Sebuah pernikahan dari kedua konglomerat terpengaruh di negara Willow. Keluarga Edvane yang menjadi keluarga terkaya kedua di negara itu, mempunyai seorang putri pertama yang bernama Rachel Edvane. Dia gadis sederhana, suka menyembunyikan identitasnya agar bisa berbaur dengan masyarakat kalangan bawah, Cantik, Mandiri, dan seorang atlet beladiri professional namun karena masa lalu yang buruk, dia tidak pernah mempercayai pria lain lagi samapi dia dipaksa oleh ayah nya (Rommy Edvane) untuk menikah dengan Putra pertama keluarga Asher yang dimana keluarga paling kaya dan paling terpengaruh di negara Willow. Namanya Ayres Asher, di depan keluarganya Ayres seorang anak yang sangat berbakti, baik hati serta sangat tampan. Namun nyatanya, diluar itu dia adalah pria nakal, playboy dan suka foya-foya dan gila perempuan, Rachel yang mengetahui sifat Ayres tidak tinggal diam. Rachel memutuskan untuk tetap menikah namun diam-diam memberi syarat-syarat tertentu pada pernikahan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18. POV Ayres. TMPP
"Permisi tuan muda.. Ini Saya.”
“Ya, masuk lah.”
Dia masuk dengan membawa nampan dan segelas air.
“Ini tuan, air nya.”
“Bawakan satu lagi untuk…” Ku berkata dan melihat lagi kearah wanita itu namun nyatanya tidak ada.
“Untuk siapa tuan? untuk apa?”
“Untuk…” ku menoleh dan tak ada wanita itu lagi.
“Haaaahh..” Ku baru tersadar bahwa tadi ku ternyata hanya berhalusinasi.
“Tuan muda? Apa anda baik-baik saja? Anda terlihat syok”
“Tidak, tidak mungkin aku berhalusinasi melihat wanita itu bukan? Tidak. Tidak mungkin. Ayres Asher tidak mungkin sampai berhalusinasi memikirkan seorang wanita. Tidak. Seharusnya, para wanita lah yang berhalusinasi memikirkan bahkan merindukan ku.” ucap ku dalam hati.
“Tuan? tuan, sebaiknya anda minum dulu tuan. Sepertinya anda sangat lelah. Kelelahan bisa membuat orang sering berhalusinasi.”
“Ya, benar. Ku pasti hanya lelah. Kemari ku ingin air ku.” Dia pun memberi segelas air untukku.
Ku teguk demi teguk air minum itu, ku masih terbelenggu dalam acara tadi. Entah kenapa hal itu ku ingat.Senyum di wajah nya sangat indah, seperti sang rembulan yang bersinar diantara kegelapan.
“Tuan, air anda sudah habis apa anda ingin lagi? Emmm tuan? Tuan muda? Anda tidak apa?”
“Ya, tidak papa. Kamu boleh pergi dari sini. Ku ingin istirahat.”
“Baiklah tuan, kalau begitu saya undur diri. Permisi.”
Dia pergi, ku lepaskan semua kancing kemeja ku lalu ku rebahkan lagi diatas kasur ku yang nan empuk.
Tiba-tiba ku teringat lagi wajahnya yang kemudian membuatku kaget dan berusaha menyadarkan diri ku sendiri.
“Hahahaha! Berhenti! Berhenti dan tidurlah!” Ku tepuk pipiku berulang kali.
Tiba-tiba saja ku ingin menghubunginya. “Tidak boleh seperti ini terus. Baiklah aku akan coba menghubungi dia. Ya, lebih baik seperti itu.”
Ku bangun dan mengambil ponselku lalu ku tekan nomer wanita itu yang ku dapat dari mama. Ku ingin memencet tombol telpon namun ku urungkan niatku dan beralih untuk mengirimi nya pesan.
“Ok, hmm. Kamu cukup beruntung karena ku meminta mu menyimpan nomer ku. Biasanya para gadis yang berebut ingin nomernya ku simpan dalam ponselku. Hmm, kenapa tak di balas? Tadi online? Hmm, haha..” Ku lihat layar ku selama beberapa detik namun tak ada balasan.
Beberapa jam kemudian,
“Kenapa dia tak membalasnya? Ku rasa sudah kekirim? Apa dia sangat banyak pesan? Apa! Kalau banyak sekali pesan itu berarti pesan ku di anggur kan? Bisa-bisanya dia melakukan itu? Ishh tak boleh terjadi. Em, kira-kira dia pakai media apa lagi selain aplikasi chatting ini ya? Coba ku cari dia di aplikasi media social lain.
Dengan posisi rebahan, ku cari nama wanita itu dan hasilnya ketemu.
“Hmm, sangat privat sekali. Hmm, followers nya juga hanya 300 saja. Coba ku klik following nya. Hmm, semua nya perempuan? Aneh sekali. Kenapa semua nya perempuan? Dia sangat misterius. Ku follow saja. Ya, walaupun fans ku bertanya-tanya dan patah hati. Nah, sudah. Oke. ku kirim pesan juga pada nya.”
Ku pejamkan mataku dan ku letakan ponselku di samping ku. Setelah itu aku pun memejamkan mataku.
Bruk..
Aku yang baru mulai terlelap, kaget mendengar suara itu. Ku langsung terbangun lagi dan mencari-cari sumber masalah itu.
“Ah Cuma buku jatuh. Hmm, ada-ada saja.” Secara tak sengaja ku lihat jam di dekat lemari buku ku itu yang ternyata sudah menunjukan pukul 3 pagi. Itu artinya aku selama itu menunggunya membalas pesan ku?
