Magika dan Azzrafiq tak sengaja bertemu di sebuah cafe, saat Magika sedang melakukan tantangan dari permainan Truth or Dare yang dia mainkan bersama teman-temannya.
Hanya dalam satu malam saja, Magika mampu membuat Azzrafiq bertekuk lutut, mereka melakukan hal-hal gila yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, mereka melakukannya atas dasar kesenangan belaka.
Keduanya berpikir tak akan pernah berjumpa lagi dan hanya malam ini saja mereka bertemu untuk yang pertama sekaligus yang terakhir.
Namun takdir berkata lain, Magika dan Azzrafiq dipertemukan lagi, karena mereka diterima di kampus yang sama dan lebih tak disangka lagi mereka satu jurusan, tapi keduanya tidak saling mengenali karena saat pertemuan malam itu, mereka dalam pengaruh alkohol yang membuat keduanya tak ingat apa yang telah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tetapi Hatiku Terlalu Meninggikanmu
Magika, Azzrafiq dan teman-teman yang lainnya sudah kembali ke Aula, lagi-lagi Magika dibawa ke ruang kesehatan untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik, tentu saja Azzrafiq selalu menemaninya, hingga Magika tampak lebih baik.
"Azz, makasih ya udah nemenin aku selama ospek, maaf ya aku selalu repotin kamu." Kata Magika.
Azzrafiq membelai rambut Magika dengan lembut."Gak usah minta maaf, emang udah seharusnya kan aku temenin kamu."
Magika tersenyum, hatinya mulai luluh dan kembali berharap, walaupun selama beberapa hari ini Magika selalu mengelak tidak menyukai Azzrafiq, karena lelaki itu telah memiliki kekasih.
Dalam benaknya terus bertanya, mengapa Azzrafiq begitu sangat baik padanya? Apa Azzrafiq memiliki perasaan yang sama dengannya? Tapi apakah mungkin?
Magika ingin sekali bertanya, apa arti dari semua kebaikan dan perhatian Azzrafiq terhadap dirinya? Namun dia tak memiliki nyali, dia takut hubungannya dengan Azzrafiq jadi berubah dan menjadi ada jarak.
Selain itu, Magika juga takut salah mengira, Azzrafiq yang memperlakukannya dengan begitu baik dan istimewa menurutnya, tapi ternyata hanya hal biasa untuk lelaki tersebut, itu pasti akan menyakiti dirinya, dan membuat hatinya terluka, akhirnya Magika hanya memendam semua pertanyaan itu.
Tapi aku udah gak bisa lagi mengelak sama perasaan ini. Batin Magika.
Azzrafiq memperhatikan wajah Magika yang tampak resah, seperti ada yang dipikirkan oleh wanita itu.
"Gee, apa yang kamu khawatirin?" Tanya Azzrafiq.
"Kamu." Jawab Magika keceplosan.
Azzrafiq tertawa kecil."Aku sih suka ya dipikirin kamu apalagi dikhawatirin, tapi untuk saat ini kamu pikirin diri kamu dulu ya."
"Yaaah nyesel deh udah bikin kamu senang." Celetuk Magika mencoba memelesetkan jawabannya, agar Azzrafiq tak curiga.
Azzrafiq yang gemas langsung mencubit hidung Magika."Suka banget ya isengin orang."
"Abisnya kapan lagi coba kerjain kamu?" Seru Magika sambil tertawa.
"Akhirnya aku bisa lihat kamu ceria lagi Gee."
Magika dan Azzrafiq kembali ke Aula untuk membawa perlengkapan mereka, di koridor ruang tidur keduanya berpisah untuk masuk ke kamar masing-masing.
"Nanti kita ketemu lagi di ruang tengah ya." Tutur Azzrafiq.
"Ok, aku masuk dulu." Kata Magika.
Magika masuk ke ruang tidurnya untuk membereskan perlengkapan. Segala macam ada di dalam ranselnya, Magika merapikan isi ranselnya dengan memisahkan pakaian kotor dan bersih, dan juga beberapa makanan yang tak termakan.
"Berat banget perasaan." Gerutu Magika.
"Geeee, aku denger kamu tenggelam di sungai." Tukas Vanilla yang khawatir.
"Iyaa, tapi udah gak apa-apa kok." Sahut Magika.
