Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.17
Tepat pukul 7 pagi, Noran keluar dari dalam kamarnya dengan penampilan yang sudah sangat rapi. Setelan jas hitam dipadukan dengan kemeja putih dan dasi garis-garis coklat putih membalut tubuhnya dengan sempurna. Tubuh Noran memang tidak terlalu berisi tapi otot-ototnya cukup kokoh dengan tinggi badan 183cm membuatnya terlihat jangkung tapi tetap proporsional.
Aroma masakan yang menguar memenuhi apartemen lagi-lagi menjadi daya tarik tersendiri bagi Noran. Ia bahkan sampai menelan ludahnya sendiri karena tiba-tiba saja ia ingin kembali menyantap masakan Nazila. Ia sendiri bingung, padahal dirinya bukanlah tipe suka makan tapi setelah beberapa kali hidungnya menangkap aroma masakan Nazila, ia bisa tiba-tiba saja lapar. Apalagi setelah untuk pertama kalinya semalam ia menyantap masakan Nazila, ia jadi ketagihan. Andai hubungan mereka tidaklah canggung, mungkin semalam ia sudah menambah karena terus terang saja, semalam ia belum benar-benar kenyang.
"Ekhem ... " Noran berdeham saat melihat Nazila hendak memasukkan sendok berisi nasi ke dalam mulutnya. Mendengar dehaman Noran, Nazila pun lantas menoleh dan meletakkan kembali sendoknya.
"Ah ... tuan. Tuan ... mau makan?" tanya Nazila ragu. Beruntung ia disini hanya berdua saja dengan Noran. Bila Diana ada mungkin ia akan merasa dibohongi karena di depan Diana ia memanggil Noran mas, padahal nyatanya ia masih memanggil tuan, sama seperti saat masih bekerja di perusahaannya.
"Boleh?" tanya Noran balik saat melihat hanya ada satu piring nasi goreng di atas meja. Ya, Nazila hanya membuat sepiring nasi goreng. Ia pikir Noran takkan mau sarapan seperti biasanya. Bukankah biasanya Noran mengacuhkannya, tapi mengapa sejak semalam pria itu sedikit melembut dan mau bertegur sapa dengannya. Bahkan semalam untuk pertama kalinya, Noran mau makan masakannya dan makan berdua di meja yang sama.
"Oh, silahkan bila tuan mau! Saya bisa buat lagi. Ini belum sempat saya cicip kok jadi aman. Tapi kalau tuan tidak mau, bisa saya buatkan lagi." ujar Nazila.
"Begini saja, ambil satu piring lagi. Ini terlalu banyak untukku jadi kita bagi dua saja, bagaimana?" tawar Noran memberi jalan tengah. Sontak saja hal tersebut membuat Nazila terbengong di tempatnya. Ia sampai menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal karena bingung dengan sikap Noran yang menurutnya aneh.
Mengangguk. Nazila pun segera mengambil satu piring dan sendok lagi. Ia juga membuatkan Noran segelas teh hangat tawar dan meletakkannya di samping piring yang isinya telah dibagi dua sama rata.
Kemudian mereka pun makan dalam diam. Hanya denting piring dan sendok yang mengalun di udara. Setelah selesai, Noran lun segera berpamitan dengan Nazila. Tak mau ambil pusing, Nazila mengedikkan bahunya acuh lalu membereskan semua piring kotor dan mencucinya.
Karena merasakan rindu dengan sang ibu, Nazila pun bersiap mengunjungi ibunya yang sudah seminggu ini tak dikunjunginya.
Setibanya di rumahnya, Nazila langsung berhambur memeluk sang ibu. Ibu Nazila hanya menatap datar Nazila dengan senyum tipis di bibirnya. Perlahan, ibu Nazila mengangkat tangannya dan mengusap puncak kepala Nazila. Walaupun hanya reaksi kecil, tapi itu sangat berarti bagi Nazila. Ia sangat bahagia bisa melihat senyum tipis ibunya dan merasakan usapan ibunya di kepalanya.
"Kabar ibu gimana? Ibu baik-baik saja kan?" tanya Nazila pelan sambil berjongkok di depan kursi roda ibunya.
Perlahan, ibu Nazila pun mengangguk. Hanya respon kecil seperti itu saja yang sanggup ibunya lakukan.
"Ibu udah sarapan?" tanya Nazila lagi dan ibunya kembali mengangguk. Bi Arum tersenyum melihat interaksi itu.
"Iya udah tapi cuma makan sedikit, La. Kayaknya ibu kangen kamu jadi nggak selera makan."
