Reina Amelia merupakan pembunuh bayaran terkenal dan ditakuti, dengan kode name Levy five. Sebut nama itu dan semua orang akan bergidik ngeri , tapi mati karena menerima pengkhianatan dan gagal misi.
Namun, Alih-alih beristirahat dengan tenang di alam baka, jiwa Reina malah masuk ke tubuh seorang siswi bernama Luna Wijaya yang merupakan siswi sangat lemah, bodoh, jelek, dan menjadi korban bullying di sekolah.
Luna Wijaya, yang kini dihuni oleh jiwa pembunuh bayaran, harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kehidupan sekolah yang keras hingga mencari cara untuk membalas dendam kepada keluarga dragon!
“Persiapkan diri kalian … pembalasan dendamku akan dimulai!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.A Wibowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
BUKU Vongola merupakan salah satu benda rahasia turun temurun dari keluarga vongola yang sangat dirahasiakan. Katanya hanya segelintir orang terpilih saja yang berhak memilikinya.
Benda ini bukanlah semacam buku biasa, melainkan adalah segudang informasi berharga yang tidak ternilai harganya. Buku itu berisi pelatihan fisik dan kekuatan rahasia dari keluarga Mafia Vongola, dan beberapa catatan tentang informasi penting lainya.
Bisa juga berisi mengenai sejarah keluarga Vongola, dan mengenai cara keluarga Vongola berkuasa di dunia bawah. Secara normal hanya bos tiap generasi saja yang boleh mempunyai buku tersebut.
Buku itu terlalu berharga! Tidak boleh menjadi milik orang lain.
Terlebih bila jatuh ditangan yang salah, maka akan berakibat fatal.
***
Luna berjalan di koridor sekolah yang Sunyi. Langkahnya tegas dan mantap. Tiap berjalan, ingatannya kembali terngiang akan kejadian malam hari kemarin.
Pertemuan dengan Levy one atau si Thomas boleh jadi langkah pertama untuk pembalasan dendam yang ia lakukan.
Untuk selanjutnya ia akan mencarikan tahu informasi tentang keluarga geng Elang melalui Niko. Oleh sebab itu dia berjalan kaki, menuju kelas 13 D tempat Niko berada.
Namun ketika ia datang ke kelas tersebut ternyata Niko tidak berada di sana, ia dilarikan diri ke rumah sakit atas tindakan kekerasan yang dilakukan Luna. Tampaknya tangan dia patah.
Luna menggerutu dalam hati, kalau tahu gini ia akan menahan diri kemarin. Sekarang aset informasi menghilang, padahal Luna berencana untuk mengintrogasi Niko. Mencari tahu kediaman keluarga Elang dan mencuri buku Vongola.
Begitulah rencana yang ia dapatkan kemarin malam.
"Kalau begitu kamu, ini tugas pertamamu Luna. Cari tahu keberadaan geng Elang yang baru!" Perintah dari Ryan masih bergema di telinga Luna.
"Bukankah kamu seharusnya tahu dimana itu berada? Secara pada malam itu kamu dikejar karena disangka mencuri."
Ryan menggelengkan kepala. "Kamu salah. Pada malam hari saat aku dikejar geng Elang, memang benar aku berencana mencuri buku itu. Tapi bukan di markas keluarga Elang—dan tentu aku tak sebodoh itu untuk nekad masuk sendiri.
"Pada malam hari itu sebenarnya ada rapat untuk semua aliansi keluarga Elang. Dan setelah rapat selesai, saat bos keluarga Elang lengah aku mencoba muncuri. Walau gagal total dan aku hampir terbunuh ... Intinya cari saja keberadaan kediaman markas mereka. Setelah itu mari berkumpul lagi."
Luna menghentakkan kaki sebal. Menurut teman sekelas, Niko akan kembali dari rumah sakit sekitar sebulan.
Jangan bercanda! Tak mungkin ia menunggu selama itu.
Pada saat pikiran si gadis berkutik pada satu hal. Suara sepatu melangkah terdengar. Tiga lelaki mendekati Luna. Mereka gagah, tampan. Salah satu Lelaki disana bahkan merupakan incaran para wanita di SMA Luna.
Sebut saja trio pria cakep. Terdiri dari Brian, Angga, dan Yusuf. Sebut nama itu maka semua siswi perempuan akan gemetar dan berteriak histeris. Namun agaknya berbeda dengan Luna yang malah berdecik malas.
"Si buaya darat lagi," gumamnya. Semenjak dia reinkarnasi di tubuh Luna, ia terus mendapatkan rayuan dan pendekatan dari Brian.
Luna sampai dibuat jenggah olehnya. Luna yang dulu selalu dihina dan sekarang disukai hanya karena paras berubah, bukankah itu terlalu konyol.
