Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. RSK
Subuh dini hari, setelah selesai shalat subuh, Azzura menyempatkan waktunya membaca Al Qur'an serta mengirim doa untuk almarhum ayahnya.
Close yang sejak semalam tertidur di sofa ruang tamu, merasa terusik karena samar-samar mendengar suara merdu Azzura.
Karena penasaran, ia menghampiri pintu kamar.
Namun, setelah suara Azzura terhenti, Close langsung mengambil langkah seribu meninggalkan tempat itu.
Di balkon kamar, Ia termenung sembari berucap lirih, "Bahkan ini masih gelap, dia sudah terbangun. Laura nggak pernah terbangun sesubuh ini seperti yang Azzura lakukan." Tanpa sadar Close membandingkan istri dan gundiknya.
Tiga puluh menit berlalu ....
Setelah menyeduh kopi, Azzura memilih membuat nasi goreng untuk sarapannya.
Sama seperti semalam, aroma harum masakan Azzura memenuhi ruangan. Sehingga membuat Close menjadi lapar.
"Sial!! Perutku langsung lapar," gerutunya sambil menelan ludah.
*******
Tepat jam tujuh pagi, Azzura sudah meninggalkan rumah tanpa membawa motornya. Ia memilih naik bis menuju rumahnya.
Sementara Close yang baru saja keluar dari ruang fitness, langsung menuju dapur. Ia memindai ruangan masak itu yang sudah terlihat rapi.
Tadinya ia berharap akan ada sisa makanan buatan Azzura. Sayangnya, gadis itu tak menyisakan apapun melainkan nasi yang ada di dalam rice cooker.
Beberapa menit berlalu ....
Close sudah terlihat rapi dan akan berangkat ke kantor. Ia menghela nafas karena Laura masih tertidur.
Tanpa membangunkan gadis itu, ia memilih meninggalkan kamar kemudian menuju garasi.
.
.
.
Azzura yang kini sudah berada di rumahnya, sedang berbaring di kamar sekaligus mengistirahatkan tubuhnya.
Tiba-tiba saja air mata gadis itu mengalir membayangkan kejadian semalam.
"Ya Allah, aku takut jika nggak bisa hamil," gumam Azzura sambil mengelus perutnya yang masih terasa sakit. "Sebaiknya aku konsultasi ke dokter kandungan saja nanti."
"Wahai hati, bersabarlah, sedih, perih, gundah dan amarah, hilanglah. Ku bisikkan kalimat doa untuk menguatkan hati. Jangan sampai ada dendam yang dapat merusak hati, tetaplah tegar dan sabar dalam menjalani hari-hari," ucap Azzura lirih sembari mengelus dada. Terus seperti itu sehingga gadis itu tertidur
.
.
.
Beberapa jam kemudian ....
Ketika Laura membuka mata, ia mengamati kamar itu seraya memandangi jam dinding.
"Apa! Sudah jam 10.15 pagi!!" pekiknya lalu menyibak selimut lalu segera menuju ke kamar mandi.
"Close gimana sih!! Kenapa dia nggak membangunkanku," omelnya merasa kesal.
Setelah selesai membersihkan diri, ia menghubungi Close. Namun, sang empunya nomor tak menjawab. Beberapa kali ia menghubungi nomor itu namun tetap sama.
"Close ke mana sih?!!!" geramnya lalu memesan taksi online.
Sedangkan yang sedang dihubungi sedang berada di ruang meeting.
Saat meeting masih berlangsung, Close tak bisa fokus. Kekerasan yang dilakukannya semalam kembali menghiasi benaknya.
Apalagi ketika ia akan berangkat ke kantor, motor Azzura masih terparkir di tempat. Pikirnya gadis itu pasti sedang sakit
'Apa dia baik-baik saja? Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? Akhh ... ngapain juga aku pikirkan. Biarkan saja, siapa suruh dia sudah mengganggu kesenanganku dan Laura.'
"Pak," tegur Yoga seraya menepuk lengan Close.
"Ya, ada apa?" tanya Close lalu memperbaiki posisi duduknya.
"Meetingnya sudah selesai," jawab Yoga.
"Hmm," ia hanya manggut-manggut kemudian beranjak dari tempat duduk. Tanpa banyak kata, Close meninggalkan ruangan meeting.
Sesaat setelah berada di ruang kerja, Close melepas dasi serta jas-nya seraya menghampiri meja kerja.
"Laura," ucapnya lirih sesaat setelah menyalakan layar ponselnya. Ia kembali meletakkan benda pipih itu di atas meja kerja.
Tok ...tok ... tok ...
Close menoleh ke arah pintu. "Yoga."
"Pak, ini ada beberapa proposal dari beberapa kepala divisi," kata Yoga lalu meletakkan proposal itu di atas meja kerja Close.
