Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Pulang Ke Rumah
***
Acara pernikahan sudah selesai. Acara itu berlangsung lancar dan damai, tidak ada gangguan sedikitpun. Seperti yang diinginkan Adam. Dan kini saatnya, kedua pasangan baru menikah itu harus kembali ke rumah sendiri.
Chairul dan Tiana awalnya terkejut mendengar jika cucunya ini akan tinggal berduaan di rumah pribadi, bahkan Tiana pun khawatir jika akan terjadi sesuatu kepada Ayna apabila terjatuh atau apa. Sebagai cucu menantunya, Ayna meyakinkan sang nenek untuk tidak perlu khawatir.
"Haahhh, padahal bisa saja kamu tinggal disini, Adam. Kalau perlu juga, sekalian di sisi agak barat itu kami bangunkan rumah buatmu. Yakin kamu bisa membuat Ayna aman dan nyaman di daerah perumahan itu? Kakek yang melihat sekitar saja... Merinding kok." ucap sang kakek yang masih ragu.
Dengan senyuman meyakinkan, Adam menjawab...
"Itu kan perumahan yang kubuat. Memang perumahan itu adalah daerah perhutanan. Keamanan jangan khawatir. Anak buah selalu stand by 24 jam di pintu masuk manapun. Kalau mau menempati rumah-rumah itu, yaaahh ngga bakalan bisa. Karena harus punya dokumen ini itu selain biayanya yang mahal, sengaja pula kuribetkan. Aris juga nempatin rumah di perumahan itu tapi jaraknya agak jauh. Terlebih lagi... Aku juga sudah mendoktrin anak buah jangan menerima siapapun kecuali keluarga dan orang kepercayaan."
Di perkataan akhirnya, Adam menyeringai. Ia serius untuk yang itu. Karena hanya untuk satu tujuan, yaitu agar istrinya, Ayna, tetap aman dan terjaga.
"Heh. Ternyata cucuku sebucin itu pada istrinya. Ya sudahlah, kakek juga ngga memaksamu buat tinggal disini. Ah benar, sering-seringlah mampir kesini loh ya. jangan ngga mampir! kasihan nenekmu selalu pengen bertemu Ayna." pesan Chairul.
"Bisa diatur."
Adam dan Ayna akan bersiap diri untuk kembali ke rumah. Kesedihan melanda hati Ayna, karena ia masih tidak ingin berpisah dengan Chairul dan Tiana. Baru ada berapa hari ini mereka saling bertemu, sekarang berpisah kembali.
"Nenek..." lirih Ayna dalam pelukan Tiana.
"Sssttt sudah sudah. Jangan terlalu sedih ya nak, nanti cantiknya hilang. Kan kamu bisa mampir kesini lagi nantinya. Sekarang, tugasmu sebagai istri dimulai. Baktimu sekarang pula ada pada Adam, suamimu. Selalu ingat dengan pelajaran hidup serta nasihat kakek dan nenekmu ini ya. Kami akan selalu mendoakan mu agar sehat selalu, hidup bergelimang kebahagiaan, dan juga dikaruniai keturunan yang Sholeh Sholehah."
Ayna melepaskan pelukannya. Wajahnya merah bersemu saat Tiana mengatakan kata keturunan.
"A-Anu... Nenek, i-itu... aduh, bagaimana mau ngomong ya?" Ayna benar-benar malu sekarang untuk mengatakan sesuatu.
"Hohoho, nenek tahu apa yang mau kamu tanyakan. Tenang~ tas hitam yang kamu bawa itu, sudah nenek siapkan. Tinggal kamu eksekusi." jawab Tiana santai.
"E-Eh?"
"Sudah sudah sudah. Cepat pulang sana, itu Adam sudah menunggumu."
Tiana menarik tangan Ayna menuju ke pintu utama dimana Adam dan Chairul menunggu. pasangan muda itu bersalaman pamit kepada kakek dan nenek itu juga kepada seluruh pelayan di mansion itu. Beberapa pelayan wanita menangisi kepergian sang nona, karena jujur mereka sangat menyukai sifat dan etika Ayna selama menginap disini beberapa hari.
Mobil milik Adam perlahan keluar dari mansion. Anak-anak buah penjaga pintu gerbang mansion membungkuk hormat kepada sang CEO muda. Sekali lagi, Ayna menoleh ke mansion besar itu. Rasanya... Masih saja berat meninggalkan Chairul dan Tiana.