Vanilla memeluk Magika."Syukurlah.."
"Uuuhh Magika, kita udah khawatir banget." Kata Zea lalu melirik ke arah Alin yang sedang sibuk dengan ponselnya kemudian berbisik pada Magika."Beneran Alin yang buat kamu keseret arus?"
Magika menatap Alin, tak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut Alin setelah membuatnya hampir celaka.
"Akunya aja yang ceroboh, jadinya kebawa arus." Jawab Magika.
"Kalo iya karena si Alin, udah gila tuh anak, tapi bukannya kamu jago renang ya, kok bisa sampe kebawa arus?" Tanya Vanilla.
"Tiba-tiba aja kaki aku yang keseleo keram, jadinya ya keseret arus." Jelas Magika.
"Ya ampun ada-ada aja, untung Azzrafiq bantuin kamu." Tukas Zea.
"Katanya dapet nafas buatan juga dari Azzrafiq." Goda Vanilla.
Zea melirik Vanilla sambil menahan tawa."Nafas buatan yang modus, padahal mau cium-cium aja."
"Haduh, kalian ya orang kecelakaan malah diketawain." Gerutu Magika.
"Gimana rasanya Gee, ciuman sama Azzrafiq?" Celetuk Vanilla sambil terkekeh bersama Zea.
"Apaan sih kaliaaaan, udah deh." Seru Magika yang menahan tawanya.
"Ciyeeeee bahagia banget kayaknya hahaha, celaka membawa berkah." Ejek Zea.
Panitia memberitahukan kepada seluruh peserta ospek untuk segera turun dan berkumpul di luar Aula, karena sebentar lagi truk yang menjemput mereka akan datang.
Vanilla dan Zea telah lebih dulu keluar bersama kelompoknya.
Magika mencari Azzrafiq di ruang tidur pria yang tampak sudah kosong, dan dia melihat lelaki itu masih di sana sendirian.
Tak pikir panjang Magika masuk dan menghampiri Azzrafiq yang sedang memunggunginya.
"Iya Bi maaf, aku sengaja matiin hp supaya hemat batre dan kebetulan aku cuma bawa yang sony aja, yang BB aku tinggalin di kosan, kalo gak dimatiin mungkin sekarang aku gak bisa ngabarin kamu." Jelas Azzrafiq di telepon.
"Kamu tuh ya tiga hari Fiq gak ada kabar, minimalnya kamu bilang sama aku, atau sehari bales walaupun cuma sekali, aku tuh kangen banget sama kamu, kapan kamu pulang?" Ucap Bianca dari seberang sana.
Azzrafiq mengkerutkan keningnya, bukannya Bianca sendiri yang tak pernah memberinya kabar? Tak ingin ribut di telepon, Azzrafiq menanggapinya dengan santai.
"Hari ini aku pulang Bi, mungkin siang atau sore udah nyampe di kosan."
"Ok deh nanti aku ke kosan kamu ya."
"Iya, nanti kita ketemu di sana."
"I miss you By." Ucap Bianca.
"I miss you too." Kata Azzrafiq dengan terpaksa, jika tak membalasnya Bianca pasti akan marah-marah lagi padanya.
Mendengar obrolan Azzrafiq ditelepon dengan kekasihnya, membuat Magika tersadarkan bahwa dia sudah terlalu berharap lebih pada perhatian yang Azzrafiq berikan untuknya, Magika merasa bodoh dan malu sendiri.
Magika segera memundurkan langkahnya, dan keluar dari ruang tidur lelaki, tiba-tiba saja air matanya menetes di pipinya.
"Bukannya udah tahu ya kalo dia udah punya pacar? Tapi kenapa masih berharap lebih sih Gee? Bego banget." Gumam Magika seraya turun dari tangga dan menghapus air matanya.
Randy yang melihat Magika berjalan sendiri di tangga, langsung berlari ke arahnya, dengan sigap membantu membawakan ransel adik tingkatnya itu, Magika menoleh pada seseorang yang kini mengambil alih bebannya, seolah seperti melihat malaikat di sampingnya, hatinya yang gundah karena sebuah harapan, sedikit terobati oleh hadirnya Randy yang tersenyum tulus padanya.
"Kamu tuh ya aku cari-cari, kenapa jalan sendirian? Aku denger dari panitia kesehatan kamu katanya tenggelam di sungai." Kata Randy.