"Hei, Luna kita bertemu lagi." Sapa Brian tersenyum lembut. Percayalah, jika saja sekarang koridor tidak ramai, Luna akan menonjok wajah si badut ini.
Kegantengan trio ini menarik perhatian seantero sekolah. Bahkan kini koridor yang tadinya sepi menjadi ramai bukan main.
Suara bisik dan bisik menggelar.
"Itu, si Brian. Aduh genteng banget."
"Iya setuju. Dan dia gak sendirian, ada si Angga sama Yusuf. Astaga aku bisa mati hari ini!"
"Kalau aku paling suka sama Angga, matanya tajam. Kelakuannya dingin. Ketua klub basket pula berdamage." Komentar salah satu siswi wanita.
"Apa katamu? Si Yusuf jelas yang terbaik! Wajahnya putih, rambutnya keren. Wangi lagi, dia juga tinggi. Baik ramah pula."
"Brian lah yang paling bagus! Dia udah kayak gabungan mereka semua!"
"Yusuf!"
"Gak si Angga!"
"Dibilangin Brian!"
Wajah Luna menjadi masam karena mendengar persekutuan tak jelas. Jika disuruh memilih dari tiga pria ini. Ia jelas enggan. Kenapa wanita SMA identik suka dengan pria brengsek yang terbilang badboy.
Sebagai wanita yang lebih tua ia sama sekali tak paham.
Brian dan kedua temannya terkekeh, jelas senang mendengar bahwa mereka diperebutkan dan di teriaki, namun mereka Belum puas karena gadis incarannya malah memasang wajah tak sedap.
"Suasana jadi sangat ramai, ya." Angga maju, berkata dengan nada dingin. Ia melirik ke arah kerumunan wanita yang menatapnya penuh ingin. "aku benci keramaian, gimana kali kita pindah tempat yang lebih sepi, Gadis cantik."
"Ogah"
"Jangan judes gitulah." Kali ini Yusuf yang terkenal ramah dan penuh senyuman berkata. Ia mendekat, merentangkan tangan, dengan sok akrab merangkul Luna. "gimana kalau kita ke kantin bareng, yuk Brian yang teraktir."
Melihat tangan yang sok akrab merangkul, Luna langsung menepis dengan kasar. "Jangan sentuh, Napa. Dih!" ucapnya dengan nada kesal.
"Ngaco!" Putus Brian. "Gini aja, Lun. Lupakan si Angga dan Yusuf. Gimana kalau kita makan ke kantin, berdua aja. Aku mau makan sama kamu doang. Gimana?"
Godaan dari Brian dengan sangat PD. Brian tahu, bahwa cewe ini dulu Naksir berat dengannya maka dari itu dia melakukan serangan pertama.
"Kyaa!!"
"Bawa aku aja Brian!!"
Begitu teriakan para wanita. Sementara Luna sudah ingin muntah dan tangannya gatel untuk menonjok mereka. Dia baru saja kena masalah karena skandal Niko, jika buat masalah lagi besar kemungkinan dia kena skor. Maka ia harus sabar.
"Hei Brian! Ini gak seperti rencana kita! Jangan monopoli Luna sendiri!" Seru Angga dan Yusuf bersamaan.
"Gimana ya, tapi Luna pasti lebih milih aku lah. Daripada kalian. Benar bukan Luna?" tanya Brian.
"Brian kamu gak usah mulai ya. Luna bakal makan sama aku!" Tegur Angga
"Gak dia makan sama aku!" Kali ini Yusuf angkat suara
Mereka bertiga yang katanya besti sekarang saling berseru marah karena memperebutkan wanita. Hal ini membuat geger semua orang.
Luna mengigit bibir. Suara di koridor makin bising, ia benci suara berisik. Kini emosinya sudah meluap, ia sangat geram.
"Kalian ini! Aku gak akan—"
Ucapan Luna terputus kala suara kaki berjalan mendekatinya, ia tak sadar kala itu. Tiba-tiba saja seorang pria datang mendekati Luna.
Dia gagah, rambut hitam rapi, mukanya putih laksana salju, kacamata bulat di wajah membuat dia menjadi terlihat pintar.
"Gak, Luna ga akan makan sama kalian," ucap pria tersebut mendekat, kedua tangan di masukkan ke dalam saku.
Si pria itu tanpa permisi lewat begitu saja, merangkul Luna Seolah dia adalah miliknya.
"Luna bakal makan sama aku, benar begitu kan. Luna. Seperti biasa?" Lelaki itu tersenyum seraya menatap Luna dalam.
Sementara Luna mematung, kedua mata membulat. "Al?