Seorang Ceo muda karismatik, Stevano Dean Anggara patah hati karena pujaan hatinya sewaktu SMA menikah dengan pria lain.
Kesedihan yang mendalam membuatnya menjadi sosok yang mudah marah dan sering melampiaskan kekesalan pada sekretaris pribadinya yang baru, Yuna.
Yuna menggantikan kakaknya untuk menjadi sekretaris Vano karena kakaknya yang terluka.
Berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari bos nya di tambah kata-**** ***** sering Yuna dapatkan dari Vano.
Selain itu situasi yang membuat dirinya harus menikah dengan Vano menjadi mimpi terburuk nya.
Akankah Vano dan Yuna bisa menerima pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Stevani masih marah pada Riana, wanita itu begitu kecewa karna Riana sudah membuat hidup kakaknya berantakan. Vano baru saja di tinggal Juwita menikah dan sekarang harus terjebak dengan wanita yang tidak kakaknya inginkan.
"Bunda mau main sama onty Riana..." rengek Sheril yang memang cukup dekat dengan Riana selama ini. Saking bencinya Vani memutuskan pindah dari rumah, meminta di belikan rumah oleh Ayahnya meski harus berdebat dengan Devan suaminya yang mau semua jerih payah lelaki itu. Mau bagaimana, Vani bukan ayah dan ibunya yang dengan mudah memaafkan Riana. Menurutnya gadis itu perlu di berikan pelajaran, biar jera!
"Bunda, kangen oma sama opa!" Kenapa sih kita pindah Bunda?" giliran Axel juga merengek, Vani pening.
"Duh kalian jangan bikin bunda kesel bisa nggak sih!"
"Huaaaa!" Keduanya menangis bersamaan. Vani meninggalkan kedua anaknya menuju kamar mandi. Biasanya di rumah selalu ada ibunya dan juga Riana yang membantu menjaga kedua anaknya, namun sekarang ia harus menjaga kedua anaknya sendiri.
"Bunda!"
"Hei ada apa ini? kok nangis?" Devan yang baru pulang kerja mendekati kedua anaknya dan menggendong di sisi kanan dan kiri. "Ayah mau ke rumah oma opaaa." rengek Axel.
"Besok ya, tunggu ayah libur kerja."
"Mau nya sekarang ayah! huaaa!" Devan jadi bingung, ia tau istrinya masih belum berdamai dengan Riana, jadi bagaimana ini. "Iya nanti tapi nggak boleh nangis, kalau nangis ayah gak mau anter."
"Nggak ayah, Sheril nggak nangis." Sheril langsung diam begitupula Axel. Devan menurunkan kedua anaknya menyuruh mereka agar kembali ke kamar dan ia bicara dengan istrinya.
"Sayang, kamu di dalam?"
"Aku mau bicara, sini!"
"Aku lagi mandi, apa sih kamu." Devan tersenyum smirk, pria itu melepas kemeja nya dan mengambil kunci cadangan lalu membuka kamar mandi. Vani yang tengah asyik berendam menenangkan diri pun di buat kaget dengan tingkah suaminya yang tiba-tiba masuk ke dalam bath up. "Hii mas! apaan sih!"
"Biar cepet sayang, sini aku bantu gosok badan kamu." Devan menaikturunkan alis nya menggoda.
"Apaan! ga ada!"
"Sayang, niatku baik loh."
"Hii kamu nggak bisa apa liat aku santai sedikit!"
"Gak bisa, gimana dong?" dengan mudahnya Devan menarik Vani agar duduk di hadapannya, dengan tangan kekarnya ia memeluk tubuh kecil itu. "Kamu kenapa sih marah-marah terus sama anak-anak?"
"Ya aku kesel."
"Mereka kan masih kecil ga tau permasalahan orang dewasa."
"Iya iyah, aku terus yang salah." Devan terkekeh mencium tengkuk istrinya gemas meninggalkan beberapa karya. Stevani mati-matian untuk tidak mengumpati suaminya.
"Habis ini ke rumah mamah yuk!" Devan menuangkan sabun cair dan mulai menggosok-gosokkan ke tubuh istrinya, tentu saja dengan modus grepe-grepe. Dasar laki!
"Ih Males."
"Jangan begitu, sayang. Gak boleh marah lama-lama. Nanti masuk neraka loh." ancam Devan seperti sedang menasihati anak kecil.
"Hii kamu mana ngerti perasaanku! kamu baru kenal Riana, aku udah lama. Aku nggak nyangka aja dia begitu tega sama kakak." Ujar Stevani dengan menggebu-gebu.
"Mungkin ini sudah takdir Tuhan. Kita ambil positif nya aja, mungkin dengan begini Vano akan cepat move on dari Juwita." Stevani terdiam mendengar petuah suaminya yang sedikit gesrek sekarang sedang mode dewasa itu.
Plak!
"Tangannya."
"Kangen sayang."
"Nggak."
"Dosa loh nolak ajakan suami."
"Kalau suaminya kayak kamu kayaknya enggak deh." canda Vani membuat Devan cemberut. "Emang aku kaya apa hah? terima ini sayang."
Cup.
Cup.
"Aah geli! Devan!"
"Teriak sayang."
Setelahnya hanya terdengar suara-suara aneh dari dalam kamar mandi mewah tersebut. Vani selalu di buat tak berdaya jika Devan sudah melancarkan serangan padanya. Mereka selesai mandi satu jam kemudian dan setelah nya berangkat menuju rumah orang tua Vani sesuai kemauan kedua anak mereka.
***
Malamnya.
