Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.
Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.
Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.
***
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Ghani mengambil bantal yang digunakannya untuk menutupi wajah, lelaki itu menghapus air mata yang membasahi pipinya. Khalisa menepiskan tangan suaminya itu.
"Gha jangan sentuh aku lagi, kamu membuatku sangat menginginkanmu." Ucapnya sambil terisak.
"Aku hanya perempuan biasa Gha, takkan bisa menahannya. Beda denganmu, mungkin kamu sudah melakukannya dengan yang lain walau tak ingin menyentuhku." Mulut Khalisa meracau tidak jelas, bukannya menjauh Ghani malah memeluknya sampai tenang. Jantungnya rasa melompat-lompat kegirangan. Rasa senang dan sakit yang menjadi satu, membuat rasanya menjadi nano-nano.
Haruskah Gjani menuruti keinginan Khalisa yang juga dia inginkan untuk melampiaskan nafsu ini, bukan karena cinta. Ghani menarik napas panjang, untuk menenangkan hatinya sendiri.
Pelukan hangat itu dilepaskan Ghani setelah Khalisa tenang, satu kecupan mendarat di keningnya. Ghani merapikan selimutnya kemudian mematikan lampu beranjak menuju keluar kamar.
"Gha..!" Panggil Khalisa membuat Ghani menoleh. "Temani aku malam ini." Ghani tidak mempedulikannya tetap melanjutkan langkah kaki meninggalkan hati Khalisa yang kecewa.
Khalisa sudah tidak tahan lagi memendam semua rasanya sendirian. Rasanya kepala ingin meledak dan apa yang ada di hatinya meluap-luap.
Kha : Sedih.
Tulisnya di grup rempong, dengan cepat mereka membalas.
Sisil : Kenapa Kha?
Marsya : Ada apa? Ayo cerita.
Ira : Apa karena belum jadi dedek Kha?
Kha : Ghani belum menyentuhku.
Tangis mengiringi Khalisa saat pesan yang dikirimnya, sakit sungguh sangat menyakitkan diabaikan oleh suami sendiri.
Sisil : Apa?
Marsya : Serius Kha?
Ira : Kamu gak lagi prank kami terus memberikan kejutankan?
Kha : Sakiiitt..!
Hanya itu yang dapat dia ketik, berharap mereka tidak menganggapnya bercanda. Panggilan video call langsung Khalisa terima setelah menyalakan lampu yang tadi dimatikan Ghani. Mereka bertiga menatap wajahnya yang sedang menangis dari layar.
"Kami beda kamar." Ucapnya saat mendapati ekspresi sahabatnya bingung. Khalisa berdiri mengunci pintu agar Ghani tidak masuk secara tiba-tiba.
"Kha, maafkan kami selama ini ya. Kamu tidak pernah cerita. Pasti ucapan kami sangat menyakitimu." Kata Sisil nampak sangat bersalah dengan candaannya.
"Aku pikir bisa bertahan tanpa disentuhnya, tapi ternyata itu sangat menyakitkan. Aku sudah tidak kuat, Ghani tidak mau melepaskanku." Isak tangisnya semakin nyaring.
"Kha sabar ya..." ujar Ira ikut bersedih dengan keadaan sahabatnya.
"Kami akan selalu bersamamu Kha, akan selalu memberimu kekuatan." Tambah Marsya, "Jangan menangis seperti ini lagi ya."
"Iya." Sahut Khalisa berusaha menyunggingkan senyuman.
"Nanti lagi ya, Ghani di depan pintu." Kata Khalisa saat mendengar suara ketukan pintu. Sahabatnya menyetujui dengan anggukan. Khalisa mematikan panggilan video yang baru beberapa menit. Belum puas dia curhat panjang lebar, malah Ghani datang lagi. Khalisa beranjak membuka pintu, dengan hati yang kesal.
"Katanya minta temani, tapi pintunya dikunci." Protes Ghani setelah pintu terbuka.
"Kirain gak mau, habisnya diem aja kayak orang bisu." Jawabnya ketus meninggalkan Ghani yang masih berdiri di depan pintu. Aneh, suka-suka hati mempermainkan perasaannya. Ini hati bukan halte yang bisa dibuat datang dan pergi tanpa tujuan yang pasti.
"Jadi mau ditemani atau gak?" Tanya Ghani tegas, tanpa basa-basi, pakai kata manis dikit kek, rayuan kek, gombalan yang bisa bikin hatinya bahagia kek, bucin-bucinan dikit biar seru.
"Gak."
"Yakin?" Kata Ghani seperti meragukannya.
"Yakin.!"
"Beneran?"
"Ghaaaniiii...!!" Teriak Khalisa kesal. Ghani masih santai dengan wajah yang datar, bisa di corat-coret buat alas melukis. Melukis kegundahan hatinya yang dibuat tak menentu oleh Ghani. "Keluar dari kamarku?"
"Ini rumahku..!" Jawab Ghani tersenyum penuh kemenangan.
Ah sial, Khalisa baru sadar kalau menumpang.
"Oke, aku akan pergi." Kata Khalisa emosi karena kehabisan kata-kata.
"Dengan pakaian seperti itu?" Tanya Ghani dengan menaik turunkan alis.
