Alisa, harusnya kita tidak bertemu lagi. Sudah seharusnya kau senang dengan hidupmu sekarang. Sudah seharusnya pula aku menikmati apa saja yang telah kuperjuangkan sendiri. Namun, takdir berkata lain. Aku juga tidak mengerti apa mau Tuhan kembali mempertemukan aku denganmu. Tiba-tiba saja, seolah semua sudah menjadi jalan dari Tuhan. Kau datang ke kota tempat aku melarikan diri dua tahun lalu. Katamu,
ini hanya urusan pekerjaan. Setelah kau tamat, kau tidak betah bekerja di kotamu. Menurutmu, orang-orang di kotamu masih belum bisa terbuka dengan perubahan. Dan seperti dahulu, kau benci akan prinsip itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorius Tono Handoyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lanjutan Dua batang pohon beringin dan kisah taman patah hati 2
Hari itu, terjadilah peristiwa paling memilukan di tempat ini. Sepasang cinta yang bertahan bertahun- tahun dibunuh paksa. Kebencian seolah menjadi raja di waktu itu. Namun, sungguh cinta tidak pernah benar-benar bisa dibunuh. Meski api membakar tubuh mereka, tetapi semesta seolah tidak terima. Setelah tubuh mereka terbakar, hujan turun begitu lebat. Bencana besar datang menghantam desa ini. Banjir besar. Tidak banyak yang selamat. Hanya beberapa orang saja, termasuk kakak si perempuan yang tua itu. Semua kebencian seolah disapu bersih oleh bencana.
Setelah semua bencana itu mereda. Tiba-tiba di taman ini tumbuh dua batang pohon beringin. Tepat di tempat dibakarnya sepasang kekasih yang cintanya tidak pernah habis itu. Beberapa tahun kemudian, pemerintah menjadikan tempat ini sebagai taman. Kisah tentang sepasang kekasih itu menjadi alasan mengapa dua batang pohon beringin ini masih dibiarkan hidup.
Aku menutup ceritaku.
Dia tersenyum lega, sekaligus menyeka air mata yang mengalir di pipinya.
"Sungguh, itu cerita yang mengagumkan," ucapnya. "Terima kasih telah menceritakannya kepadaku."
Aku tersenyum, senang bisa menghibur dan memberitahunya cerita tentang taman ini.
"Aku tidak pernah memikirkan itu sebelumnya," tutupnya.
Sejak saat itu, aku dan perempuan itu sering bertemu di sini. Di taman ini akhirnya aku juga tahu, dia sedang patah hati. Lelaki yang dicintainya pergi meninggalkan dirinya.
"Mungkin kisah cinta seperti itu hanya ada dalam cerita taman ini," ucapnya sambil menatap kepadaku.
"Ya, tapi aku percaya, masih ada cinta yang kuat
seperti itu saat ini. Aku tersenyum.
"Entahlah, sejak patah hati, aku tidak pernah lagi percaya pada cinta. Bagiku, cinta tidak lebih dari sekadar menumpuk harapan, kemudian dicampakkan begitu saja."
Aku tersenyum kepadanya. Seperti itukah perem- puan kalau sudah terlalu patah hatinya?
"Kau terlalu menikmati kesedihanmu."
"Ya, mungkin nanti ada saatnya aku tidak akan ber- sedih lagi.
"Tentu, aku percaya itu. Bukankah setiap orang memang akan berada pada fase patah hati?" tanyaku.
"Bisa jadi," lalu dia tersenyum kecil. "Tapi patah hati ada hikmahnya juga," lanjutnya.
"Hikmah?"
"Ya, patah hati membawaku ke taman ini. Dan, bertemu denganmu. Beruntungnya, kau seorang pencerita yang baik. Aku bisa mendengar ceritamu, dan itu cukup menghiburku." Dia tertawa. "Omong- omong apa kau juga sedang patah hati, saat pertama kali ke sini?"
"Tidak, aku hanya menyukai pohon beringin ini," jawabku singkat.
Semenjak itu kami semakin sering bertemu. Aku menceritakan banyak hal kepadanya. Cerita-cerita rakyat, dongeng, dan lelucon yang aku dapatkan dari buku-buku dan cerita orang-orang tua. Namun, ada satu hal yang tidak pernah kuceritakan kepadanya. Tentang alasan mengapa aku menyukai dua batang pohon beringin di taman ini.
Pohon beringin yang ada di taman ini ada 58/182 dan ayahku. Akulah anak yang lahir dari cinta me......... Alasan sebenarnya yang membuatku betah berlama- lama di taman ini.
Entahlah, sejak patah hati, aku tidak pernah lagi percaya pada cinta. Bagiku, cinta tidak lebih dari sekadar menumpuk harapan, kemudian dicampakkan begitu saja.
HIDUP INI KEJAM, NAK. TERKADANG KITA MEMANG HARUS MELEPASKAN APA YANG TIDAK SANGGUP KITA GENGGAM. KARENA ITU BISA MERUSAK APA YANG HARUSNYA BAHAGIA.
DI MATAKU, HIDUP TAK LEBIH DARI CARA MENUJU MATI DENGAN LEBIH TELITI. ATAU MATI UNTUK MENYELESAIKAN SEGALA URUSAN DUNIA YANG TAK PERNAH SELESAI.