Vano berdiri di depan cermin memastikan penampilannya wangi dan perfect bagaimanapun ia selalu ingin terlihat mempesona di depan siapapun, meski ia belum bisa mencintai Yuna sepenuhnya. Yuna sendiri duduk di atas ranjang sambil bermain ponsel. Vano tak di pungkiri gugup, ini kali pertama ia berbagi tempat tidur dengan perempuan lain. Ia berdehem untuk membuka obrolan dengan Yuna yang kelihatan cuek sekali. Apa perempuan itu biasa saja?
Ehem
"..."
Ekhhmm!
".."
"EKHHEMMM.."
"Berisik!" Vano terkekeh karena akhirnya wanita galak itu bersuara juga, rasanya ada yang kurang kalau belum melihat Yuna marah-marah. Vano duduk di sisi ranjang yang lain dan mulai membuka obrolan.
"Heh Yuna."
"Apa?"
"Tentang pernikahan kita."
"Cuma sementara kan? saya tau anda pasti bakal bilang begitu." Yuna hanya menebak saja.
"Sok tau.:
"Ya terus apa? anda tidak mungkin mau mempertahankan pernikahan ini?" Yuna tidak percaya Vano begitu mudah menerima dan mau bertanggung jawab padanya, ia tau Vano cuma pura-pura dan Yuna masih waras tidak menghabiskan sepanjang hidupnya dengan orang yang tidak mencintainya, satu yang Yuna syukuri kemungkinan besar ia tidak hamil selepas kejadian itu.
"Terserah apa yang kamu pikirkan sekarang, yang jelas aku serius waktu bilang mau menerima kamu." Ujar Vano tulus di sertai senyum manisnya namun Yuna malah menatap terus ponselnya.
"Yuna kau dengar tidak apa yang kubilang barusan?"
"Tuan muda, anda! ah! anda anak kecil, bukan tipe saya!" bayangkan sajalah jarak usia mereka yang terpaut enam tahun! Meski Yuna tergolong imut karna pendek dan mukanya yang baby face, tapi tetap saja!
"Beratti kau tidak normal!"
"Apa?"
"Hhmm semua orang menyukai ku Yuna. Aku paket komplit, tampan, tinggi, kaya, putih, baik sikap mana yang nggak masuk kriteria kamu?" Narsis Vano sambil membenahi tatanan rambutnya.
Hoek.
Yuna mual.
"Ya ya ya itu memang benar. Tapi tetap saja anda bukan tipe saya." Yuna terdiam memikirkan haruskah ia melakukan ini?
Melihat Yuna terdiam Vano tersenyum pongah.
"Kenapa ? berubah pikiran? ayolah terima aku Yuna, kita bisa coba jadi teman dulu kan." Vano sudah membulatkan tekadnya sekarang lagipula juga mereka sudah menikah dan mereka akan bertemu setiap hari masa harus bertengkar terus kan tidak mungkin.
"Tidak, saya mau kita membuat kontrak pernikahan."
"Kau mau membuat orang tuamu kecewa?" lirih Vano tak menyangka Yuna melakukan hal-hal yanh sering ia lihat di drama murahan.
"Ya, bagaimanapun kita tidak pernah sedekat itu sebelumnya kan Tuan."
"Aku bahkan sudah melihat semua lekuk tubuhmu Yuna."
"Vano!" pipi Yuna bersemu kemerahan mendengar rayuan tidak sopan itu.
"Hahaha! wajahmu merah! kau makin jelek!" ejek Vano puas melihat wajah marah gadis itu. Vano sampai memukuli pahanya.
"Hiih diam!"
"Ok! ok! jadi kontrak seperti apa yang kamu tawarkan?" Vani bersikap seperti sedang menghadapi rekan bisnis nya membuat Vano sedikit tegang karna aura yang Vano pancarkan.
"Ini saya membuatnya, anda baca dan tanda tangani." Yuna menyodorkan dua lembar kertas dan sudah bermaterai juga lengkap dengan tanda tangan gadis itu.
Vano membaca nya dengan teliti dan itu membuat Yuna sedikit was was.
"Oke semua di terima kecuali poin kedua."
"Apa?"
"Aku tetap mau ada kontak fisik."
"Tapi saya tidak!"
"Terserah kau setuju atau tidak yang jelas ini kesepakatan dua orang kan? Aku berhak berpendapat."
"Tuan please lah. Kita tidak saling mencintai."
"Seiring waktu kau juga akan mencintaiku. Aku mau membuka hati untuk pernikahan kita Yuna."
"Tapi saya tidak."
"Jangan begitu, masa depan kan tidak ada yang tau, nanti kalau kau hamil kau mau minta tanggung jawab siapa? jangan kekanakan."
"S-saya tidak hamil." Yuna yakin, sebentar lagi ia pasti menstruasi.
"Yakin? belum ada satu bulan, aku tidak mau anakmu memanggil ayah pada pria lain Yuna, anakku milikku! kau dengar." Ujar Vano kali ini dengan tatapan serius dan terdengar posesif.
"Tapi tidak perlu kontak fisik juga kan?"
"Hei kau istriku."
"Istri sementara."
"Selamanya Yuna! jadi iya atau tidak?"
"Ish ya udah iya, tapi tidak berlebihan."
"Peluk dan cium boleh?"
"Gak! pegangan tangan aja."
"Heh mana ada seperti itu." protes Vano tak terima, meski belum cinta bibir Yuna memang selanjutnya itu, ini saja ia sudah ingin mencecapnya lagi. Ya katakanlah kalau ia licik tapi tidak ada yang salah kan? toh sekarang mereka halal, tidak cinta bukan berarti tidak nafsu.
"Ada, itu juga kontak fisik kan?"
"Oke kali ini aku terima, aku akan membuat kamu jatuh cinta kurang dari sebulan Yuna! lihat saja nanti." Ujar Vano percaya diri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...