"Iya." Asal saja Khalisa mengeluarkan kata-kata agar tidak kalah argumen. Ghani sudah memancing keributan, sudah lelah seharian di kampus, malamnya dibuat seperti ini lagi. Air matanya merembes begitu saja, cengeng... cengeng... selalu saja cengeng kamu Kha, tentu saja Ghani bisa sesuka hati menindasmu kalau lemah begini.
Ghani menutup pintu kamar, mendekati Khalisa yang menangis karena kesal. Merangkulnya dari belakang.
Jantung tolong jangan lepas dulu, debaran kencang kembali hadir membuat Khalisa hampir sesak napas.
Kemarahan Khalisa mereda karena pelukan hangat yang menjalar di seluruh tubuhnya. Tubuh yang sedang meriang ini, merindukan kasih sayangnya.
"Jangan siksa aku Gha, lepaskan." Ghani malah mengeratkan pelukannya, menjatuhkan tubuh Khalisa di ranjang. Sungguh Ghani sangatlah misterius, tidak tau apa yang diinginkannya sekarang.
Tiba-tiba Ghani jadi begini, terimalah nasibmu Kha disiksa oleh suami sendiri. Halal tapi tak bisa mendapatkannya. Darah yang berdesir panas sampai ke otak membuatnya tak berdaya, tersiksa olehnya.
"Maaf sudah membuatmu selalu menangis. Jangan menangis lagi." Jari lentik Ghani menghapus jejak air mata di pipi, Khalisa berharap Ghani memperlakukannya lebih dari ini. Ghani mengecup lama di kening kemudian tersenyum dan menyelimuti tubuhnya.
Senyuman yang begitu manis, membuatnya kekurangan zat gula saat wajah Ghani menjadi datar.
Hanya itu yang dilakukannya, argh lagi-lagi kamu berharap lebih Kha. Terlalu berharap akan membuat luka semakin mendalam. Tidurlah Kha, tidur dengan nyenyak, tidur di sampingnya sama saja tidur dengan guling yang tak berguna untuk menghangatkan.
Seketika tangan Ghani melingkar dipinggangnya, seolah tau kalau dianggap guling. Sedikit peningkatan gulingnya sekarang bisa memeluk dari belakang, senyuman menyembul diwajah Khalisa.
"Kha...!!" Ghani berbisik ditelinganya, membuat seluruh bulu romanya berdiri. Ingin meminta Ghani untuk melakukannya tapi gengsi, suaminya tidak benar-benar menginginkannya.
"Hmmm..."
"Mau memaafkanku?"
Khalisa menggelengkan kepala, membalikkan badannya ke arah Ghani. Kenapa dia mencari ulah sendiri membuat jantungnya melompat-lompat seperti tupai sedang melompat diantara pepohonan. Mata mereka bertemu, juga deru napas yang menyatu, kedua tangan Ghani memegang pipinya.
"Maaf sudah membuatmu terpenjara di sini."
"Aku sakit karena terpenjara di sini Gha." Tangan Khalisa menyentuh dada Ghani yang berdetak kencang. Dirasakannya debaran itu seperti debaran miliknya.
"Maaf Kha.." kening Ghani mendekat pada keningnya, semakin membuat jantung Khalisa tidak terkendali. Matanya menghangat di aliri air yang begitu saja mengalir, mengingat lelaki yang ada dihadapannya ini juga melakukannya pada wanita lain.
"Aku tak bisa memaafkanmu Gha, semua ini sangat menyakitkan untukku. Kamu memanfaatkanku yang tidak berdaya ini." Kata Khalisa dengan terisak.
Ghani menarik tubuh mungilnya kepelukan dengan erat, seperti seorang anak yang memegang bonekanya sangat kuat karena takut kehilangan mainannya. Dia hanyalah boneka mainan Ghani. Boneka yang sangat erat dipegangnya karena kalau hilang akan dimarahi mama.
Begitulah Ghani memperlakukannya sekarang, menjaganya untuk keuntungan sendiri. Karena tidak akan terjadi apa-apa setelah dia memeluknya seperti ini.
Ghani memberikan pelukan agar Khalisa tidak terus memberontak dan pergi dari lelaki itu saja. Sungguh sangat licik menjebak Khalisa dengan pesona yang dimiliknya. Ghani membuatnya tidur sangat nyenyak dalam pelukan.
Ditatapnya dalam istrinya yang sudah tertidur pulas dalam pelukan, susah payah Ghani mengendalikan dirinya agar tidak meluncuti pakaian Khalisa. Sedang gadis itu sangat nyaman dalam dekapannya.
Maafkan kakak Kha, memanfaatkanmu untuk melepas rindu dengan Clara.
Ghani mengutuk miliknya yang tak bisa diam saat menyentuh tubuh gadis kecilnya. Semakin kuat dia merengkuh tubuh mungil dihadapannya, agar bagian yang tegang itu terabaikan.
Sangat menyiksa tidur seperti ini, Ghani tak mampu memejamkan matanya, hasrat menggebu dalam jiwa untuk mendapatkan gadis kecilnya.
Tenang Gha, tenang jangan sakiti Kha lagi dengan kamu merenggut paksa miliknya.
Ghani melepaskan pelukannya beranjak ke kamar mandi, hanya itu yang bisa jadi pelampiasannya. Menyelamatkan gadis kecilnya dari nafsu ****** ini.