“Haha, ku pasti sudah gila! Ku tak pernah sekalipun melakukan ini. Haha, sudah lah terserah dia lebih baik ku tidur atau kulitku akan bengkak. Besok saja sekalian ku bertemu dengannya. Hehe.”
Ku abaikan semuanya dan lanjut tidur.
Keesokan harinya, ku terbangun pukul 8 pagi.
“Selamat pagi tuan muda,”
“Ya,”
“Tuan, apa anda mau mandi air susu seperti biasa?” tanya Samantha dan beberapa pelayan di depan kamar ku.
“Tidak pergi saja kalian. Ku bisa sendiri.”
“Baik tuan.” Ke dengar Langkah kaki mereka menjauh.
Ku terbangun dan duduk bersandar lebih dulu dengan meminum segelas air putih di meja sebelah ku.
“Hoh segar nya..”
Ku turun dari ranjang dan melakukan push up selama 10 menit. Setelah cukup, ku juga lakukan beberapa peregangan. Sesudah itu, ku teringat akan ponsel ku serta penasaran dengan balasannya.
“Haha.. dia tidak membalas? Haha. Coba ku lihat medsos nya.. Emmm, Haha, tidak di follow balik? Hahaha.. Wanita ini sungguh aneh sekali. Hmm, tapi ku jadi makin penasaran, hmm.. Ku kirim pesan lagi saja, ku beritahu dia bahwa aku akan datang.” Sambil ku ketik lalu selesai itu ku kirim.
Tokk tokk tokk,
“Tuan muda.. Ini saya. Apa anda sudah bangun tuan?” Ku dengar suara Sony dari luar.
“Ya, masuk saja.”
Dia pun masuk dan langsung mendekati ku.
“Tuan muda, selamat pagi. Saya akan menyampaikan amanat dari tuan besar dan nyonya besar. Begini tuan. Anda di minta untuk menemui dan menjemput Nona Rachel serta Nyonya Edvane untuk pergi belanja dan sekalian memilih gaun pernikahan.”
“Ya sudah tau.”
“Baiklah tuan muda. Apa yang bisa saya bantu untuk mempersiapkan kebutuhan anda pagi ini?”
“Siapkan saja kemeja dan lainnya, sebelum ku selesai mandi semua itu harus sudah ada di sini.”
“Baik tuan muda.”
Dia pergi, sebelum ku masuk ke kamar mandi, ku lebih dulu menelpon Ryan untuk kemari.
“Halo Tuan muda. Selamat pagi.”
“Ya pagi juga, Kamu kesini ya. Nanti antar aku ke..”
“Ke Kediaman Nona Rachel kan tuan?” Dia memotong pembicaraan ku.
“Nah itu tau. Cepat kemari lah.”
“Baik tuan muda yang sedang kasmaran, hehe”
“Kasmaran? Apa maksud mu!”
“Tidak tuan tidak! Saya tidak bermaksud apa-apa.”
“Cepat lah!”
“Siap tuan muda.”
Ku tutup dan lempar ponselku ke ranjang. Ku agak kesal dengan kata kasmaran itu. Bagaimana bisa aku kasmaran? Itu tidak mungkin. Para gadis lah yang seharusnya kasmaran.
Dengan kesal ku masuk dan membersihkan diriku. Beberapa jam kemudian, aku keluar dan sudah mendapati Ryan yang sudah duduk sembari memainkan ponselnya.
“Hmm e hemm..”
“Tuan.. Em, ini tuan setelan kemeja anda.” DIa mengambil pakaian ku lalu membantu ku memakainya.
“Lihat? Apa wajahku terlihat bengkak?”
“Tidak tuan muda. Anda seperti biasa sangat sempurna dan tampan.”
“Benarkah?”
“Benar tuan, Apa kita akan berangkat sekarang?”
“Sebentar, ku akan pakai sedikit pelembab.”
“Baik tuan,”
Selesai itu, kami pun menuju ke kediaman keluarga Edvane. Sesampainya disana, ku tak langsung turun walaupun para pelayan keluarga Edvane sudah berbaris di sepanjang pintu masuk.
“Tuan muda? Apa ada masalah?”
“Tidak, sebentar saja. Ku sedikit malas turun.”
“Apa anda ingin nona Rachel yang menyambut anda tuan?”
Ku meliriknya dengan tajam, tapi itu benar juga. Sebenarnya ku sedang menunggu wanita itu menyambut calon suaminya.
“Benar kan tuan? Pipi anda memerah hihi.”
“Merah? Mana ada? Kamu ini? Kamu ma uku pukul? Dari tadi ku rasa kamu ini meledek terus?”
“Tidak tuan muda tidak. Maaf tuan.”
“ya sudah jangan begitu lagi atau ku pecat sekalian kamu.”
“Tidak tuan maaf. Saya tidak begitu lagi.”
Tiba-tiba saja jendela mobil ku di ketuk dan otomatis menoleh. Ternyata, dia adalah calon ayah mertua ku. Aku tepuk Ryan untuk membuka pintu mobil namun sebelum dia membukanya calon mertua ku itu malah yang membuka nya. Dengan sungkan, aku keluar dari mobil.
“Selamat siang tuan Ayres?”
“Siang tuan. Siang nyonya.”
“Mari kita masuk tuan.” Ajak calon mertua ku itu.
“Baik,”
Kami pun berjalan di tengah barisan para pelayan itu. Ku dari tadi mencari wanita itu, kemana dia? Kenapa dia tidak menyambut ku?
Bersambung …