Bagi Kenzio Danierka Velert yang seumur hidupnya hanya diisi dengan belajar dan belajar, cinta itu tak nyata adanya. Ia tidak pernah percaya dengan adanya cinta, terlebih melihat bukti nyata yaitu keluarganya yang tak lagi utuh.
Dan saat ayahnya menikah kembali, hadirlah Zafanya Reskantara sebagai adik tirinya yang membuat Kenzio berubah. Zafanya dengan segala kegilaannya membuat Kenzio berhasil menyicipi seberapa panas cinta yang sahabat-sahabat gilanya sebutkan.
Dan saat itu terjadi, dirinyalah yang lebih tergila-gila dengan adik tirinya itu.
•••
"Kak, mau ciuman?"
-Zafanya Reskantara
"Mumpung Ayah Bunda lagi nggak dirumah, lo mau coba lebih jauh?"
-Kenzio Danierka Valert
...
"Hmphh, Kak, pelan-pelan, nanti Ayah Bunda denger." Zafanya membekap mulutnya rapat-rapat.
"Sshh..." erang Kenzio tak peduli.
•••
Warning⚠️
Bocil jangan mendekat🙂↕️🙂↕️
Dosa tanggung sendiri ya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Polaroid Usang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 17 "Just Kissing." He said.
•••
Kenzio mendudukkan Zafanya di kursi penumpang, lalu memasuki mobilnya dan mengambil baju kaus hitam di kursi belakang. Dia lalu duduk di kursi kemudi dalam diam. Kenzio menyandarkan kepalanya, berusaha mengontrol amarah dan kekesalannya yang masih ada.
Dia melirik Zafanya, cewek itu lagi-lagi hanya diam mematung. Dengan wajah tenang tanpa ekspresi yang lagi-lagi berhasil membuat Kenzio lemah. Perasaan bersalah kembali hadir di dalam dadanya. Raut wajahnya perlahan mulai melunak, dan amarahnya tadi langsung menguap.
"Za," panggil Kenzio sembari menyentuh tangan Zafanya, membuat cewek itu sedikit tersentak. Zafanya menoleh menatap Kenzio dengan ekspresi tenangnya tadi.
"Maaf, ya?" Kenzio sebenarnya masih ingin memarahi Zafanya, tetapi malah kata maaf itu yang ia ucapkan.
Perkataannya tadi terlalu kasar ia ucapkan didepan banyak orang. Tadi emosinya terlalu tersulut, membuatnya tak bisa berpikir jernih saking kesalnya melihat Zafanya ada disana. Melihat cewek yang ia sayangi ada di club malam dengan penampian unik yang berhasil membuat lelaki manapun terpesona.
"Iya." Dan Zafanya menjawabnya langsung tanpa berpikir, cewek itu menarik tangannya dari sentuhan Kenzio.
"Ayo pulang." Kata Zafanya, dan akhirnya Kenzio mulai menjalankan mobilnya keluar parkiran club.
Mereka terdiam disepanjang jalan tol yang entah mengapa sangat sepi. Sepi, gelap, hampa. Situasi yang membuat Zafanya kembali overthinking. Membuat nafasnya sesak entah kenapa. Membuat kepalanya menjadi pusing memikirkan banyak hal.
Kenzio sesekali menoleh menatap Zafanya. Karena ia berkali-kali terpesona dengan penampilan Zafanya. Dan mengingat banyak orang yang melihat Zafanya berpenampilan seperti ini, rasa kesalnya kembali hadir.
"Mulai sekarang nggak boleh pakai baju yang pamerin perut kayak gitu," Katanya membuat Zafanya menoleh, "Pendek rok lo minimal selutut, trus jangan pakai baju yang liatin pundak kayak gitu."
Kenzio menoleh menatap Zafanya, memperhatikan wajah itu, "jangan ikat rambut kayak gitu, lo bukan anak-anak." Tambahnya melirik rambut Zafanya yang diikat dua, jika dirinya saja susah menahan gemas, bagaimana dengan orang lain?
Zafanya tak menggubris perkataan Kenzio, dia kembali menatap jendela dan memperhatikan gelapnya malam tanpa bintang. Membuat Kenzio berdecak kesal, jidatnya kembali mengerut.
"Denger nggak?"
Zafanya hanya membalas dengan helaan nafas, membuat Kenzio juga membuang nafasnya kesal.
"Lo ngelanggar, gue hukum. Coba aja ulangin." Kata Kenzio akhirnya. Tak lama terdian, dia kembali menoleh pada Zafanya.
