Irene Jocelyn harus kehilangan masa depannya ketika ia terpaksa dijual oleh ibu tiri untuk melunasi hutang mendiang sang ayah. Dijual kepada laki-laki gendut yang merupakan suruhan seorang pria kaya raya, dan Irene harus bertemu dengan Lewis Maddison yang sedang dalam pengaruh obat kuat.
Malam panjang yang terjadi membuat hidup Irene berubah total, ia mengandung benih dari Lewis namun tidak ada yang mengetahui hal itu sama sekali.
hingga lima tahun berlalu, Lewis bertemu kembali dengan Irene dan memaksa gadis itu untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi lima tahun lalu.
Perempuan murahan yang sudah berani masuk ke dalam kamarnya.
"Aku akan menyiksamu, gadis murahan!" pekik Lewis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan
Lewis langsung pergi menuju rumah sakit di mana Marisa dibawa. Raut wajah khawatirnya tidak bisa disembunyikan lagi.
Ia segera mengirim pesan kepada Irene dan mengatakan jika ia tidak pulang malam ini.
Namun Lewis bukan anak yang bodoh. Ia tau hanya akal-akalan Marisa saja, ini bukan yang pertama. Namun biasanya tidak sampai ke rumah sakit seperti sekarang.
"Percepat!" ucap Lewis.
Mobil melaju semakin cepat menuju rumah sakit. Ia berulang kali memeriksa ponselnya, tapi Irene sama sekali tidak membalas pesannya.
Wajah Lewis terlihat muram dan kesal. Setidak peduli inikah Irene kepadanya?.
Hingga mobil berhenti di depan IGD, Lewis langsung turun dan melihat Marisa tengah terbaring dengan infus dan oksigen yang sudah terpasang.
"Mom?" panggil Lewis khawatir.
"Kamu datang, Nak?" tanya Marisa lirih.
Ia meraih tangan Lewis dan menggenggamnya dengan lembut. "Mommy sudah sakit-sakit begini, apa kamu masih belum ingin menikah?" tanya wanita tua itu.
"Sebaiknya Mom memikirkan kesehatan saja! Jangan menambah beban pikiran, aku tidak akan menuruti keinginanmu walaupun Mom menghembuskan napas terakhir hari ini!" ucap Lewis tegas.
"Kamu!" sentak Marisa sembari memegang dadanya yang terasa sakit.
Mark yang melihat itu langsung mendorong Lewis dengan kasar. "Kalau kau tidak ingin mengikuti keinginannya, Jangan kau sakiti dia dengan kata-kata kasarmu!" bentak Mark membuat raut muka Lewis semakin dingin.
"Dad, tenanglah. Jangan marahi Lewis. Yang penting sekarang Mommy bisa sembuh dulu," bujuk Clara.
Mark hanya menatap Lewis dengan tajam. "Besok kalian harus tunangan, atau lihat apa yang akan saya lakukan setelah ini! Mommymu sedang tidak sehat dan kau berani membantahnya!" ancam Mark membuat Lewis semakin muram.
Clara tersenyum tipis. Tak ada satupun yang menyadari raut wajah bahagianya. Ia hanya berusaha khawatir ketika melihat Marisa yang sudah terlelap di atas brankar.
"Lewis, Mommy sedang sakit. Aku harap kamu tidak membantah dan membuat Mommy kambuh," ucap Clara dengan lembut sembari meraih tangan Lewis.
Namun secara kasar, Lewis menghempaskan tangan Clara. Ia menatap gadis itu dengan tajam dan remeh.
"Mau mati sekalipun orang tua saya, kau tidak akan pernah saya nikahi!" ketus Lewis.
Clara terdiam, ia hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah kesalnya. Namun ia berusaha untuk tersenyum, seolah perkataan Lewis tidak mengganggunya.
"Setidaknya kalau bukan denganku, kamu juga harus menikah dengan orang lain kan? Sayangnya Mommy hanya menginginkanku," ucap Clara lirih.
Lewis tidak mengucapkan apapun lagi, ia berjalan menjauh meninggalkan tempat itu. Ia sudah muak dengan semua ini. Tidak ada satupun orang yang bisa mengendalikannya.
Derap langkah kaki terdengar mendekat, ia melihat Mark berjalan dengan wajah yang tidak bersahabat.
"Apa kau pikir kali ini Mommy mu kembali berakting?" tanya Mark.
"Tidak! Bahkan jika berakting pun, saya masih datang dan khawatir," ucap Lewis.
"Sudah seperti ini, apa kau masih keras kepala?" tanya Mark.
Lewis terdiam, ia hanya menatap Langit dengan mata tajamnya. "Apa yang sudah wanita itu berikan kepada kalian? Apa kalian tidak tau bagaimana dia di luaran sana?" tanya Lewis membuat Mark menatapnya tajam.
