siapkan tisu sebelum membacanya ya geees.. cerita mengandung bawang 😅
" kamu harus menikah dengan Rayhan. Shena" ucap ibu lirih
"Kenapa harus Shena Bu? bagaimana dengan mas Arhan yang sedang berjuang untuk Shena?" aku menyentuh lembut jemari ibuku yang mulai keriput karena usia yang tidak muda lagi.
"menikahlah Shena. setidaknya demi kita semua, karena mereka banyak jasa untuk kita. kamu bisa menjadi suster juga karena jasa mereka, tidakkah ada sedikit rasa terima kasih untuk mereka Shena?"
ibuku terlihat memohon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTAMA KALI PERGI BERDUA
Astaghfirullah!” aku terperanjat kaget, melihat di yang hampir aku tabrak.
Aku menunduk melihat dia yang hanya menggunakan handuk itu. Rasanya aku tidak nyaman apalagi dengan tatapan horor darinya. Sangat menyeramkan sekali!
“Jangan membuat teh lagi, aku tidak akan meminumnya” ucapnya
Aku mengangguk dan melangkah ke luar dari kamar. “Shena” panggilnya. Aku berhenti melangkah, kembali menghadap ke arahnya yang masih tetap belum berpakaian. Ya Allah ujian apa lagi ini!
“Jangan berharap lebih dari hubungan ini” ucapnya lagi
Nyes! Rasanya ada yang lain di hatiku. Hatiku meleleh dan rasanya sulit untuk di bekukan kembali. Meleleh bukan karena terpukau tapi sakit namun tak berdarah. Apakah aku terlalu berharap dengannya?
“Aku hanya berusaha menuruti keinginan Ibu, tidak lebih dari itu” sambungnya.
Aku mengangguk, tanpa sadar ada butiran bening keluar dari pelupuk mataku. “Aku paham mas. Baiklah aku akan melihat ibu” ucapku langsung melangkah cepat menjauh darinya.
Entah kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah dan terasa bergetar hebat. Berulang kali aku ber istighfar sambil berpegangan erat di anak tangga.
Aku kembali fokus kepada ibu mertuaku bagaimanapun aku harus tetap mengurusinya, aku harus tetap bekerja. Saat ini hanya status saja yang berbeda tapi tidak dengan apa yang aku kerjakan.
Aku mendekati ibu mertuaku yang sudah menungguku sejak tadi.
“Shena, kenapa matamu merah?”
“Ha?” aku memandang ibu sekilas, aku mencoba mengucek mataku di hadapannya. “baru selesai makan, Bu. Kepedesan tadi” bohongku demi menutupi semua dari mertuaku itu.
“ibu kira kamu menangis Shena” ucapnya sambil mengelus lembut lenganku.
Aku memandikan ibu dengan ceria, melupakan sesak yang baru saja aku rasakan barusan. Mencoba tenang dan sabar, agar ibu tidak ikut kepikiran.
Selesai memandikan ibu seperti biasa aku membawanya ke taman dan menyuapi ibu mertuaku itu.
“Mau ke kebun?” tanya ibu kepada Mas Rayhan ketika mas Rayhan lewat di depan kami
“Iya bu” jawabnya dengan santai.
“Luangkan waktu mu sebentar saja untuk Shena, Ray> sehari saja kalian menikmati jalan – jalan berdua selayaknya suami istri. Ibu belum pernah melihat kalian berdua selama kalian menikah. Luangkan waktumu Rayhan”
“Ibu, Shena tidak apa – apa kok. Lagian Mas Rayhan sibuk memantau pekerjanya kan? ibu juga butuh teman, Shena tidak mungkin meninggalkan Ibu sendirian di rumah” ucapku.
“Sebaiknya kita cari pembantu saja. Biar Shena tidak kewalahan mengurus ibu di rumah.” Ucap Ibu seraya menatap Mas Rayhan
“Tidak perlu Bu. Shena tidak kewalahan kok” ucapku mengelus lengan ibu dengan lembut.
“Nanti Rayhan cari orang” sahut mas Rayhan
Aku menoleh sekilas ke arah Mas Rayhan yang menatap ke arahku. Apa aku jelek sehingga dia tidak mau melihatku. Ah, tidak kata orang aku cantik, aku mempunyai mata lebar, alis tebal dan bulu mata lentik. Dan postur tubuhku yang proporsional. Kulitku juga putih bersih. Aku rasa aku tidak sejelek itu.
...****************...
Semenjak permintaan ibu itu, Mas Rayhan semakin jarang bicara padaku, walaupun aku selalu melayaninya selayaknya istri kepada suami. Aku selalu membuatkannya teh walaupun tidak pernah dia minum. Tapi aku tidak akan mengabaikan kewajibanku sebagai istri, mungkin ini caraku untuk mendapatkan Ridho – Nya.
“Berapa kali saya katakan, jangan membuat teh lagi. aku tidak akan meminumnya” tegasnya pagi itu dengan tatapan kesal.
