Perang terakhir umat manusia begitu mengerikan. Aditya Nareswara kehilangan nyawanya di perang dahsyat ini. Kemarahan dan penyesalan memenuhi dirinya yang sudah sekarat. Dia kehilangan begitu banyak hal dalam hidupnya. Andai waktu bisa diputar kembali. Dia pasti akan melindungi dunia dan apa yang menjadi miliknya. Dia pasti akan menjadikan seluruh kegelapan ada di bawah telapak kakinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ash Shiddieqy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Semakin Dekat
"Masuklah!"
Aditya dan Rio masuk ke ruangan profesor Aldrin yang banyak didominasi oleh warna merah. Mereka melihat ada sebuah pedang merah yang sangat mencolok terpajang di pojok ruangan. Profesor Aldrin yang sedang duduk di kursinya menatap mereka lalu bertanya.
"Ada apa?"
Aditya mendekati meja profesor Aldrin lalu memberikan ramuan yang ia bawa kepadanya. "Kami sudah selesai membuat ramuan penyembuh."
Profesor Aldrin mengerutkan keningnya. "Ini kan baru dua bulan. Aku akan mengurangi nilai kalian jika kualitas ramuan kalian buruk," kata profesor Aldrin sambil mengamati ramuan di tangannya.
Profesor Aldrin melihat ramuan itu selama beberapa saat kemudian ia terbelalak. "Apa ini? Dari mana kalian mendapatkannya?"
"Kami membuatnya di laboratorium," jawab Aditya singkat.
"Jangan bercanda denganku! Alchemist akademi saja tak akan bisa membuat ini. Bagaimana mungkin kalian berdua melakukannya?" Profesor Aldrin memandang mereka berdua dengan tajam.
"Kami benar-benar membuatnya sendiri. Apa profesor tidak lihat botol laboratorium yang kami gunakan?"
"Itu alasan bodoh. Kalian bisa dengan mudah memindahkan isinya. Jangan main-main denganku Aditya!"
Aditya kemudian juga menunjukkan ramuan yang dibuat oleh Rio. "Ini juga ramuan yang kami buat. Apa menurut profesor kami akan membeli dua ramuan tingkat tinggi hanya untuk lulus dari kelas Anda?"
Profesor Aldrin membandingkan dua botol ramuan yang diberikan Aditya. Salah satu ramuan ternyata memiliki kualitas yang lebih tinggi dari yang lain. Dia merasa akan sangat sulit untuk menemukan dua ramuan penyembuh tingkat tinggi bahkan jika mereka pergi ke toko ramuan terbesar di ibukota.
"Baiklah jika ramuan ini memang buatan kalian, maka tunjukkan padaku bagaimana kalian membuatnya!" Profesor Aldrin berdiri dari kursinya dan mengajak mereka berdua kembali ke laboratorium akademi.
Sesampainya mereka di sana profesor Aldrin bisa melihat bahan-bahan herbal mahal yang berserakan dan peralatan yang sepertinya baru saja digunakan membuat ramuan. Profesor Aldrin menatap Aditya dan Rio bergantian.
"Aku perlu melihatnya dengan mataku sendiri bagaimana kalian membuatnya."
Aditya mengangguk kemudian mulai memilah bahan herbal yang tersisa di sana. Sepertinya masih cukup untuk membuat satu atau dua botol ramuan lagi. Rio yang diam akhirnya mulai bergerak membantu Aditya.
Profesor Aldrin melihat mereka berdua dengan tatapan yang sangat serius. Dia masih merasa tidak yakin, tapi melihat Aditya dan Rio yang sangat percaya diri dalam membuat ramuan menjadikan kebingungan profesor Aldrin semakin kuat.
Beberapa saat kemudian ramuan telah selesai dibuat. Profesor Aldrin kehilangan kata-kata saat ramuan yang baru mereka buat diberikan padanya. Dia tidak percaya dua murid akademi bisa membuat ramuan penyembuh tingkat tinggi dengan sangat mudah.
"Apa kami lulus?" tanya Aditya.
"Profesor Aldrin menghela napasnya kasar. "Aku tidak tau harus berkata apa pada kalian. Ini akan menjadi berita yang sangat besar jika asosiasi alkimia melihat ini."
"Jangan memberi tau ini kepada orang lain! Selama kami bisa lulus dari kelas Anda sudah lebih cukup."
Profesor Aldrin menyerahkan ramuan buatan mereka berdua kembali. "Baiklah, anggap saja kalian sudah lulus dari kelasku."
"Simpan saja, Prof! Kami bisa membuat lagi jika diperlukan."
Profesor Aldrin menggeleng. "Apa kalian tau berapa harga ramuan semacam ini? Kalian bisa mendapatkan puluhan bahkan ratusan miliar jika melelangnya."
