Baras kabur dari neraka. Ia melarikan diri ke bumi untuk bersembunyi. Handari penjaga pintu neraka mengejarnya.
Baras merekrut makhluk gaib golongan hitam untuk membantunya melawan Handari.
Tapi itu tidak akan mudah. Karena golongan putih berpihak kepada Handari.
Terjadilah perang besar. Sejauh mana makhluk bumi terlibat dalam masalah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SUKU PEDALAMAN
Hamka, Jihan, Lavi, dan Idrus Khas baru saja berjalan beberapa langkah untuk turun ke pemukiman orang-orang suku pedalaman yang telah mereka temukan.
Tapi tiba-tiba mereka harus berhenti. Mereka disambut oleh tuan rumah. Tentunya dengan sambutan yang tidak menyenangkan.
Leher-leher keempat anggota tim divisi lapangan departemen gaib itu terkena panah bius yan ditembakkan dari jauh. Keempatnya sadar jika mereka sedang diserang. Hamka menginstruksikan kawan-kawannya untuk jatuh pingsan.
“Jatuh, pura-pura tidak sadarkan diri” kata Hamka.
Sebenarnya senjata bius suku pedalaman itu tidak mempan bagi mereka berempat yang telah berada di tingkatan ilmu yang tinggi. Bius orang-orang suku pedalaman itu sudah terlalu kuno.
“Kenapa tidak melawan saja?”, kata Idrus Khas.
“Lebih baik begini. Kita akan ditandu dan dibawa ke tempat mereka”,
“Tidak perlu jalan kaki lagi”,
“Kita juga tidak akan dianggap sebagai ancaman”, tegas Hamka.
Sesaat kemudian. Orang-orang suku pedalaman itu bermunculan dari semak-semak hutan. Mereka menghampiri manusia buruan mereka yang telah berhasil mereka bidik dan mereka bius. Pikir orang-orang suku pedalaman itu.
Hamka, Jihan, Lavi, dan Idrus Khas ditandu dan diikat oleh orang-orang suku pedalaman. Para penyusup itu dibawa ke pemukiman tempat mereka tinggal untuk diadili.
Mereka berempat bangun dari pura-pura pingsan. Kini Hamka dan kawan-kawan tengah terkurung di sebuah penjara kayu. Jika mereka ingin melarikan diri, mereka bisa dengan mudah melakukannya. Tapi bukan itu tujuan mereka kemari.
Lavi dan Jihan berteriak-teriak. Dua perempuan itu mencoba bermacam-macam bahasa suku pedalaman yang telah mereka pelajari. Semoga ada bahasa yang bisa mereka kuasai sesuai dengan bahasa suku pedalaman yang tengah menawan mereka.
“Diam kalian jangan berisik”, salah seorang penjaga mendatangi mereka.
Beruntung Lavi dan Jihan mengerti bahasa suku itu. Begitu juga dengan Hamka.
“Kenapa kami ditangkap?”, tanya Hamka.
“Karena kalian telah memasuki wilayah kami”, jawab orang suku pedalaman itu.
“Kalau begitu izinkan kami bertemu dengan kepala suku kalian” kata Hamka.
“Kami sama sekali tidak bermaksud jahat dengan kalian”, imbuh Hamka.
“Tunggu sampai nanti malam. Kalian akan disidang”, terang orang suku pedalaman.
*
Pada malam harinya. Hamka dan kawan-kawan disidang oleh suku pedalaman tersebut sebagai penyusup. Mereka dihadapkan kepada kepala suku dan para hakim tetua di sana.
Kepala suku memimpin pengadilan tersebut.
“Silahkan salah satu dari kalian menjelaskan alasan kenapa kalian datang ke tempat kami”, kata kepala suku.
“Namaku Hamka. Dan ini teman-temanku. Ada Jihan, Lavi dan Idrus Khas”,
“Kami sama seperti kalian. Tapi kami berasal dari dunia luar yang jauh dari sini”,
“Kami datang kemari ingin menyampaikan berita”, kata Hamka.
“Berita macam apa yang kalian ingin sampaikan kepada kami?”, tanya kepala suku.
“Aku akan memberitahukannya”, lanjut Hamka.
“Dunia tempat kalian tinggal ini sudah ketinggalan zaman”,
“Kami yang hidup di dunia luar sudah sangat maju”,
“Lihatlah pakaian yang kami kenakan”
“Izinkanlah aku dan teman-temanku memperlihatkan barang-barang yang kami bawa dari tempat kami tinggal, pasti kalian akan takjub”, kata Hamka.
“Perlihatkan lah kepada kami”, kepala suku membolehkan.
Hamka, Jihan dan Lavi memperlihatkan barang-barang yang mereka bawa. Bukti-bukti bahwa peradaban dunia telah jauh maju berkembang.
“Izinkan kami mengajarkan hal-hal baru kepada kalian”,
Sidang turut disaksikan oleh semua orang-orang suku pedalaman yang tinggal di sana. Mereka semua meneteskan air liur, berdecak kagum menyadari bahwa selama ini mereka jauh tertinggal karena hidup di pedalaman hutan belantara yang terisolasi dari perkembangan zaman.
“Biarkan para hakim tetua merundingkannya”, kata kepala suku.
“Hukum di sini adalah tradisi dari nenek moyang kami yang tidak bisa kami ubah begitu saja”, kata kepala suku.
