Karie yang ingin menjadi Sikerei kesatria Maya demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik semua halangan ia lewati, namun kakaknya selalu menghalangi jalannya dalam Menjadi Sikerei pilihan merelakan atau menggapainya akan memberikan bayaran yang berbeda, jalan mana yang ia pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Io Ahmad, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau?
Karie menatap pelayan itu, Alisnya terangkat. "Kalian tidak mengerti," katanya, suaranya rendah namun tegas. "Aileen dijebak dan dijual. Dia tidak seharusnya berada di sini."
Pelayan itu mengangkat bahu, acuh tak acuh. "Tidak ada uang, tidak ada urusan. Aileen sudah menjadi milik tempat ini. Jika kalian tidak bisa membayar, keluar sekarang," jawabnya dingin.
Mishka mencoba menenangkan sahabatnya dengan meraih tangan Karie, tapi Karie menghempaskannya dengan satu gerakan tegas. "Kita tidak akan menyerah begitu saja," tekadnya terdengar jelas, meskipun ia berusaha menahan amarahnya.
Pelayan itu tetap tidak peduli. "Kalian akan mengambil untuk berapa lama?" tanyanya tanpa basa-basi.
Mishka melirik Karie, lalu menjawab, "Berapa harga untuk menebusnya?"
Pelayan itu tertawa kecil, senyum licik di wajahnya. "Menebus? Itu bukan hal yang mudah di tempat seperti ini."
Ketegangan semakin meningkat saat orang-orang di sekitar mulai memperhatikan mereka. Karie merasakan desakan untuk bertindak cepat. "Kita tidak bisa membiarkan Aileen di sini," katanya dengan suara penuh ketegasan, tidak berteriak namun tetap kuat.
Pria-pria berbadan besar mulai mendekat, siap mengusir Karie dan Mishka. Namun, Karie berdiri tegak, matanya tak beranjak dari pelayan itu. "Kalian tidak bisa memperlakukan manusia seperti barang dagangan," ucapnya dengan nada penuh determinasi.
Keributan di dalam gedung semakin memuncak, menarik perhatian semua orang di sekitar. Di tengah kekacauan, Nihwa, salah satu bangsawan dari Terra, keluar dari kamarnya. Nihwa adalah seorang pria dengan postur tubuh normal, namun berwibawa. Wajahnya tampan dengan garis-garis tegas, mata tajam berwarna hijau yang memancarkan kecerdasan dan kepercayaan diri. Rambutnya hitam legam, terawat rapi, dengan sedikit sentuhan uban yang menambah kesan bijaksana. Nihwa mengenakan pakaian mewah yang menunjukkan statusnya sebagai bangsawan, dengan mantel panjang berwarna biru gelap yang dihiasi bordiran emas.
Ia melihat Karie yang bergerak dengan lincah, menghindari setiap orang yang mencoba menangkapnya. Gerakannya cepat dan penuh keahlian, menciptakan kloning dari refleksi dirinya di cermin. Nihwa terkesima, matanya berkilat dengan minat yang mendalam.
"Menarik," gumamnya, hampir kepada dirinya sendiri.
Nihwa melangkah mendekat, suaranya tenang namun penuh otoritas. "Berhenti," perintahnya, dan seketika keributan mereda. Semua mata tertuju padanya.
Karie berhenti, nafasnya masih terengah-engah. Nihwa menatapnya dengan penuh minat. "Kau memiliki kemampuan yang luar biasa," katanya. "Aku bisa memberikan uang yang kalian butuhkan untuk menebus Aileen."
Karie menatap Nihwa dengan penuh kecurigaan, namun ia tahu bahwa ini mungkin satu-satunya kesempatan mereka. "Apa yang kau inginkan sebagai gantinya?" tanyanya, suaranya tegas.
Nihwa tersenyum tipis. "Aku hanya ingin melihat kemampuanmu lebih dekat. Buktikan padaku bahwa kau layak mendapatkan bantuan ini," katanya sambil memanggil pelayan. "Ini sembilan ratus koin emasnya," tambahnya, sambil memberikan kantong koin emas kepada pelayan. "Tapi jika kamu gagal, aku akan mengambil kembali semua yang aku berikan."
Karie dan Mishka mengikuti Nihwa keluar dari gedung, menyusuri lorong-lorong sempit yang semakin gelap. Cahaya lampu minyak yang redup hanya memberikan sedikit penerangan, menciptakan bayangan-bayangan panjang di dinding-dinding batu.
"Kamu yakin menurut kemauannya, Erhu?" tanya Mishka dengan nada berbisik, wajahnya penuh keraguan.
Karie menatap Mishka sejenak, matanya penuh tekad. "Aku ingin segera bicara dengan Kak Aileen," jawabnya tegas. "Tidak ada salahnya mendapatkan sembilan ratus koin emas secara instan ini."
Nihwa berjalan di depan mereka dengan langkah pasti, sesekali menoleh untuk memastikan mereka mengikuti. Senyum tipis terlukis di wajahnya, seolah menikmati ketegangan yang menggantung di udara.
Setelah beberapa menit, mereka tiba di sebuah pintu besar yang terbuat dari besi dan kayu tebal. Nihwa membuka pintu itu dengan gerakan halus namun kuat, memperlihatkan sebuah ruangan luas yang kosong di bawah mereka. Cahaya redup menyinari ruangan itu dari atas.
Karie merasa kebingungan ketika tiba-tiba pijakan di bawah kakinya bergeser dan terbuka, memperlihatkan tangga yang mengarah ke bawah. Nihwa menatapnya dengan senyum yang tidak biasa.
"Selamat datang di arena gladiator. Ini adalah tempat menggandakan uangmu. Pilih petarungmu, yang tumbang dan tidak berdiri dalam hitungan lima, ia kalah," kata komentator. Nihwa menyerahkan sebuah topeng dengan ornamen rumit. "Pakai ini. Jangan sampai mati, loh."
Karie mengambil topeng itu dan memakainya, masih merasa kebingungan namun mencoba menenangkan diri. "Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja."
Dengan napas tertahan, Karie melangkah menuruni tangga dan masuk ke dalam ruangan. Di sana, ia melihat dinding-dinding yang dipenuhi cermin-cermin besar. Suasana terasa sunyi dan tegang.
Ketika ia sampai di lantai dasar, pintu di atasnya tertutup perlahan. Sorakan penonton mulai menggema, menciptakan suasana penuh antisipasi dan ketegangan.
"Nihwa, lagi-lagi kamu membawa petarung antah-berantah. Siap-siap saja koin-koin itu menjadi milikku. Kamu tidak akan bisa mengalahkan Quadrat, petarungku," kata seorang pria dari sisi lain arena.
Mishka, yang berdiri di samping Nihwa, bertanya, "Apa maksudnya bertarung?"
Nihwa menjawab dengan tenang, "Ya, ia akan bertarung dengan semua kekuatan, baik fisik maupun mayanya, demi menggandakan uangku. Kamu dapat sembilan ratus, aku juga dapat sembilan ratus. Adil, bukan?”