Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.
Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Menantang
Dugaan Xander nyatanya tepat. Ketika Xander dan Parker melangkah masuk, suasana hiruk-pikuk langsung menyambut mereka. Teriakan riuh terdengar di seluruh ruangan, bercampur dengan deru langkah kaki dan gemuruh suara dari kerumunan. Di tengah ruangan, sebuah ring kecil dikelilingi pagar kawat memusatkan perhatian semua orang. Dua pria tengah bertarung sengit di atasnya, tubuh mereka penuh keringat dan luka.
Salah satu petarung, yang lebih kecil namun gesit, berhasil menjatuhkan lawannya dengan pukulan telak ke dagu. Lawan itu terhuyung, kemudian jatuh dengan suara yang menggema. Penonton bersorak liar—ada yang melonjak penuh kemenangan, ada yang hanya bisa menggeleng kecewa sembari menghitung kerugian dari taruhan mereka.
Parker mengarahkan Xander ke sisi ruangan yang lebih tenang, meskipun sorot mata Xander tetap tertuju pada ring. “Aku tahu apa yang kau pikirkan,” ujar Parker sambil melirik wajah Xander yang penuh keraguan.
“Aku tidak akan memikirkan apa yang kau rencanakan, Parker,” balas Xander dingin. “Jangan bilang kau membawaku ke sini untuk itu.”
Parker tersenyum kecil, lalu menggaruk kepala. “Oke, kau benar. Aku ingin kau mencoba bertarung. Kita berbagi keuntungan dari hasil taruhan. Apa salahnya?”
Tatapan tajam Xander langsung menusuk Parker. “Kau memintaku menyakiti orang lain demi uang? Tidak tertarik.”
“Tunggu dulu!” Parker menahan lengan Xander yang hampir pergi. “Dengar, ini bukan hanya soal taruhan. Kau tahu, orang-orang kaya sering datang ke sini mencari petarung yang tangguh untuk dijadikan pengawal pribadi mereka. Ini kesempatan besar.”
Xander berhenti sejenak di dekat tangga. Ia memutar pikirannya. Tawaran Parker terdengar konyol, tapi masuk akal. Di kota sebesar Royaltown, peluang seperti itu memang mungkin ada, terlebih bagi mereka yang berasal dari kelas bawah. Tapi... apakah ia benar-benar ingin mencobanya? Apa ini sepadan dengan harga dirinya?
"Jadi kau ingin aku bertarung hanya untuk menarik perhatian orang kaya?" Xander mengangkat alis.
"Suruhan-suruhan orang kaya sering mengunjungi tempat ini untuk menyaksikan pertandingan. Jika mereka tertarik dengan seseorang, mereka akan menghubungi tuan-tuan mereka untuk memperkerjakan orang itu. Itu adalah kesempatan bagus bagi orang-orang seperti kita untuk memperbaiki hidup kita."
Parker menambahkan, "Kau tahu, hidup di kota sebesar Royaltown sangat sulit bagi orang-orang bawah dan tidak berpendidikan seperti kita. Jadi kesempatan itu akan sangat bagus, terutama untuk orang baru sepertimu."
Xander mengerti maksud dari ucapan Parker, benar-benar mengerti. Orang bawah dan miskin memiliki pilihan dan kesempatan yang jauh lebih sedikit dibandingkan orang-orang kaya dan berpendidikan. Meski pintar dan memiliki kemampuan, belum tentu bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah jika tidak memiliki hubungan, apalagi jika Anda tidak memiliki kemampuan dan hubungan dengan orang dalam. Kedengarannya menyebalkan dan tidak adil, tapi itulah fakta yang terjadi di lapangan.
Xander tidak hanya sekali melihat pertandingan jalanan. Beberapa kenalannya sebelumnya sempat menawarkan pekerjaan sampingan itu untuk menambah pundi-pundi uang, tetapi dia sama sekali tidak tertarik.
Xander sudah memiliki segalanya saat ini, jadi dia merasa tidak perlu melakukan apa pun yang bisa menyakiti dirinya sendiri hanya untuk beberapa pundi uang.
Namun, sejujurnya ia menjadi tertarik untuk mencobanya saat melihat kegigihan Parker. Tentu bagi Parker beberapa lembar uang adalah penting dan sangat berguna. Xander menoleh pada pintu ruangan. Apa ia harus mencobanya untuk mendapatkan pengalaman baru?
