Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Enam Belas
Di kediaman orang tua Ana, tampak ayahnya sedang duduk termenung di ruang keluarga. Hari ini ayah Ana tak masuk kerja karena merasa kurang enak badan.
Di dalam kamar tampak Erik yang sedang bersiap-siap untuk kerja. Sejak menikah mereka memang tinggal bersama di rumah ayah kandungnya Ana itu.
"Mas, ingat ya, aku mau kamu pinjam uang di koperasi. Aku mau beli gelang. Masa tetangga sebelah itu selalu meledekku, katanya ini karma bagiku karena merebut kamu dari Kak Ana sehingga hidupku susah terus. Aku mau buktikan jika aku dan kamu bahagia," ucap Ayu.
Erik menarik napas berat. Sejak menikah dengan Ayu, ada saja permintaan istrinya itu. Sehingga uang gajinya dari bulan ke bulan selalu saja kekurangan.
Apa lagi anak mereka yang sejak lahir sudah menderita penyakit jantung bawaan sehingga harus berobat setiap saat. Beruntung tidak dalam tingkat yang parah. Hanya gejala ringan, tapi tetap saja anak mereka sering sakit dan kelelahan karena penyakit yang di derita.
"Hutang yang kemarin saja belum lunas, bagaimana mungkin aku meminjamnya lagi?" tanya Erik.
"Aku tak mau tau, kamu harus cari uang untuk belikan aku gelang. Mereka selalu menghinaku, apa lagi di tambah Chika anak kita yang sering sakit. Katanya itu karma bagiku," ujar Ayu.
Erik kembali tampak menarik napas dalam dan membuangnya. Itu dia lakukan berulang kali. Dia lalu mendekati sang putri. Anaknya itu tidak selincah bocah yang lain. Usianya sudah enam bulan.
Kelainan jantung bawaan pada bayi atau anak yang lebih kecil biasanya gejala berupa kesulitan makan atau menyusui karena sesak sehingga akan menyebabkan gagal tumbuh.
"Chika Sayang, kamu sedang apa?" Erik bertanya dengan putri kecilnya yang sedang berbaring sambil menggigit mainannya. Dokter mengatakan kemungkinan sembuh pada putrinya itu ada, asal pengobatannya rutin karena anaknya tidak mengalami jantung yang berbahaya.
Pada beberapa kasus, penyakit jantung bawaan dapat sembuh secara alami seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun, ada juga kasus di mana intervensi medis atau pembedahan diperlukan untuk memperbaiki kelainan jantung.
"Chika, papa pergi kerja dulu. Jangan rewel ya. Anak papa pasti kuat. Sebentar lagi pasti sembuh," ucap Erik.
Erik terkadang kasihan melihat putrinya, dalam usia masih bayi, baru enam bulan, Ayu sering memarahinya jika anak itu rewel dan sakit.
"Nanti aku usahakan cari uang pinjaman, tapi aku nggak janji. Seharusnya kamu buktikan pada mereka jika kamu dan aku itu tidak terkena karma dengan rutin membawa Chika ke rumah sakit, agar dia bisa sembuh total. Kasihan dia sebenarnya, dalam usia masih bayi dia harus berperang dengan penyakit dan mama yang tantrum seperti kamu!" ucap Erik.
Mendengar ucapan Erik, istrinya tak bisa terima. Selalu saja suaminya itu menasehati agar dia sabar menghadapi anaknya.
"Jangan asal bicara saja! Kamu bisa sabar dan nggak tantrum menghadapi anakmu karena hanya beberapa berhadapan dengannya dan dia harus tidur karena telah malam. Sedangkan aku dari dia bangun hingga tidur lagi harus menemani dan menjaganya. Coba kau jaga dia sepenuhnya selama satu minggu saja. Apa kau masih tetap sabar, Mas!" seru Ayu dengan suara tinggi.
Suara Ayu yang besar membuat Chika terkejut, sehingga bocah itu menangis. Apa lagi dia mengidap jantung bawaan. Putri mereka menangis terisak. Erik lalu mendekati dan menggendongnya. Tubuh kurus dan mungil anaknya, dipeluknya erat.
"Apa kamu tak bisa merendahkan nada bicaramu, Ayu. Kamu'kan tau anak kita Chika memiliki kelainan jantung. Apa kamu mau dia jadi kena serangan jantung?" tanya Erik dengan suara tertahan, takut putrinya makin terkejut.