"Hmm."
Setelah itu, Yoga pamit kemudian meninggalkannya. Sepeninggal Yoga, Close duduk di kursi kerja sambil termenung.
"Jika benar dia hamil? Anak siapa yang dikandungnya? Gadis barista itu benar-benar membuatku muak. Munafik! Jika itu benar, aku akan membuatnya semakin tersiksa hingga ia benar-benar menyerah," ancam Close merasa geram.
*********
Jam 16.00 sore ...
Di salah satu rumah sakit Kota J, Azzura sedang menunggu giliran. Ia ingin berkonsultasi sekaligus memastikan rahimnya baik-baik saja.
Tak lama berselang nomor antriannya di panggil. Azzura pun masuk ke ruang praktek dokter spesialis kandungan itu. Ia menatap papan nama yang terpampang di atas meja, Dr. Fahira Zahwa SpOG.
"Silakan duduk," pinta dokter Fahira dengan ramah.
"Terima kasih, Dok," ucap Azzura.
"Apa Anda ingin cek kandungan Nyonya atau hanya ingin berkonsultasi saja?"
"Saya ingin berkonsultasi saja, Dok," jawab Azzura.
"Baiklah, silakan," pinta dokter Fahira.
"Dok, perut saya semalam terkena benturan meja dan masih terasa sakitnya. Bahkan sampai ke ulu hati tembus ke belakang. Saya takut nggak bisa hamil akibat benturan keras itu," jelas Azzura.
Dokter Fahira mengernyit menatap Azzura. "Kalau begitu, ayo kita ke bed pasien dulu. Saya ingin memeriksa," cetus sang dokter.
Keduanya menghampiri bed pasien. Dengan perlahan Azzura naik ke bed lalu berbaring.
"Maaf, saya singkap bajunya dulu ya." Azzura mengangguk.
Dokter Fahira cukup terkejut mendapati memar di perut Azzura seraya menatap lekat wajah gadis itu dengan perasaan iba.
'Sepertinya dia mengalami KDRT. Kasian anak ini, padahal masih muda. Tega banget suaminya.'
Dalam diam dokter Fahira meraba perut Azzura lalu mengoleskan gel. Ia kemudian menempelkan alat USG demi memastikan rahim pasiennya baik-baik saja.
Setelah beberapa menit menganalisa, dokter Fahirah mengulas senyum lalu menurunkan kembali baju Azzura.
"Alhamdulillah, rahim Nyonya nggak ada masalah, hanya ada lebam akibat benturan itu. Insyaallah kamu masih bisa hamil," jelas dokter Fahira.
Azzura perlahan mendudukkan dirinya sambil dibantu sang dokter.
"Boleh saya bertanya? Anggap saja saya sedang bertanya pada anak perempuan saya," kata dokter Fahira.
"Iya, Dok, boleh," kata Azzura.
"Maaf, apa kamu habis mangalami KDRT dari suamimu? Melihat beberapa lebam di perutmu sepertinya kamu baru saja mengalami KDRT," tanya dokter Fahira dengan nada lembut.
Azzura menunduk, lidahnya keluh serta membuat tubuhnya gemetar mengingat kejadian semalam. Sedetik kemudian ia mendongak menatap wajah dokter Fahira dengan mata berkaca-kaca.
"Bisakah, aku memelukmu sebentar, Bu," pinta Azzura yang kini sudah tak menggunakan kalimat formal.
Tanpa pikir panjang dokter Fahira langsung mendekapnya seraya mengelus punggung Azzura dengan sayang. Dekapan tulus dari sang dokter seketika membuat tangis Azzura pecah.
Sebuah pelukan yang Azzura butuhkan sebagai penguat dirinya. Ia tak mungkin menceritakan masalah rumah tangganya pada sang ibu.
"Nak, menangislah, tumpahkan air matamu. Karena air matamu adalah doa di saat kamu nggak mampu berkata-kata. Terkadang kita butuh waktu untuk tertawa, maka tertawalah, kita juga butuh waktu untuk menangis maka menangislah, itu manusiawi," bisik dokter Fahira dengan suara tercekat.
Sejatinya ia merasa sangat iba pada Azzura. Eratnya pelukan serta derasnya air mata gadis itu, menandakan jika ia benar-benar butuh kekuatan.
Dokter Fahira membiarkan Azzura menumpahkan semua air matanya. Sehingga tangisan gadis itu mulai mereda barulah ia mengurai pelukannya.
...🌿🌼----------------🌼🌿...
Jangan lupa masukkan sebagai favorit ya 🙏. Bantu like, vote dan komen, setidaknya readers terkasih telah membantu ikut mempromosikan karya author. Terima kasih ... 🙏☺️😘