"Pokoknya aku mau Mama kembali!"
"Mau dibawa kemana anakku?!"
"Karena kau sudah membohongi puteriku, maka kau harus menjadi Mamanya!"
Tiba-tiba menjadi mama dari seorang gadis kecil yang lucu.
"Tapi, mengapa aku merasa begitu dekat dengan anak ini ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linieva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04. Bab Empat
“Ada apa ini? Kenapa saya dibawa ke sini?”
“Nona, tolong ikut kami sebentar.”
“Iya, tapi sebenarnya ada apa? Saya tidak mencuri kok. Saya hanya melihat-lihat kopernya dulu.”
“Pokoknya mari ikut.” Ada tiga pria yang memegang tangan Alisha, dan memaksanya untuk pergi bersama mereka. Kejadian itu, di tengah-tengah orang sedang berbelanja. Orang-orang disana berbisik dan menunjuknya, mereka mengira, kalau Alisha sedang mencuri atau menyembunyikan sesuatu yang dilarang.
Sudah setengah jam Alisha menunggu, tapi alasan kenapa dia ada di sana, masih belum jelas juga.
“Pak, kami sudah menemukan wanita yang anda cari.”
Sempat Alisha mendengar pembicaraan mereka dari telepon.
‘Orang yang dicari? Apa maksud mereka itu adalah aku? Kenapa? Apa ada yang mengenalku di sini?’
Dan satu jam lebih, akhirnya orang yang mereka tunggu pun tiba. Setengah berlari dan napas yang memburu tidak stabil, masuk ke dalam ruang infomasi.
Alisha melihat pria itu, “Dimana dia?” yang sedang mencarinya.
“Di sana, Tuan.”
Ketika diarahkan, mereka berdua pun saling melihat, ‘Apa maksud mereka, orang itu yang ingin bertemu denganku?’
‘Tunggu? Kenapa? Apa dia masih mengira kalau aku menculik anaknya?’
Pria itu datang mendekatinya, semakin dia dekat, Alisha semakin cemas, “Apa? Apa kau masih menuduhku? Sudah aku bilang, aku tidak melakukan hal buruk pada puterimu!”
“Aku tahu!”
“Hm? Kau… tahu? Lalu, kenapa kau menyuruh mereka menyeretku ke sini?”
“Menyeretmu? Siapa? Mereka?” Sadewa melihat orang-orang itu dengan tatapan kesal, mereka pun, menundukan wajah takut dimarahi.
“Aku minta maaf. Mungkin mereka kira kau melakukan sesuatu.”
“Hmp!” Alisha masih saja kesal dan mendengus. Dia melipat kedua tangan didepan dada sebagai bentuk kekesalannya.
“Jadi, untuk apa kau menemuiku? Apa masih membahas masalah itu? Dengar ya, aku tidak tahu mereka itu siapa dan siapa yang menyuruhnya. Aku hanya sekedar lewat saja.”
“Tidak. Bukan itu yang ingin aku bicarakan. Dan aku sudah tidak perduli dengan itu. Sekali lagi, aku ingin mengucapkan terima kasih padamu.”
‘Tumben. Apa kepalanya habis kejedot atau dia mengalami mimpi buruk karena menuduhku?’
“Ada yang ingin aku bahas denganmu. Bisa kita bicara sebentar?”
“Itu bukan sesuatu yang menyudutkanku kan?”
“Entahlah.”
“Apa itu? Kau mencurigakan. Aku tidak mau membahayakan hidupku dan masa depanku.”
“Ini tidak akan membahayakan masa depanmu, aku rasa. Karena, kau sendiri yang memulainya dari awal.”
Alisha semakin tidak mengerti maksud dari pria itu.
“Mari kita bahas di tempat lain. Aku tidak akan menyakitimu, aku jamin itu.”
“Baiklah. Aku akan sedikit percaya padamu. Awas saja kalau kau macam-macam padaku.”
Sadewa membawa Alisha kesuatu tempat. Kenapa? Karena tidak mau pembicaraan mereka ada yang mendengarnya.
Alisha masih mengikutinya dari belakang sambil melihat sekitarnya, ‘Oh, disana sepertinya ada jalan lain. Kalau kenapa-kenapa, aku bisa lari ke sana dan bersembunyi.’ Pikirnya.
“Silahkan duduk.”
Alisha baru tersadar dimana mereka sekarang, “Café?”
“Iya. Kebetulan cafenya lagi sepi. Aku rasa, bicara disini lebih aman. Duduklah, tidak mungkin kita bicara sedangkan kau masih berdiri.”
“Iya, iya.” Alisha pun duduk didepan kursi Sadewa.
“Aku ingin memperkenalkan diriku dulu padamu, habis itu, kau sendiri harus memperkenalkan dirimu juga.”
“Kalau aku tidak mau?”
Sadewa menatapnya dengan tajam.
“Ah… aku hanya bercanda, kenapa kau begitu serius sekali menanggapinya.” Alisha tertawa kecil.