SRET
SRET
"Kita akan kesini lagi nantinya, gadis kecil. Cuma sekarang ini kita fokus kepada kehidupan sendiri untuk membangun keluarga yang bahagia. Jangan terlalu bersedih hati." Adam menghibur istrinya, ia juga mengusap kepala Ayna dengan lembut.
"Iya kak."
"Oh ya. Kamu lapar? Sekalian kita pergi cari makan di luar, mumpung belum sampai rumah." tawar Adam pada istrinya.
"Uhm! Saya.... Boleh makan seafood kak? Rasanya pengen banget nyobain daging kepiting seperti apa." pinta Ayna penuh harap.
"Tapi... Harganya mahal ya..."
"Alaaahh, boleh kok. Semua orang boleh makan. Kamu juga setidaknya harus tahu rasa kepiting, lobster, udang, kerang itu bagaimana. Ayo, aku ajak ke restoran yang jadi langganan ayahku. Disana sudah terjamin kebersihan juga kesegarannya. Rasanya juga enak."
Ayna kegirangan saat permintaannya untuk makan seafood terkabulkan. memang benar, ia sangat ingin makan seafood, karena pernah mendengar beberapa pelayan mansion Chairul membicarakan tentang kepiting yang ditangkap di kampung halaman.
***
"Enak!"
Begitu lahap Ayna memakan makanan yang tersaji di depannya. Saking terharu akan kelezatan makanan seafood itu, ia makan sambil menangis. Adam yang tahu istrinya sedang menangis tidak dapat berbuat banyak. Ia hanya bisa mengusap air matanya dan membiarkan Ayna makan dengan lahap.
"Ayna."
"Hm?" Ayna menoleh dengan mulutnya yang belepotan.
"Pelan-pelan makannya. Ngga ada yang ngambil bagianmu kok." ucap Adam geli.
"Maaf kak. Soalnya rasanya enak... Ternyata rasa kepiting begini ya. Buka cangkangnya penuh perjuangan tapi sesuai juga. Terus lobsternya juga enak. Ngga pernah saya makan makanan seenak ini..." jawab Ayna terharu.
"Oohhh, jadi yang steak Wagyu waktu itu ngga enak menurutmu?"
"Eh? Kapan saya bilang ngga enak? Enak juga kok! Saya suka malah soalnya empuk. Ternyata di seluruh dunia banyak ya makanan yang enak-enak. Saya jadi bersyukur karena kakak sudah membelikan makanan-makanan semacam ini. Terima kasih ya."
Ayna tersenyum tulus pada sang suami. Berterima kasih kepada Adam karena sudah membelikan sesuatu yang begitu nikmat dan berharga bagi Ayna.
Senyuman manis nan tulus, itulah senyuman yang disukai Adam. Memang itulah yang ia inginkan selalu. Apapun akan ia lakukan untuk melindungi senyuman Ayna, agar Ayna bisa menikmati indahnya dunia ini dengan aman dan nyaman. Jika itu harus mengotori tangannya dengan darah, ia terima.
'Setidaknya ia sudah bebas dari bayangan pamannya. Sekarang kamu bisa makan apapun yang kamu mau, istriku. Nikmatilah.'
***
Setelah menikmati makan malam yang begitu nikmat, pasangan baru menikah itu segera pulang ke rumah. Di dalam mobil, tak henti-hentinya Ayna tersenyum karena puas dengan makan malam kali ini.
Puas. Kata itu merujuk pada Ayna sekarang. Ia benar-benar puas dan kenyang setelah makan seafood. Jujur saja, baru kali ini nafsu makannya begitu besar. Bahkan ia habis dua setengah piring nasi.
"Ugghhh, pipiku juga mau kayak chubby begini. Padahal aku selalu makan secukupnya."
CTIIKKK
"Adeh!"
Adam tiba-tiba muncul dan langsung menjentikkan jarinya tepat di kening Ayna. Ayna yang tahu pelakunya langsung menatap Adam tajam.
"Kaaakkk, kenapa saya dijentikkan begini? Sakiittt..." lirih Ayna.
"Apanya pipimu chubby? malah masih kelihatan tirus begini. Tambah porsi makanmu. Buat pipimu makin chubby biar aku puas mencubit mu." ucap Adam.