"Lo sakit?" Tanya Kenzio, sekali lagi, dia tak bisa diam-diaman seperti ini jika bersama Zafanya.
"Za?" Panggil Kenzio, ia kini sadar wajah Zafanya memucat.
Zafanya terdiam sejenak sebelum menggeleng, "Cuma pusing dikit," jawabnya serak. Dan tanpa ia inginkan sedikitpun, setetes air mata mengalir di wajahnya, membuat Zafanya langsung menghapusnya.
"Za?" Kenzio tersentak, "Kenapa nangis?" Tanyanya menyentuh bahu Zafanya.
Zafanya diam, dia menarik bahunya membuat Kenzio juga menarik tangannya dari bahu Zafanya. Kenzio kembali fokus mengemudi setelah menghela nafas. Dan keheningan kembali menguasai suasana didalam mobil itu.
"Lo liat?" Tanya Kenzio setelah beberapa saat.
Dan berhasil membuat Zafanya tersentak, tak menyangka bahwa Kenzio akan bertanya seperti itu. Ia berusaha mengontrol rasa sesak tadi.
"Udah berapa banyak?" Zafanya malah bertanya balik dengan suara seraknya.
"Apa?"
"Lo. Kayak Kak Heskal. Udah berapa cewek?"
Deg!
Kenzio terdiam, terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba itu. Zafanya pun sebenarnya tak berniat bertanya seperti itu, pertanyaan itu keluar tanpa ia sadari. Membuatnya takut dengan jawaban yang akan Kenzio berikan.
"Berapa?" Tanya Zafanya lagi, ia tak bisa menahan dirinya untuk tak bertanya. Sebisa mungkin Zafanya akan bersikap tegar.
"Nggak pernah, Za." Jawab Kenzio.
"Bohong."
"Just kissing, never more than."
Zafanya terdiam beberapa saat sebelum kembali bertanya, "Udah berapa banyak cewek yang lo cium?" Tanyanya mengubah pertanyaan tadi.
Kenzio mengalihkan pandangannya sejenak pada jendela kanannya sebelum kembali menatap kedepan, menatap jalan kosong yang gelap. Dia menelan ludahnya.
"Nggak inget, nggak gue hitung." Jawabnya acuh.
Shhh! Sesuatu dalam dada Zafanya berdesis perih mendengarnya.
Zafanya seharusnya tak se-shock ini, ia sudah menduganya. Ia juga sudah mempersiapkan diri untuk jawaban terburuk sekalipun. Tapi lagi-lagi ia merasa sesak, dadanya seakan di himpit sesuatu.
Matanya mulai berair membayangkan Kenzio menciumi banyak wanita. Membayangkan bahwa bukan dirinya saja yang merasakan lembutnya bibir Kenzio. Membayangkan Kenzio menciuminya dengan bekas bibir wanita lain. Kenzio benar-benar lelaki brengsek yang bersembunyi dibalik wujud malaikat.
Zafanya tersenyum samar dengan luka yang seperti disiram asam.
"You are a good kisser." Kata Zafanya lirih.
Kenzio sontak memejamkan matanya sejenak mendengar itu. Dadanya entah kenapa perlahan juga terasa pedih. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Lalu kembali fokus mengemudi, tak berniat membalas perkataan Zafanya.
Cewek itu kini berbaring di kursi mobil yang sudah ia turunkan, berbaring membelakangi Kenzio. Berusaha menahan isakannya sekuat yang ia bisa. Walau ia tahu, Kenzio mungkin dapat mendengarnya. Tetapi cowok itu bersikap seakan-akan tak mendengarnya. Kenzio tak peduli dengannya.
"Brengsek." Batinnya.
Kenzio lagi-lagi memejamkan matanya sejenak, berusaha mengabaikan isak tangis itu. Berusaha menepis fakta bahwa dirinyalah yang membuat Zafanya menangis seperti itu. Karena ia sudah memperingatkan Zafanya berkali-kali bahwa dirinya bukanlah lelaki baik-baik seperti yang Zafanya kira.
Bagi Kenzio, bukankah seperti ini jauh lebih baik? Kenzio harap, di setiap lirihan tangisnya, Zafanya segera sadar dan menyerah. Ia lelah menghadapi cewek itu.
Sangat lelah.
Juga takut.
Takut tak bisa mengendalikan perasaannya lagi.
Kenzio takut dirinya mulai luluh.
•••