"Kak Randy..." Kata Magika terharu.
Randy yang melihat mata Magika berkaca-kaca langsung mengelus kepala adik tingkatnya itu.
"Syukurnya kamu selamat dan sehat walafiat, kamu gak sendirian lagi Gee, tenang ya jangan sedih, mulai saat ini aku bakalan terus ada di samping kamu Gee."
Magika tersenyum melihatkan kedua lesung pipinya."Makasih ya kak Randy."
"Iya, ayo kita pulang." Tutur Randy sambil menuntun tangan Magika.
Randy membawa Magika ke area parkiran kendaraan pribadi yang berada di pintu belakang Aula, sebagian panitia yang datang ke sini membawa kendaraan masing-masing, karena Truk Polisi yang disewa sudah terbatas kapasitasnya dengan perlengkapan ospek.
Magika bingung mengapa Randy membawanya ke sini, sementara teman-temannya berada di lapangan rumput menunggu dijemput ranger.
"Kamu pulang bareng aku aja ya, biar cepet sampe rumah dan langsung istirahat." Tutur Randy.
"Emangnya boleh ya, kalo aku pulang sama Kak Randy?"
Randy terkekeh."Ya bolehlah emangnya siapa yang mau larang? Lagian kalo naik ranger kan tinggi, kaki kamu udah kuat emangnya?"
Magika mennggerak-gerakkan kakinya."Udah lumayan sih Kak."
"Kayak sapi kalo dipikir-pikir naik ranger gitu." Celetuk Randy.
"Apaan ish jahat banget nih Kak Randy."
Randy membukakan pintu mobil jeep wrangler nya untuk Magika, entah mengapa Magika merasa senang mendapatkan perhatian yang lebih dari kakak tingkatnya itu, padahal sebelumnya dia sangat kesal pada Randy.
Setelah Magika masuk dan duduk di mobilnya, Randy menyimpan ransel adik tingkatnya itu di jok belakang, lalu dia duduk di kursi kemudi samping Magika.
Magika menoleh ke kursi belakang, banyak perlengkapan ospek lainnya yang tersusun rapi.
"Kita cuma berdua aja Kak?"
"Iya, kamu lihat kan banyak banget barang-barang perlengkapan ospek di belakang gak mungkin cukup bawa orang lagi."
"Terus kemarin Kak Randy sendirian ke sininya?"
"Sama si Nizar, cuma dia sekarang naik ranger lagi coba modus sama adik-adik tingkat, jadi kamu gak usah khawatir."
"Oke deh kalo gitu." Kata Magika seraya menggunakan sabuk pengaman.
Randy memakai sabuk pengamannya dan menyalakan mesin mobilnya, lalu melaju dan berpamitan dengan teman-temannya yang masih menunggu truk datang.
...----------------...
Azzrafiq mencari-cari Magika di setiap sudut Aula, namun dia tak menemukannya padahal tadi janjinya bertemu di ruang tengah, namun Magika masih tak menunjukkan batang hidungnya.
Azzrafiq coba meneleponnya, namun dia tak menemukan nama Magika di kontak ponselnya, bukannya beberapa hari lalu mereka bertukar nomor? Tapi mengapa tak ada kontak Magika?
Jelas saja Azzrafiq tak menemukannya karena Magika menyimpan nomornya dengan nama My Sweet Girlfriend, bukan nama dirinya.
Azzrafiq coba scroll lagi nama-nama di kontak ponselnya dan menemukan kontak nama yang disimpan Magika.
"My Sweet Girlfriend?" Gumam Azzrafiq.
"Lo maen hp muluk, bukannya bantuin beresin barang-barang." Protes Maulana.
"Lo punya nomor Magika?"
"Yaelah padahal kalian udah sedekat itu bahkan udah cipokan, tapi gak punya nomor teleponnya, payah amat lo." Ejek Maulana.
"Jadi, lo punya gak?" Tanya Azzrafiq.
Maulana merogoh saku celananya, dan mencari nomor Magika.
"Buruan catet 0821..."
Azzrafiq segera mencatatnya tanpa disimpan dan langsung menghubungi nomor Magika yang diberikan Maulana, lalu muncul nama My Sweet Girlfriend di layar ponselnya.