"Tapi... Ini mulai chubby sih, masa kurang?" Ayna melihat refleksi dirinya di kaca mobil, ia menggenggam kedua pipinya dan merasa pipinya sudah chubby.
"Terus kenapa kalau chubby memangnya? Kamu jadi makin cantik kok dan itu sudah pasti."
Kembali lagi wajah Ayna bersemu merah sampai ia menunduk. Rasanya benar-benar memalukan. Kenapa suaminya ini suka menggoda dirinya.
SYUUTTT
"Eh-Eh, kak... Turunin..."
Tiba-tiba saja, Adam mengangkat tubuh Ayna dan menggendongnya ala bridal style.
"Ngga. ngapain aku harus nurunin kamu? Aku kan suamimu, terserah akunya dong mau kujamah, mau kugendong, mau kumandikan, terserah lah."
"Ah iya juga. Karena kita sudah di rumah, bagaimana kalau kamu serahkan dirimu kepadaku? Baru sekali kamu menyerahkan dirimu, dan aku ingin lagi Ayna."
Mendengar ucapan sang suami, Ayna tidak bisa menjawabnya. Ia hanya menatap kedua netra hitam legam Adam lekat-lekat. Ini ke sekian kalinya Ayna terjatuh dalam pesona keindahan mata suaminya.
GREEBBB
"Itu... Terserah Mas Adam. Semaunya Mas Adam juga. Kapanpun Mas mau, saya siap melayani Mas..." Ayna menenggelamkan kepalanya ke dada bidang suaminya. Ia mengatakan semuanya bahkan menyebut Adam dengan sebutan Mas.
"Mas ya? Hohoho, padahal baru saja aku mau protes tentang panggilan mu ke aku tapi kamunya sudah langsung merubah panggilan. Bagus, Ayna."
Pintu rumah terbuka. Adam langsung mengucapkan salam yang kemudian dibalas langsung oleh Ayna.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Keduanya tertawa. Menimpali candaan satu sama lain. Tak ada yang lebih membahagiakan daripada hidup bersama dengan orang tercinta, dan selamanya akan terus bahagia selalu.
***
Selesai menunaikan sholat berjamaah, sekarang adalah saatnya dimana mereka akan saling menyerahkan diri satu sama lain. Sebelumnya, mereka sudah pernah melakukannya sekali namun itu adalah kesalahan besar memang, tapi Adam langsung detik itu juga bertanggungjawab.
Di pinggir ranjang, Adam menunggu istrinya yang masih berada di dalam kamar mandi. Ia hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian bawahnya. Ia juga bertelanjang dada, menampakkan tubuhnya yang berotot, berurat, serta maskulin. Perutnya pun membentuk seperti hampir eight pack.
CKLEKK
Suara gagang pintu terbuka. Keluarlah wanita muda berambut panjang hitam terurai dari kamar mandi itu. Ia perlahan membalikkan badannya dan menghadap diri ke arah suaminya.
Perlahan ia mendekat sang suami dengan pandangan menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang merah. Adam yang melihatnya pun terpana melihat Ayna yang sekarang nampak berbeda.
Tubuh yang hampir ringkih terbalutkan lingerie hitam hampir transparan di seluruh bagian, membuat benda penting Adam bangkit. Bagaimana tidak? Kedua belahan dada yang hampir nampak, panjangnya lingerie hanya cukup sampai menutup paha dalam, perut rampingnya nampak. Semuanya nampak begitu sempurna di mata Adam.
"Mas Adam..." panggil Ayna.
"Kemarilah sayang." tangan besar Adam menarik tangan mungil Ayna, sekarang Ayna berada dalam posisi di pangkuan Adam.
"You're so beautiful tonight, my little girl. Rasanya membuatku ingin menyerangmu sekarang." suara Adam mulai memberat, begitupun Ayna yang nafasnya mulai terengah-engah.
Ayna menyadari ada sesuatu yang bangkit di balik duduknya. Ia tahu itu apa, sampai wajahnya tersipu. Pusaka besar suaminya. Ia sangat ingin merasakannya lagi, tak peduli jika itu menyakitkan.
"Mas..." ucap Ayna bergelayut manja di leher Adam.
"Ayo, sekarang juga Ayna. Aku sudah ngga tahan."
"Uhmm, ayo..."
~Bersambung~