekerjaan mudah dan Rafli tidak ingin Yuna stress jika kelelahan mengurus bayi mereka.
Akhirnya, Rafli memilih masuk ke kamar mandi. Dalam hitungan menit, ia sudah keluar dan segera mengganti pakaian.
Satu kebiasaan Yuna yang selama ini tidak pernah terlupa adalah menyiapkan air putih di meja untuk Rafli sebelum tidur. Dan sekarang ia melupakannya. Tak ada segelas air putih di meja nakas.
"Sayang, ada apa denganmu? Kenapa hari ini aku merasa kau bukan Yuna yang biasanya?" gumam Rafli sedikit heran.
Ia menghembuskan napas panjang. Lalu menyibak selimut dan hendak naik ke tempat tidur. Namun, sesuatu mengalihkan perhatiannya. Piyama dress yang digunakan Yuna tersibak hingga bagian perut.
Kulit putih mulus itu selalu saja menggodanya. Jika saja Yuna tidak habis menjalani persalinan, Rafli pasti sudah melahap habis istrinya itu.
"Tunggu beberapa minggu lagi," ucapnya dalam hati.
Rafli mengulas senyum. Tangannya mengulur untuk menurunkan piyama dress istrinya. Namun, seketika ia mematung di tempat. Bola matanya memicing demi memastikan tidak salah lihat.
"Kenapa ada bekas operasi di perut?"
Detik itu juga pikiran Rafli melayang. Ia menatap tubuh yang tengah terlelap itu penuh selidik. Dari bentuk tubuh terutama di bagian dada, hingga garis wajah.
Selain itu, sejak melahirkan Aika, Yuna tidak pernah tidur dengan menggunakan Bra. Yuna juga tidak suka menggunakan anting dan masih banyak kejanggalan lain yang tanpa sadar ditemukan Rafli pada sosok yang sedang tertidur itu.
"Ada apa ini?"
Rafli merasakan dadanya bergemuruh. Tangannya yang gemetar diam-diam menyibak selimut hingga memperlihatkan paha mulus berkulit putih milik Yuna. Sepasang mata laki-laki itu terpejam ketika tidak menemukan tanda lahir di paha kanan.
Kini, Rafli yakin yang tidur di ranjang itu bukan lah Yuna, tetapi hanya orang lain yang sangat mirip. Lalu siapa?
Geram, Rafli menarik selimut dengan kasar hingga teronggok ke lantai. Yuna pun tersentak dan akhirnya memaksakan diri terbangun di tengah rasa kantuk yang menyerang. Wanita itu belum sadar kejutan apa yang sedang menantinya.
"Bangun!" teriak Rafli.
Yuna merasakan seluruh tubuhnya meremang tatkala Rafli menghujamkan tatapan tajam. Seolah tatapan itu mampu membelah tubuh Yuna menjadi dua bagian.
"Sa-Sayang ... ada apa?" tanyanya terbata akibat terkejut.
Rafli terdiam beberapa saat, masih dengan tatapan murka.
"Siapa kau sebenarnya?"
...****...