“Namaku Sadewa Sapta Farraz. Aku adalah ayah dari anak kecil yang kau tolong, Anisha Dahayu Farraz. Itu saja yang perlu kau tahu. Sekarang, kau siapa?”
“Aku? Namaku Alisha Jyoti Kieran. Aku 24 tahun, belum pernah menikah, tapi aku tidak perawan lagi.”
“Hm?” Sadewa mengernyitkan keningnya ketika mendengar pernyataan itu, “Untuk apa kau mengatakan hal privasi seperti itu? Aku tidak penasaran dengan itu.”
“Ya siapa tahu kau pikir aku masih perawan.”
“Pft, jaman sekarang, mana ada perempuan yang masih perawan, apalagi di usia 24. Ehem, tapi bukan itu yang ingin aku bahas padamu. Yang penting kita sama-sama sudah tahu nama masing-masing.”
“Iya Pak Sadewa.”
“Panggil Sadewa saja, Alisha.”
“Iya Sadewa.” Nada suara Alisha seperti tidak serius.
“Namamu dan nama puteriku hampir sama.”
“Oke, terus, apa tujuan anda bertemu seperti ini? Karena saya tidak punya banyak waktu.”
“Jadi begini,” Sadewa menatap Alisha dengan tatapan serius, sedangkan Alisha was-was menunggu.
“Aku ingin kau menjadi ‘Mama’ untuk puteriku.”
“What? Ma-Mama? Aku?” Alisha begitu tidak percaya dan terkejut mendengarnya.
“Iya.” Sadewa mengangguk.
“Apa-apaan ini? Apa anda sedang bercanda?”
“Tidak! Sama sekali saya tidak ada bercanda sedikit pun.”
“Tapi, seorang ‘Mama’? Kenapa anda meminta saya seperti itu?”
“Bukankah dari awal, kau mengatakan kalau kau adalah ‘Mama’ di depan puteriku?”
“Itu… itu hanya alasan untuk menolong puterimu dari mereka. Karena mereka juga mengaku, kalau ‘Papanya’, yaitu anda, yang menyuruhnya. Bukan berarti aku benar-benar mamanya.”
“Tapi alasanmu itu, tidak bisa diterima anakku. Sekarang, anakku masuk rumah sakit karenamu.”
“Apa? Hah…” Alisha menghela napas, “Kesannya aku seperti orang jahat ya. ‘Karena’ aku?” dia menunjuk dirinya sendiri.
“Dia percaya kalau kau adalah ‘Mama’ nya. Dan dia ingin kau kembali, sebagai mamanya.”
“Tidak! Itu tidak mungkin. Aku tidak bisa.” Alisha melambaikan kedua tangannya untuk menolak.
“Dengarkan aku dulu. Aku juga tidak akan membuatmu rugi, karena aku ingin menawarkan kesepakatan denganmu.”
Alisha mengernyitkan keningnya, “Kesepakatan apa? Tapi tunggu dulu! Kalau dia menganggapku sebagai mamanya, memangnya dimana mamanya berada? Maaf nih, bukan mau membuatmu tersinggung atau ikut campur. Aku tidak mau dianggap sebagai pelakor atau pengganggu rumah tangga orang.”
Sadewa mengangguk karena dia setuju, “Aku… aku juga tidak perjaka, dan belum pernah menikah, tapi aku memiliki anak.”
“Hah? Maksudnya… apa kau menghamili pacarmu?” tanya Alisha lagi.
Mereka hanya lebih sering bertatap muka.
“Entahlah.”
“Lah? Jangan bilang, kau tiba-tiba saja menghamili perempuan lain karena kau mabuk atau karena obat, dan wanita itu kabur?”
Tatapan mata Sadewa, seperti tidak menyangka Alisha mengatakan itu, karena itulah yang sebenarnya terjadi. Tapi, Sadewa tidak mengiyakan yang Alisha katakan.
“What? Jadi… itu benar? Ya ampun. Kau pria tak bertanggung jawab ya.”
“Sekarang mari kembali membahas kesepakatan kita.” Sadewa merapikan jas dan mengalihkan topik. Hampir emosi dia.
“Kau hanya berpura-pura sebagai ‘Mama’ untuk puteriku. Dan, aku akan membayar sandiwara kita.”
“Membayar? Memangnya kau mau bayar berapa?” hanya menantangnya saja, tapi belum tentu Alisha mau menerimanya. Apalagi, dia memang berencana untuk pergi ke Bandung besok.
Garis senyum dibibir Sadewa, senyum yang seperti menandakan kalau lawan bicaranya adalah orang yang munafik.
“Kau mau dibayar berapa? Katakan saja nominalnya. Kalau kau pintar, kau pasti tahu harga yang cocok kan?”
“Entahlah, aku gak tahu. Coba sebutkan dulu nilainya, baru aku mempertimbangkannya.” Ucap Alisha membalas ucapan Sadewa.