Tiba tiba suasana mulai memanas ketika seorang pria bertubuh besar dan berwajah garang mendekati Xander dengan langkah terburu-buru. Tanpa aba-aba, pria itu langsung mendorong bahunya dengan kasar.
“Menyingkirlah dari jalanku, bodoh! Apa kau ingin aku menghajarmu sampai mati?"” bentaknya dengan suara menggelegar.
Xander menoleh ke pria itu, lalu bergeser ke samping dengan sikap tenang. “Maaf.”
Namun, permintaan maaf itu tidak cukup untuk meredakan emosi pria tersebut. “Idiot! Bodoh!” Pria itu meludah ke lantai, berjalan menaiki tangga tanpa menoleh sedikit pun.
“Kurang ajar,” gumam Parker pelan di belakang Xander, tampak kesal.
Namun, makian belum berhenti di situ. Seorang wanita anggun dengan pakaian mahal dan kipas berhiaskan bulu burung melirik Xander dengan jijik. “Orang-orang miskin dan bodoh selalu saja membuat masalah,” katanya dengan nada mengejek sambil mengibas-ngibaskan kipasnya. “Kenapa mereka tidak enyah saja dari dunia ini sejak dulu? Benar-benar mengotori pemandanganku.”
“Diamlah,” sahut pria tinggi dengan nada tak sabar di sebelah wanita itu. Ia menggeleng dengan ekspresi muak.
Wanita itu mendengus, lalu memandang pria tinggi itu dengan tatapan tajam. “Kau harus bertanggung jawab karena mengajakku ke tempat kumuh seperti ini. Aku benar-benar merasa sesak napas dan ingin pingsan.”
Xander hanya diam, tetapi sorot matanya yang tajam memperhatikan setiap detail dari kedua orang itu. Pria tinggi dan wanita anggun itu berjalan melewati Xander dan Parker dengan langkah tergesa-gesa, lalu memasuki ruangan besar di ujung lorong.
Parker mendengus. “Tidak akan ada orang kaya kalau tidak ada orang miskin,” gumamnya, sambil melipat tangan di dada.
“Siapa mereka?” tanya Xander, matanya mengikuti langkah kedua orang itu hingga menghilang di balik pintu.
“Pria itu, Dalton, adalah salah satu petarung terkuat di tempat ini. Dia belum pernah kalah, sekalipun. Orang-orang menyebutnya legenda hidup. Meski sikapnya kasar, dia menghasilkan banyak uang untuk mereka yang bertaruh untuknya,” jelas Parker dengan nada kagum, meski ada sedikit nada iri di ujungnya.
“Dan wanita itu?” Xander melirik ke arah pintu tempat mereka masuk.
“Aku tidak tahu. Sepertinya dia bukan orang dari sini. Ini pertama kalinya aku melihatnya.”
Xander mengangguk kecil, lalu berjalan mendekati ruangan besar itu. “Aku ingin melihat-lihat sebentar.”
Parker hanya bisa tersenyum lebar sambil mengikuti langkah Xander. Dalam hatinya, ia sudah merencanakan sesuatu. Xander, pria tangguh dan pendiam ini, adalah peluang besar untuk mendapatkan uang dari pertandingan. Kini, tinggal bagaimana caranya membuat Xander tertarik.
Ketika Xander memasuki ruangan, suasana semakin ramai. Sorakan menggema, memenuhi udara dengan riuhnya. Namun, kali ini bukan pertandingan di atas ring yang menarik perhatian. Dalton, pria tinggi yang tadi masuk, kini berdiri di tengah kerumunan. Beberapa wanita berpakaian minim langsung mengelilinginya, menggelayut di lengannya sambil tertawa kecil.
Wanita anggun yang datang bersamanya tadi berdiri agak jauh, tampak cemberut. Ia mengibas-ngibaskan kipasnya dengan gerakan yang lebih keras, jelas memperlihatkan ketidaknyamanan. Beberapa pria yang melihat Dalton hanya bisa menatapnya dengan pandangan iri, sementara sebagian lainnya mendekati ring untuk melanjutkan taruhan mereka.
