Tawanya, senyumnya, suara lembutnya adalah hal terindah yang pernah aku miliki dalam hidupku. Semua yang membuatnya tertawa, aku berusaha untuk melakukannya.
Meski awalnya dia tidak terlihat di mataku, tapi dia terus membuat dirinya tampak di mata dan hatiku. Namun, agaknya Tuhan tidak mengizinkan aku selamanya membuatnya tertawa.
Meksipun demikian hingga di akhir cerita kami, dia tetaplah tersenyum seraya mengucapkan kata cinta terindah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sweet Marriage 18
Malam ini Leina ingin tidur sendiri di kamarnya, dan Ravi pun mengizinkannya. Ia tahu perubahan emosi Leina benar-benar terjadi begitu saja tanpa disadari oleh Leina sendiri.
Leina menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur. Selepas makan malam dia langung ijin untuk masuk ke kamarnya. Ravi juga tidak berkomentar, pria itu mengangguk sambil berpesan agar Leina tidak lupa dengan alarm nya.
" Haah, sebenarnya apa yang ku lakukan sih? Kok bisa-bisanya aku teriak gitu depan Mas Ravi. Arggghhh Lei, kamu ini kenapa? Kenapa jadi gitu?"
Leina mengacak rambutnya kasar. Ia menyesali tindakannya tadi saat di mobil. Selama ini dia selalu mampu mengontrol emosinya, tapi mengapa tadi seakan semuanya lepas kendali tanpa bisa ia tahan lagi. Sungguh rasanya dia menjadi asing dengan dirinya sendiri jika seperti itu.
Leina bingung, ia tidak mampu berpikir. Akan tetapi semua yang ia alami tadi kembali ditulisnya dalam buku sebelum ia melupakannya. Ini akan menjadi kali pertama dia bicara dengan meninggikan suara di depan Ravi. Leina menjadi berpikir, apakah nanti dia akan melakukannya lagi?
Ada perasaan bersalah yang menyelimuti hatinya. Lalu seketika dia ingat, dia ingat lagi apa yang sudah Ravi lakukan untuk dirinya selama sebulan ini.
Leina bisa mengingat itu karena di kembali membaca catatan hariannya. Dimulai saat Ravi mengetahui penyakitnya, disana semua perlakuan berbeda mulai Leina rasakan. Dari dulu Ravi memang baik, tapi rasanya jelas berbeda terlebih ketika mereka mulai tidur bersama.
Sesekali Leina tersadar dan merasa bahwa menatapnya setiap malam. Pria itu akan memerhatikan dirinya dan membelai lembut wajahnya. Leina bisa merasakan sentuhan itu dengan jelas, hanya saja terkadang matanya terlalu lelah untuk terbuka.
" Aku beneran keterlaluan deh sama Mas Ravi," gumamnya lagi.
Leina seperti menyadari kesalahannya. Ravi sudah memperlakukan dirinya dengan baik selama ini, dan tadi dia malah marah hanya karena Ravi berucap seperti itu.
" Tapi Lei, sekarang kan ada aku bersamamu. Apa kamu masih ingin pergi dariku juga?"
Ucapan Ravi yang itu membuat Leina terngiang. Sesaat dia merasa bahwa perasaan Ravi itu tulus tapi kemudian ia menggeleng cepat. " Nggak, nggak seharusnya aku terlena dengan itu semua. Aku nggak mau jadi beban buat Mas Ravi. Ayo selesaikan semuanya dan segera pergi. Mungkin aku harus minta pisah kamar lagi."
Leina mengusap wajahnya kasar. Lain di mulut lain pula di hati. Dia memang berkata bahwa dia ingin pisah kamar lagi, tapi di hatinya sama sekali tidak menginginkan hal tersebut. Ada rasa tidak rela jika ketika bangun tidak melihat Ravi di sisinya. Ya membayangkan saja sungguh terasa sesak.
" Arghhhh Leinaaaa kamu kenapa siiih?"
Leina berteriak sambil menutup wajahnya dengan bantal agar tidak terdengar oleh Ravi. Meskipun mereka berada di kamar yang berbeda saat ini tapi Leina tidak yakin bahwa Ravi tidak akan mendengar apa yang dia katakan.
Sedangkan di kamar lain, Ravi tidak kunjung bisa tidur. Sedari tadi dia hanya berjalan mondar-mandir memikirkan apa yang dilakukan Leina saat ini. Ya, Ravi sangat khawatir dengan Leina. Pada akhirnya dia memilih untuk berjalan keluar kamar, tanpa sadar saat dirinya sudah berada di depan kamar sang istri.