Azzrafiq tersenyum ketika nama itu muncul, dia menggelengkan kepalanya.
"Jadi itu nomor kamu Gee." Gumam Azzrafiq sambil terkekeh.
Magika tak bisa dihubungi, karena memang ponselnya telah habis daya. Azzrafiq berdecak kesal ketika mendengar suara operator.
"Nomor telepon yang Anda hubungi sedang bersama pria lain, cobalah untuk galau." Ejek Maulana ketika melihat raut wajah Azzrafiq yang cemberut.
"Berisik lo." Pekik Azzrafiq.
"Abis kali batrenya, udah yuk keluar, yang lain udah pada di sana." Ajak Maulana.
Azzrafiq dan Maulana berkumpul di halaman Aula bersama teman-teman yang lain untuk menunggu truk yang akan menjemput mereka.
Di tengah kekhawatirannya yang mencari keberadaan Magika, tiba-tiba saja dia melihat gadis itu di dalam jeep wrangler yang melintas di depannya.
Azzrafiq tertegun seketika, dalam benaknya bertanya-tanya mengapa Magika tak bilang padanya? Mengapa Magika pergi begitu saja tanpa berkata apa pun.
Lelaki itu merasakan sakit di dada yang belum pernah dirasakannya, kesal dan marah bergemuruh di dalam hatinya.
Padahal dia sudah menghubungi Yudhistira untuk menjemputnya, agar Magika bisa pulang bersamanya, dan tak perlu naik truk.
Kenapa Gee? Kenapa kamu tiba-tiba pergi? Batin Azzrafiq.
Meskipun hatinya kecewa, tapi tak mengurangi rasa sayangnya pada Magika, Azzrafiq tetap peduli pada gadis itu, bahkan perasaannya semakin bertambah.
Belum lama berpisah Azzrafiq sudah sangat merindukannya, di sisi lain dia juga merasa bersyukur karena Magika tak harus berdesakan dengan yang lainnya di dalam truk.
Namun, tak lama sejak Magika pergi, Yudhistira datang menjemputnya dengan mobil rubicon milik Azzrafiq, bersama si kembar Sastrawardana yang ada di dalamnya
Sahabatnya itu mengklakson dirinya yang sedang termenung di atas lapangan rumput dengan raut wajah yang cemberut.
"Bengong aja lo kayak orang susah, buruan masuk kita balik." Seru Yudhistira.
Maulana menghampiri mereka dan merasa bahagia teman-teman satu kost-nya datang untuk menjemput.
"Ada apaan nih kalian mau jemput kita ke sini?" Tanya Maulana.
Yudhistira melirik pada Maulana."Lo mah gak diajak, balik aja pake ranger."
"Parah lo, gue udah seneng juga." Gerutu Maulana.
Melihat Azzrafiq segera masuk ke dalam mobil, Kakak segera berpindah ke kursi belakang bersama Adik, Azzrafiq melempar ranselnya dan duduk di samping Yudhistira.
"Kalo kayak gini tuh biasanya lagi berantem sama Bianca, tapi kayaknya gak mungkin, jadi siapa yang udah bikin lo patah hati?" Tanya Yudhistira yang sudah tahu sifat sahabatnya itu.
"Apaan sih lo so tahu, gue mau tidur capek." Pekik Azzrafiq.
"Gak usah bohong sama gue, Nyet. Dikira gue kenal lo setahun, dua tahun, kita udah kenal dari dalam kandungan, gak bisa lo bohongin gue." Celetuk Yudhistira.
"Dia lagi nyariin gebetannya yang entah kemana." Tukas Maulana yang masih berada di luar.
"Kan! Udah gue duga." Seru Yudhistira.
"Tungguin, gue mau izin sama yang lainnya buat balik duluan." Ujar Maulana.
"Lo gak mau pamitan dulu, Fiq?" Tanya Adik yang duduk di belakang.
"Mana mau dia, hatinya sedang kalut." Ejek Yudhistira sambil terkekeh.
"Perkara cewek doang, lemah banget lo Fiq." Ledek Kakak sambil terkekeh.
"Berisik lo pada, gue mau tidur." Gerutu Azzrafiq yang sudah memejamkan matanya.
Setelah menunggu Maulana berpamitan dengan teman-teman lainnya, Yudhistira segera menancapkan gas mobil dan meninggalkan tempat ospek.