Seorang pelayan wanita tidak sengaja menjatuhkan minuman pada wanita di samping Dalton dan mengenai celananya sebagian.
“Ma-maafkan aku...”
“Apa yang kau lakukan, wanita rendahan?” Dalton tiba-tiba saja berdiri dan menampar pelayan wanita tadi hingga ambruk di lantai. “Kau mengotori bajuku dan baju sepupuku!"
Tidak ada seorang pun yang berani bergerak, apalagi menolong. Semua tahu siapa Dalton—si petarung tak terkalahkan yang tidak segan menghajar siapa saja yang mengganggu jalannya. Bagi mereka, mencampuri urusan Dalton sama saja dengan menyerahkan nyawa.
Namun, suara tenang tiba-tiba memecah suasana.
“Bersikaplah seperti seorang pria,” ujar Xander sambil melangkah mendekat. Ia membantu pelayan yang jatuh tadi berdiri, lalu menyodorkan sapu tangannya. “Gunakan ini,” katanya kepada wanita itu untuk menyeka darah di sudut bibirnya.
Dalton melirik tajam ke arah Xander, matanya menyipit seolah tak percaya ada yang cukup berani menantangnya secara langsung. Sementara itu, Parker yang berdiri tidak jauh dari mereka langsung panik. “Hei, Bung. Kau benar-benar mencari masalah!” serunya pelan, mencoba menarik Xander pergi.
Namun, perhatian semua orang sudah tertuju pada keduanya. Pertandingan di atas ring bahkan terhenti, dengan semua mata kini terfokus pada Dalton dan pria asing yang berani melawan otoritasnya. Beberapa orang berbisik-bisik, tetapi sebagian besar mulai bersorak, menikmati ketegangan yang terjadi.
Dalton mendekat, mencengkeram kerah baju Xander dengan tangan yang besar. “Perhatikan kata-katamu, sampah tidak berguna!” bentaknya.
Namun Xander tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun. Ia menatap Dalton langsung ke matanya, suaranya tenang tapi tegas. “Kaulah yang sampah karena berani menyakiti wanita dengan sangat kasar.”
Kata-katanya membuat sorakan semakin memanas. Orang-orang mulai memprovokasi Dalton, menyemangatinya untuk menghajar Xander.
“Jangan buat masalah, Bung!” Parker mencoba menarik Xander sekali lagi, tapi sia-sia. Xander tetap berdiri di tempatnya, tak bergeming.
Dalton memelotot, menggertakkan giginya. “Kau pikir siapa kau sampai berani menghinaku, hah?” Ia mengencangkan genggamannya di kerah Xander, tetapi Xander dengan cepat menepis tangan Dalton hingga cengkeraman itu terlepas.
Hampir semua orang di ruangan berseru keras, sorakan mereka menggema di seluruh tempat.
“Naiklah ke atas ring!” perintah Dalton, jarinya menunjuk ring di tengah ruangan. “Jangan salahkan aku jika kau mati hari ini.”
Dalton segera melepas jaketnya dan melompat ke atas ring. Sorakan semakin memanas, menambah ketegangan di udara.
Xander melangkah ke arah ring, lalu berhenti sejenak. “Jika aku menang, kau harus meminta maaf pada pelayan tadi,” ujarnya, suaranya terdengar jelas meski ruangan begitu bising. “Jika aku kalah, kau bisa menjadikan aku budakmu selama satu bulan.”
Dalton tertawa keras, mengejek. “Tawaran yang buruk. Aku lebih suka membunuhmu daripada menjadikanmu budak. Tapi baiklah, aku terima. Bersiaplah menjadi anjingku selama satu bulan!”
Di sisi lain ruangan, Parker mengangkat tangannya dengan gemetar, berteriak seolah mencari keberuntungan terakhirnya. “Pa-pasang taruhan kalian! Aku bersama pria yang menantang Dalton!”
Kerumunan langsung menyambutnya dengan sorakan yang semakin memekakkan telinga. Beberapa orang mulai mengeluarkan uang mereka, memasang taruhan untuk Dalton atau, lebih jarang, untuk pria asing bernama Xander.
Dalam hati, Parker bergumam dengan penuh kekhawatiran. "Aku sepertinya akan mati hari ini..."