"Ibu kangen, Ila? Ila bawain bubur ayam, kita makan sama-sama ya, Bu. Ila tadi baru makan sedikit jadi udah laper lagi." ujar Nazila lalu ia segera ke dapur menyiapkan mangkok dan mewadahi bubur itu dan menyiapkan air putih.
Lalu ia meletakkannya di meja makan dan bi Arum segera mendorong kursi roda ibu Nazila ke meja makan.
Nazila pun menyuapi ibunya dengan sabar dan telaten. Memberi minum dan menyeka bibirnya yang sedikit belepotan dengan tisu yang telah Nazila siapkan.
Sementara itu, di perusahaan Malikindo, tampak Noran sedang melamun. Ia mulai berpikir, bisa saja apa yang dikatakan Nazila perihal ia yang tidak mengerti mengapa hari itu bisa berada di kamar Noran itu benar adanya. Dari sikapnya, ia dapat melihat kalau Nazila tidak sedikit pun memiliki ketertarikan kepadanya jadi untuk apa ia sampai menjebaknya. Bahkan Nazila bersikap acuh tak acuh dan datar sama seperti biasanya saat bekerja.
Ditambah lagi apa yang menimpanya di kolam renang tempo hari, seharusnya Nazila berhak marah karena merasa diabaikan. Bukan hanya tidak ditolong saat tercebur, tapi juga saat di rumah sakit, ia tidak menemuinya. Kalaupun pernah datang, itu hanya satu kali dan ia segera pergi saat melihat bagaimana cara Kevin begitu memperhatikan Nazila. Bahkan ia terang-terangan menyarankan Nazila bercerai darinya dan ia bersedia menerima Nazila apa adanya. Sebagai seorang laki-laki, terus terang saja Noran merasa tersinggung. Bagaimana pun Nazila berstatus sebagai istrinya, sah di mata hukum maupun agama, Kevin tak seharusnya bersikap seperti itu. Tapi tetap saja, ia merasa tidak memiliki hak untuk melarangnya. Beruntung, Nazila dapat menyikapi Kevin dengan bijak. Bahkan apa yang disampaikan Nazila cukup menyentil sudut hatinya, bagaimana Nazila yang tetap menghormati hubungan mereka sebagai suami istri dan bagaimana Nazila mencoba menghormatinya sebagai suami dengan tidak bersikap macam-macam. Tapi sampai kapan Nazila akan sanggup bertahan dari pesona seorang Kevin Prayoga Putra Angkasa?
Tak dapat ia pungkiri, Kevin memiliki pesona yang cukup memukau. Ia tampan, gagah, baik, ramah, pintar, kaya raya, dari keluarga terpandang dan juga baik-baik. Bisa saja sebenarnya Nazila telah tertarik dengan Kevin tapi karena statusnya saat ini membuatnya menjaga jarak. Tapi bila itu benar, haruskah ia bertahan atau melepaskan? Namun, bukankah hubungan mereka ini hanya sementara? Paling cepat 6 bulan dan paling lama 1 tahun?
Noran menghela nafas panjang. Keadaan ini sungguh membuatnya bingung. Entah mengapa ia jadi memikirkan Nazila saat ini.
Tring ...
Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dilihatnya, nama pengirimnya tertulis My Love.
Ia pun segera membuka pesan itu.
'*Hai, sayang!'
'Hai juga. Lagi dimana?'
'Di studio. Lagi break sebelum mulai pemotretan. Kamu semalam kemana sih? Kok aku telpon nggak diangkat?'
'Aku lembur. Pulangnya ketiduran.'
'Bukannya sibuk sama jala*ng itu kan!'
'Kamu kok ngomongnya gitu sih, Yang? Nggak baik.'
'Oh, kamu jadi belain dia? Sepertinya sekarang kamu jadi sering belain dia. Emangnya dia kasih kamu apa sih? Atau kalian udah having se x jadi kamu bisa luluh sama dia?'
'Sarah, kok makin hari kamu makin ngawur sih? Please, buang jauh-jauh pikiran buruk kamu itu. Aku nggak suka*.'
Brakkk ...
Noran melemparkan ponselnya ke atas meja tanpa mempedulikan ponselnya yang kini terus berdering. Mungkin itu Sarah yang kesal dengannya atau merasa bersalah.
Kini ia justru merasa lapar sebab sekarang sudah masuk jam makan siang. Tapi mengapa ia justru ingin kembali merasakan masakan Nazila? Noran menggelengkan kepalanya. Tak mungkin ia malah ketagihan dengan masakan Nazila. Padahal masakan Nazila itu cenderung sederhana tapi ... mengapa rasanya terasa begitu nikmat di lidahnya? Noran menghela nafas panjang. Tak mungkinkan ia pulang hanya karena ingin makan masakan Nazila? Apa yang akan dikatakan Nazila bila ia melakukan itu?
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...