Para hakim tetua suku pedalaman itu kemudian berunding.
Tidak berselang lama. Salah satu dari hakim tetua suku pedalaman itu berbicara.
“Suku kami tidak akan bercampur dengan dunia luar”,
“Kalian bersalah, kalian harus dipasung” jawab putusan para hakim tetua suku pedalaman.
“Pasung… pasung… pasung… pasung…”,
“Pasung… pasung… pasung… pasung…”,
“Pasung… pasung… pasung… pasung…”,
“Pasung… pasung… pasung… pasung…”,
Serentak orang-orang di sana pun mulai berteriak. Mereka ingin mengakhiri hidup Hamka dan kawan-kawannya. Seperti inilah hal yang selalu terjadi jika ada orang asing yang memasuki wilayah mereka.
“DIAM”,
“IZINKAN AKU BERBICARA SEKALI LAGI”, tegas Hamka.
“Wahai orang-orang suku pedalaman”,
“Bukankah kalian telah melihat sendiri bukti-bukti nyata yang telah kami bawa”
Orang-orang suku pedalaman itu memang benar-benar takjub dengan dunia luar. Apalagi ketika Jihan memperlihatkan video yang memutar kondisi terkini di dunia luar tempat manusia tinggal.
“Aku juga akan membuktikan sesuatu”, kata Hamka lagi.
“Selama ini kalian telah ditipu. Para hakim tetua kalian adalah jin-jin hutan yang memperdaya kalian”, jelas Hamka.
“Benarkah itu?”, sang kepala suku penasaran.
“Buktikan kepada kami”, pinta kepala suku.
“Aku akan membuktikannya. Selama ini kalian hanya dimanfaatkan untuk kepentingan mereka”,
Dengan kesaktian ilmunya Hamka dan Idrus Khas membuka kedok asli para hakim tetua di suku pedalaman tersebut. Kumpulan orang-orang tua itu seketika berubah ke wujud asli mereka yaitu para siluman-siluman hutan.
Ada yang berkepala babi. Ada yang berkepala ayam. Ada yang berkepala anjing. Dan bentuk-bentuk kepala binatang lainnya.
Sontak masyarakat di sana begitu terkejut. Mereka juga terpukul. Sedih dan pedih. Ternyata selama hidupnya dari generasi ke generasi, mereka hanya diperdaya.
“BIADAB!”, reaksi kepala suku begitu marah.
Kepala suku langsung turun dari singgasananya. Ia melompat membawa golok penguasa. Ia lalu membunuh para siluman-siluman itu dengan cara menebas kepala-kepala mereka.
Lavi membantu kepala suku membunuh jin-jin lemah itu dengan menembaki mereka dengan peluru khusus yang memang dibuat untuk membasmi makhluk astral.
“Terimakasih”, ucap kepala suku setelah memastikan siluman-siluman itu semuanya mati.
“Jika ada yang ingin kalian beritahu lagi kepada kami, aku akan sangat berterimakasih”, tambahnya.
“Aku akan menunjukkannya”, jawab Hamka.
Lavi merakit sebuah senjata. Sebuah basoka ukuran sedang. Ia memasukkan peluru khusus.
“BOOM!!!!!”, bunyi basoka itu di tembakkan ke arah langit.
Tiba-tiba langit di atas hutan belantara tempat orang-orang suku pedalaman selama ini tinggal menjadi lebih terang. Selama ini sihir dari jin hitam telah memperdaya mereka. Orang-orang di sana menangis terharu. Ternyata dunia ini tak segelap yang mereka pikirkan.
“Tunjukkan aku tempat kalian sembayang”, pinta Hamka.
“Ikut aku”, ajak kepala suku.
Diikuti oleh semua orang di sana Hamka dan kepala suku menuju ke tempat orang-orang suku pedalaman selama ini melakukan sembayang.
Setibanya di tempat itu. Ada patung kepala banteng yang ukurannya sangat besar.
“Sosok jin siluman inilah yang selama ini telah menipu kalian”,
“Izinkan aku menghancurkannya”,
Hamka kemudian menghancurkan patung kepala itu.
Masyarakat di sana bereaksi dengan gembira. Selama ini mereka harus mengorbankan tumbal nyawa untuk patung yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi mereka.
“Terimakasih manusia dari dunia luar”, kata kepala suku.
“Kedatangan kalian telah membuat kami sadar”, tambahnya.
“Izinkan kami tinggal untuk beberapa hari”,
“Kami akan mengenalkan dan mengajarkan kalian tentang perkembangan zaman”,
“Aku akan mengajarkan kalian tentang adanya Tuhan yang wajib disembah, bukan berhala”, pinta Hamka.
“Kami suku pedalaman mengizinkannya”,
“Ajarkan kepada kami peradaban dunia yang baru”, pinta kepala suku.
Misi dakwah pedalaman berjalan mulus. Orang-orang pedalaman mau terbuka setelah diberikan bukti-bukti bersama penjelasannya. Dan kepercayaan lama yang hanya ilusi dari setan-setan telah berhasil dihancurkan.
yu gabung dengan GC BCM
d sini kita akan belajar bareng bersama Kaka senior juga mengadakan event tertentu seperti lomba puisi, pantun, dll ya
caranya mudah hanya cukup Follow akun saya saja maka kalian akan aku undang langsung masuk GC kami. Terima Kasih.