“Terserah mau di minum atau tidak mas, aku akan mengerjakan tugasku sebagai istrimu walaupun kamu tidak menganggap ku. Dan aku juga tidak mengharapkan lebih darimu” ucapku tegas pula kali ini.
Aku pergi meninggalkan dia di kamar. Kali ini aku tidak peduli dengan sikapku yang mungkin dianggap nggak sopan san salah olehnya. Toh aku hanya menjalankan tugasku saja.
“Mbak, sarapan sudah siap” ucap seorang Art baru yang bekerja di rumah kami saat ini.
Aku tersenyum ramah menanggapi dia. Dan aku harus mengurus ibu.
“Buatkan saya teh”
Aku berhenti melangkah, seketika aku menoleh ke sumber suara. Ya Mas Rayhan meminta kepada Art itu untuk membuatkannya teh. Sakit rasa hati ini. Tapi aku meyakinkan diri sendiri ‘ Ayo Shena! Kamu kuat! Aku kembali menyemangati diri sendiri
Aku harus bertahan sampai nanti tiba waktunya untk aku berhenti berjuang. Sebulan iya baru sebulan tapi kenapa rasanya lama sekali Tuhan?
...****************...
“Kalian jalan – jalan saja berdua, habiskan waktu kalian sekali saja biar Ibu bersama Lia di rumah” ucap ibu.
Aku dan Mas Rayhan bersiap untuk pergi. Aku tidak tahu kemana kami akan pergi, karena ini paksaan dari Ibu mertuaku
“Kalau butuh apa -apa segeralah telpon Shena, Bu.” Ucapku sebelum kami pergi meninggalkan Ibu.
“jangan berlebihan Shena. Ibu baik – baik saja kok, lagian ada Lia juga sekarang yang menemani Ibu” jawab Ibu meyakinkan aku kalau Ibu baik – baik saja.
“Baiklah kami pergi dulu Bu” pamit Mas rayhan dan juga aku.
Aku dan Mas Rayhan melangkah menuju mobilnya. Entah mau kemana kami berdua. Yang jelas ibu memaksa kami berdua untuk menginap dan kembali keesokan harinya.
“Mas, kita mau kemana?” tanyaku
Mas Rayhan tetap fokus menyetir dan tidak menghiraukan ku. Sunyi, hening bahkan tidak ada satu katapun yang dia ucapkan. Apakah aku mulai berharap lagi? aku harus sadar diri, aku tidak boleh berharap dengan manusia, aku takut akan rasa sakit itu sendiri.
Aku memainkan ponsel, mencoba mengabaikan dia juga. Melihat – lihat status dari pertemanan di akun media sosial. Lama kelamaan aku merasa nyaman, aku sampai lupa ada mas Rayhan di sebelahku.
“Turun” ucapnya tiba – tiba dengan suara datar setelah menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah sederhana yang aku tidak tahu ini rumah siapa. Aku mengikuti langkahnya sampai dia membuka pintu rumah itu. Aku ikut masuk, ku pandang semua sudut rumah itu tapi aku tidak akan bertanya atau mengatakan apapun lagi.
“kamu tidur di kamar sebelah. Jangan ganggu kau” ucapnya sambil menunjuk sebuah kamar dan dia langsung pergi masuk ke dalam sebuah kamar
Aku memandang kepergiannya itu, ku toleh ke arah kamar yang di tunjuknya tadi. Itu artinya kami pisah kamar bukan? Baiklah, mungkin ini salah satu kebaikan. Daripada aku tidur dengan rasa tak nyaman dengannya.
“Mungkin ini yang terbaik, aku bisa tidur nyenyak. Tanpa peduli apapun lagi. termasuk sikapnya itu.
Aku masuk ke kamar itu, ku pandangi semua sudut kamar berukuran 4 kali 4 itu dengan seksama. Aku melangkah ke arah ranjang berukuran sedang itu. Aku rebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk itu. Ah rasanya nyaman sekali, dan membuatku merasa mengantuk dan langsung tertidur.
Saking nyenyak nya aku tidur aku sampai melewatkan waktu sholat ashar. Dan itu membuatku kalang kabut
“Ya Allah Ya Tuhanku, ampuni semua dosa – dosaku dan kedua orang tuaku. Beri aku kesabaran dan keikhlasan seluas samudra. Mungkin ini belum apa – apa, tapi aku ikhlas dengan apapun takdir Mu. Mungkin ini termasuk perjuangan dalam pernikahanku yang aku belum mengerti”
Aku berdoa di akhir sholat ku, berharap banyak ke pada tuhanku, berharap ridho – Nya. Aku percaya itu yang terbaik untukku
paling yaah jealous 2 dikit laaah
manusiawi kok...
biar si Rayhan 'lupa' pd naila..
kini dia hrs menjaga shena, masa depan nya
apa aj itu isinya????
wkwkwk
stlh shena sembuh,
gugat cerai ajalah si Rayhan...
Kdrt pun...
hahhh.
walaupun cerai itu boleh tp ttp dibenci.Alloh....
dan shena masa depanmu..
Ray...
bisakah kamu membedakannya?
bukan berarti kamu hrs melupakan Naila...
pria bermuka dua