Ravi mendekatkan telinganya ke pintu, mencoba mencuri dengar terhadap apa yang sedang Leina lakukan saat ini. Tapi tidak ada suara apapun, semuanya begitu sunyi.
Ingin sekali rasanya Ravi mengetuk pintu kamar Leina, tapi dia tidak akan melakukannya. Ravi juga ingin menyelonong masuk, tapi dia juga tidak akan melakukannya. Ravi akan memberikan waktu Leina untuk sendiri. Leina butuh untuk menenangkan emosinya sendiri.
" Tidurlah Lei, tidurlah dengan tenang dan nyaman. Lalu besok tersenyumlah, besok berbahagialah."
Ravi menyentuh pintu kamar Leina sambil berbicara demikian, tapi untuk kembali ke kamarnya sendiri Ravi merasa cemas. Sehingga sebuah keputusan di luar nalar dilakukan oleh Ravi yakni dia tidur di depan kamar Leina. berbekal selimut tebal dan bantal guling, Ravi seperti terdampar di tempat pengungsian ketika bencana banjir melanda.
Tit tit tit tit
Suara alarm yang Leina pasang berbunyi untuk kedua kalinya. Rasa haus menyerang tenggorokannya begitu terasa kering. Leina melihat ke arah nakas, gelas kosongnya sehingga dia harus ke dapur untuk mengambil air.
Tap tap tap
Leina berjalan pelan. Jam menunjukkan pukul 01.00 tengah malam, suasana sunyi membuat langkah kakinya sendiri terdengar begitu jelas.
" Aaaaarghhhh!" Leina berteriak, ia benar-benar sangat terkejut saat kakinya tanpa sengaja menginjak sesuatu di bawanya.
Sraaaak
" Lei, kamu kenapa? Apa ada ya g sakit?"
Ravi seketika terbangun, ia berdiri dan memegangi kedua bahu Leina. Matanya menelisik dari ujung rambut sampai ujung kaki milik Leina, memastikan apa yang terjadi sehingga wanita itu berteriak.
" Mas! Kenapa Mas tidur di depan kamarku! Lantainya dingin, nanti Mas bisa masuk angin. Badannya juga bakalan sakit-sakit. Aku nggak kenapa-napa, aku kaget karena hampir nginjak Mas Ravi."
" Aah ... ."
Ravi bernafas lega, tanpa sadar dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pada akhirnya dia ketahuan juga berada di sana. Padahal rencananya ia akan kembali ke kamarnya saat adzan berkumandang, dia tentu tidak ingin Leina mengetahui apa yang saat ini dia lakukan.
" Kamu mau apa Lei keluar? Apa ada yang kamu butuhin?"
" Mas, jangan ngalihin pembicaraan, jawab dulu pertanyaan aku yang tadi. Ngapain Mas Ravi tidur di lantai, keras, dingin bikin sakit."
Dari nada bicara Leina, Ravi tahu kalau istrinya itu tengah marah bercampur khawatir. Sejenak ia suka mendengar Leina sepeti itu, dari pada diam seperti tadi sore yang berakhir mereka tidak banyak saling bicara hingga pisah kamar.
" Lei, aku khawatir sama kamu. Tapi sebenarnya, aku nggak bisa tidur karena nggak ada kamu."
Blushhh
Pengakuan Ravi yang sedikit malu-malu itu membuat wajah Leina terasa panas. Beruntung cahaya lampu malam itu hanya remang-remang sehingga Ravi tidak bisa melihat wajah Leina yang memerah.
" Jangan bercanda Mas."
" Nggak, aku nggak bercanda. Aku serius Lei. Jadi, maukah kau datang ke kamar untuk tidur bersama?"
Leina tidak menjawab, ia berlalu ke dapur. Sedangkan Ravi memilih untuk pergi ke kamarnya. Melihat Leina yang sama sekali tidak menjawab atau bereaksi apapun, membuat Ravi nerasa harus kembali ke kamar.
Tapi siapa duga bahwa Leina ternyata masuk ke kamarnya. Leina datang dengan membawa segelas air dan duduk di samping ranjang,
" Aku hanya pergi buat ambil minum, bukannya nggak mau buat tidur bersama."
TBC
😭😭😭😭😭😭😭
Bnr" nih author,sungguh teganya dirimuuuuu
Semangat berkarya thoor💪🏻💪🏻👍🏻👍🏻
gara" nangis tnp sebab
😭😭😭😭😭
bnr" nih author
pasti sdh ada rasa yg lbih dari rasa sayang kpd teman,cuman Ravi blum mnyadarinya...
bab". mngandung bawang jahat😭😭😭😭😭
Mski blum ada kata cinta tapi Ravu suami yg sangat peka & diandalkan...
aq padamu mas Ravi😍