"Mommy tidak pernah salah dalam penglihatannya. Clara gadis yang baik. Dia tidak pernah menuntut apapun, sudah lima tahun dan kamu masih tidak menatapnya?" tukas Mark.
"Dad," panggil Lewis. Wajahnya terlihat semakin suram dan tidak berdaya. "Jika memang dia gadis baik, kenapa bukan kau saja yang menikahinya?" sindir Lewis membuat Mark meradang.
"Kau anak yang tidak tau diri! Jika kau tidak mau menikahinya, semua warisanmu akan saya tarik!" ancam Mark.
Lewis menatapnya dengan tajam. "Silahkan! Kalau bukan karena saya, perusahaan anda sudah lama bangkrut dan tenggelam. Jika anda masih mau, silahkan saja ambil!" tukasnya.
Lewis berjalan dan meninggalkan Mark yang menatapnya terpaku dengan penuh amarah.
"Jangan pernah melihatkan wajah kau lagi di hadapanku!" tegas Mark membuat langkah kaki Lewis terhenti.
"Tidak akan!" jawab Lewis sambil tersenyum sinis.
Ia berjalan masuk ke dalam ruang rawat Marisan dan melihat wanita cantik itu tengah duduk sambil mengobrol dengan Clara.
"Mom, semoga kamu baik-baik saja. cepat sembuh dan jangan berharap lebih banyak. Daddy sudah mengambil semua warisanku dan juga perusahaan, dia juga sudah mengusirku. Mungkin kita tidak akan bertemu kembali," jelas Lewis membuat bola mata Clara dan Marisa membulat kaget.
"Apa yang kamu bicarakan? Tidak mungkin Daddymu berkata seperti itu!" bantah Marisa.
"Maaf!" ucapnya lirih. "Aku pamit!" sambungnya dan berjalan keluar dari ruangan itu.
Ia menatap Mark yang masih berdiri di tepi balkon dengan wajah emosi. "Selamat malam, tuan Mark Maddison!" sapanya terakhir kali dan langsung pergi dari sana.
"Kau!" pekiknya. "Lewis, kembali!" teriak Mark tidak terima.
Namun pria taman itu tidak menghiraukan sama sekali panggilan dari Mark. Ia melanjutkan langkah kakinya dengan perasaan yang bercampur aduk.
Sejak kecil mereka selalu seperti ini, dan akan terus seperti ini!. batin Lewis.
Ia hanya menghela napas, dari kecil ia tidak pernah di anggap. Bahkan sekarang pun juga sama.
Ia melangkah masuk ke dalam mobil. "Ke Rumah!" titahnya.
Tanpa sadar air matanya mulai menggenang. Semua kepahitan masa kecil kembali membayang dalam ingatannya.
Ia mengambil ponsel dan menghubungi George di sana.
"Bawa orang-orang kita keluar dari perusahaan Midd Corp. Siapkan anak cabang perusahaan ZX Grub dalam waktu dekat!" titah Lewis membuat George terdiam.
"Mark sudah mengambil alih perusahaan!" sambungnya.
"Baik, akan saya urus semua secepatnya, Tuan!" ucap George tanpa membantah.
Lewis pulang dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia langsung melangkah menuju kamar dan melihat Irene yang sudah terlelap.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, ia masuk dalam pelukan wanita cantik itu dan menyesap aroma manis yang mampu membuatnya tenang.
"Anda sudah pulang?" lirih Irene ketika merasa tidurnya terusik.
"Hmm, tidurlah!" titah Lewis terdengar begitu lirih.
Ia membenarkan posisi tidur mereka dan saling berpelukan. Namun Irene menyadari ada hal yang berbeda dari laki-laki ini.
"Anda kenapa?" tanya Irene berusaha untuk melihat wajah Lewis.
"Tidak! Kau tidurlah! Suasana hati saya sedang tidak bagus!" ketus Lewis membuat Irene kesal.
Ia mencubit pinggang Lewis dengan keras hingga membuat pria tampan itu meringis.
"Kau cari mati hah?" pekiknya.
"Masa bodo!" ketus Irene.
Ia tidur membelakangi Lewis dengan perasaan kesal. Sementara pria tampan itu hanya terdiam dan memeluknya.
"Saya bangkrut mulai hari ini. Orang tua saya mengambil alih perusahaan karena menolak untuk menikah," ucap Lewis membuat Irene terkejut.
Mereka terdiam, namun Irene tidak serta merta mempercayai ucapan itu dan menganggapnya angin lalu.
"Apa kau akan meninggalkan saya, kalau seandainya nanti saya jatuh miskin?" tanya Lewis.
semangat kak☺
gila ya lewis nyari irene cuma pengen tubuh dia doang , ayo kasih karma lewis seenggaknya biar dia ga seenaknya lagi sama irene