"Kami tau, tapi kami bukan orang yang kekurangan uang, prof." Aditya tersenyum yang membuat profesor Aldrin semakin bingung dengan situasinya saat ini. Mereka berdua jauh lebih baik dan berbakat dari yang ia bayangkan. Ia yakin mereka berdua akan menjadi orang besar di masa depan.
"Baiklah, aku akan menyimpannya," kata profesor Aldrin pasrah.
"Terima kasih, Prof. Kalau begitu kami pergi dulu."
Profesor Aldrin menatap mereka yang berjalan keluar dari laboratorium dengan perasaan yang campur aduk. Dia ingin sekali memberi tau hal ini setidaknya pada kepala akademi. Tapi sepertinya akan lebih baik jika dia tetap diam.
...****************...
Profesor Aldrin masih duduk terdiam di ruangannya sambil mengamati ramuan di tangannya. Ramuan buatan Aditya ternyata masih lebih baik dari ramuan tingkat tinggi yang ia beli dari asosiasi alkimia beberapa tahun yang lalu.
Tiba-tiba profesor Aldrin mendengar ketukan di pintu ruangannya. Ia segera menyembunyikan ramuan yang ia pegang.
"Masuklah!"
Pintu ruangan terbuka dan masuklah seorang laki-laki yang memakai seragam siswa akademi. "Aditya? Ada apa lagi?"
Aditya duduk di kursi yang ada di seberang profesor Aldrin. "Aku ingin meminta bantuan Anda, prof."
Profesor Aldrin mencondongkan tubuhnya ke depan. Ia bisa melihat wajah Aditya yang sangat gelisah. Sepertinya Aditya sedang dalan masalah yang cukup serius.
"Ada apa? Aku akan membantumu jika aku mampu."
Aditya menarik napasnya panjang. "Aku harap profesor mau membantu melindungi keluargaku."
Profesor Aldrin menautkan alisnya. "Melindungi keluarga Nareswara? Melindunginya dari apa? Apa keluargamu punya masalah dengan keluarga lain?"
Aditya menggeleng. "Tidak. Hanya saja saya mendapatkan informasi bahwa akan ada orang yang menyerang keluarga kami."
"Bukankah ibumu adalah seorang Archmage?"
Aditya mengangguk. "Iya, tapi orang yang menyerang kami sepertinya memiliki delapan magic circle."
Profesor Aldrin menelan ludahnya. "Delapan circle? Apa informasi ini bisa dipercaya?"
"Saya sangat yakin, Prof. Saya tidak akan meminta bantuan Anda jika ini bukan hal yang mendesak."
Profesor Aldrin memandang wajah Aditya untuk mencari kebohongan, tapi yang ia temukan hanyalah tatapan cemas. Dia tidak boleh diam saja jika yang dikatakan oleh Aditya memang benar.
"Kau membuat ramuan penyembuh tingkat tinggi itu untuk memintaku membantumu, kan?"
Aditya hanya mengangguk. Untuk saat ini dia masih belum memberi tau ibunya tentang insiden pembantaian yang akan terjadi. Ia tidak ingin ibunya terlalu panik. Dia akan mengumpulkan orang-orang kuat yang ia kenal sebelum menjelaskan semua pada ibunya.
"Seandainya kau tidak memberikan ramuan itu aku pasti akan tetap membantumu, Nak. Aku tidak bisa kehilangan siswa berbakat sepertimu."
Wajah Aditya berubah menjadi cerah. "Terima kasih, Prof. Saya tidak tau harus meminta bantuan pada siapa lagi."
Profesor Aldrin bangkit dari kursinya dan memegang pundak Aditya. "Tenang saja! Katakan padaku tanggal berapa saja penyerangan itu mungkin terjadi. Aku akan mengajak Elena dan kepala akademi juga."
...****************...
Seorang pria bermata elang berdiri di atas sebuah bukit yang cukup tinggi. Dia bisa melihat kediaman keluarga Nareswara dengan sangat jelas dari sana. Di bahunya terdapat sebuah plat besi dengan logo keluarga Nazareth terukir di atasnya.
"Lapor, Pak. Sepertinya orang yang selama dua bulan ini mengunjungi keluarga Nareswara adalah Mistaza Bachtiar." Seorang bawahan yang memakai pakaian serba hitam melapor padanya.
"Si tua mantan kepala keluarga Bachtiar itu ada di sana? Bagaimana bisa? Kepala keluarga Ganendra yang sebelumnya ada di sana saja sudah cukup merepotkanku. Kenapa si tua juga di sana?"
"Se-sepertinya dia sedang melatih tuan muda dari keluarga Nareswara." Bawahannya yang sedang berlutut merasa sangat ketakutan saat merasakan aura membunuh dari tuannya.
"Hahaha, yah tidak masalah. Aku hanya perlu membunuh mereka semua."
Continued
selamat berkarya terus.....