"Jangan sok-sokan, Mas. Kamu mana tau apa yang dia mau dan bagaimana cara menenangkan anak yang sedang tantrum!" seru Ayu masih dengan emosi.
Erik tak menjawab lagi ucapan Ayu, karena istrinya itu akan panjang kali lebar celotehannya jika diladeni. Apa lagi jika disalahkan.
Dengan menggendong putrinya, dia berjalan keluar kamar. Melihat ayah mertua duduk di sofa, Erik ikutan duduk di dekat ayah kandungnya Ana itu.
Refdi yang melihat anaknya Ayu itu menangis lalu mendekati Erik. Dia kasihan melihat putri mereka yang menangis terus.
"Ada apa dengan Chika, kenapa pagi ini dia cengeng?" tanya Ayah.
"Kaget mendengar suara Ayu yang seperti orang kesurupan," jawab Erik. Tampaknya masih ada rasa kesal.
Ayah menarik napas dalam. Meraih Chika dari gendongan Erik dan mencoba menenangkan bayi itu. Akhirnya setelah cukup lama, bayi itu tenang dan terlelap. Mungkin capek karena menangis.
"Ayah kenapa tak kerja?" tanya Erik.
"Seminggu ini tubuh Ayah terasa lemah dan tak ada tenaga."
"Ayah rindu dengan Ana?" tanya Erik dengan suara pelan, takut Ayu atau ibunya mendengar.
Ayah tertawa getir mendengar pertanyaan Erik. Matanya memandang ke sembarang arah. Dia lalu kembali fokus ke bayi dalam gendongannya. Teringat Ana dulu yang juga sering sakit.
"Rindu itu bukan milik Ayah. Tak pantas rasanya mengatakan rindu setelah menorehkan luka yang begitu dalam. Ayah tak pantas dikatakan seorang Ayah," ucap Ayah dengan suara getir.
Sejak kepergian Ana, baru Ayah menyadari kesalahannya selama ini, yang telah mengabaikan anaknya. Walau selama lima belas tahun dia tak pernah memeluk putrinya, tapi dalam diam dia selalu memperhatikannya. Masih dapat melihat wajahnya. Berbeda saat ini, dia sama sekali tak tahu kabar Ana.
"Kenapa Ayah tak mencari tau ke kantor tempatnya bekerja dulu. Biar aku temani. Jika Ayah kandung yang bertanya, mungkin mereka masih mau mengatakan. Aku pernah mencoba mencari tau, tapi tak ada yang mau membocorkan," ucap Erik.
"Kau yang membuat dia sangat terluka, kenapa sekarang mencari tau keberadaannya. Jika aku tak pernah marah padamu, bukan berarti aku menerima kau melukai hatinya. Aku membiarkan kau menikah dengan Ayu karena berharap dia dapat yang lebih baik darimu. Mungkin bagi Ana caraku salah dengan tidak mencegah pernikahanmu, menganggap aku membela Ayu. Padahal aku tak ingin dia masih mengharapkan kamu. Kau tak pantas untuk Ana!" ucap Ayah Refdi dengan suara tegas.
Erik terdiam mendengar ucapan mertuanya itu. Jadi selama ini Ayah Ana itu menyimpan dendam dan amarah dengannya. Cuma ditutupi karena tak mau Erik berpisah dari Ayu.
Ayah takut, jika Erik dan Ayu berpisah, anaknya mau kembali. Sedangkan baginya Erik bukan pria yang pantas untuk sang putri.
"Aku sadar Ayah, aku bukan pria yang baik. Aku tak pantas untuk Ana. Tapi perlu Ayah tau, jika cintaku pada Ana itu tulus. Sampai detik ini rasa itu tak berubah. Aku menyesal karena tergoda untuk mendua hanya karena saat itu merasa bosan dengan hubungan kami yang telah berjalan lama," ucap Erik.
Tanpa mereka sadari, Ayu berdiri di belakang Erik. Dia sengaja batuk kecil agar kedua pria itu menyadari kehadirannya. Dia tak suka mereka membicarakan Ana dan memuji wanita itu.
"Ayu ...," ucap Erik, saat mengetahui siapa yang batuk.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...