"Aletha jangan pulang terlambat!"
"Aletha jangan berteman dengan dia, dia tidak baik!"
"ALETHA!"
"KAKAK! Tolong berhenti mengatur hidupku, hidupku ya hidupku. Tolong jangan terus mengaturnya seolah kau pemilik hidup ku. Aku lelah."
Naraya Aletha, si adik yang sudah lelah dengan sikap berlebihan kakak tiri nya.
Galang Dwi Ravindra, sang kakak yang begitu membutuhkan adiknya. Dan tidak ingin sang adik berpaling darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmawi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Galang terus mengeratkan pelukan nya pada tubuh kecil Naraya. Mobil yang di kendarai oleh supir nya sudah berjalan membuat tangisan adiknya semakin kencang.
"Hiks Kakak jahaat!! Raya mau Mama... Raya mau Mamaaaa~" Naraya memukul mukul dada Galang dengan tangan kecil nya. Melampiaskan kekesalan nya.
Naraya masih terus menangis, bahkan saat mobil yang membawa nya dan juga Galang terus melaju untuk pulang ke rumah keluarga Angga. Namun Galang mana perduli, ketakutan terbesar nya berada di depan mata. Mana mungkin dia mau berlama lama di tempat pesta tersebut. Lama Naraya menangis sampai akhirnya anak itu kelelahan dan tertidur dalam pelukan Galang.
Galang memandang wajah polos adiknya dengan rasa bersalah. Dia mengusap rambut tebal anak gembil itu dan tersenyum kecut.
"Kakak takut Raya. Berada dekat dengan banyak wanita membuat Kakak teringat. Seseorang yang pernah Kakak panggil ibu."
"Seseorang, yang pernah menyakiti Kakak. Kakak sangat takut Raya."
.
.
.
Keesokan harinya, pagi di rumah keluarga baru Ravindra terasa begitu canggung. Hanya Hana dan Naraya yang banyak meramaikan suasana. Sementara Galang nampak tidak nyaman karena keberadaan Hana.
"Galang. Ayo di makan makanan nya."
Galang nampak mengacuh kan Hana yang berbicara dengan nada lembut padanya. Angga menghela napasnya.
"Galang. Makanlah."
"Aku, ingin makan nanti saja." Galang berucap sambil berdiri dari kursi nya. Dan akhirnya pergi dari meja makan tersebut.
"Raya, kenapa tidak membujuk Kakak nya...? Biasanya Kak Galang kan akan menurut jika dengan Raya."
Naraya menghela napasnya. Mempoutkan mulutnya sambil memandang kedua orang tuanya. "Raya sedang marah sama Kak Galang Mama."
"Kenapa? Apa Kakak berbuat salah sama Raya?" kali ini Angga yang langsung bertanya. Takut Galang melakukan hal yang tidak tidak pada adik baru nya itu.
"Hmm... Hanya, semalam Kakak memaksa pulang dari pesta. Padahal, Raya masih pengen disana. Tapi Kak Galang memaksa untuk pulang."
Angga menghela napasnya. Dia merasa bersalah sekarang, pasti Galang merasa tidak nyaman dengan pesta yang meriah tersebut. Namun Angga melakukan nya agar Galang semakin terbiasa dan ketakutan nya terhadap seorang wanita perlahan hilang.
Hana tersenyum. Mengusap lembut surai panjang putrinya. "Kalau begitu Naraya jangan terus marah dengan Kakak. Marah terlalu lama itu tidak baik loh."
Naraya menganggukkan kepalanya. "Iya Mama. Nanti Raya bakal baikan lagi sama Kakak kok."
"Bagus. Itu baru namanya anak Mama."
Naraya tersenyum lalu melanjutkan makan pagi nya.
Angga pun tersenyum bahagia, Hana dan Naraya bagi nya seperti pelengkap keluarga baru nya. Dia lalu menggenggam tangan Hana dan tersenyum pada istrinya itu.
"Kalian begitu baik. Terima kasih Hana."
.
.
.
Galang menghela napasnya, di dalam kamar dia duduk sendirian. Merasa tidak begitu nyaman berada di meja makan saat ibunya Naraya juga berada di sana. Dia benar-benar tidak bisa memaksakan dirinya, apalagi saat sang adik masih terlihat marah padanya karena kejadian pulang paksa kemarin. Naraya nampak tidak mau dekat dekat dengan Galang.
Galang sejak tadi pagi sudah mencoba untuk mendekati Naraya. Namun kejadian semalam sepertinya begitu berbekas diingatan bocah tujuh tahun itu. Lama Galang terdiam sampai Galang terkejut saat pintu kamarnya terbuka.
Galang begitu senang saat melihat Naraya mendekati nya. Namun raut wajah Naraya yang nampak kesal itu masih terlihat.
Galang tersenyum. Perlahan mendekati Naraya. Mengusap rambut adiknya. "Naraya. Tentang semalam, maafkan Kakak yah?"
Naraya mempoutkan mulutnya. Kedua tangan ia silangkan pertanda masih kesal. Namun dia jadi ingat nasihat Mama nya. Kalau marahan tidak boleh lama lama. Jadi Naraya memandang sang Kakak dengan senyuman manis nya.
"Sebenarnya, Raya sudah tidak marah. Mama bilang, marah terlalu lama itu tidak baik. Tapi, Kakak harus janji. Jangan larang larang Raya kalau Raya mau makanan ini itu. Raya kesal sekali! Kakak tiba-tiba bawa Raya pulang padahal Raya belum nyobain makanan nya. Kakak menyebalkan tau! "
Galang tersenyum lega mendengar penuturan adiknya. "Jadi karena kue kue itu kamu marah?"
Naraya menggeleng. "Bukan cuma itu. Semalam, Kakak terlihat menakutkan. Kakak, jangan seperti itu lagi. Raya takut."
Galang menundukkan kepalanya menyesal. Mengingat semalam dia memang mungkin terlihat menakutkan untuk seorang bocah tujuh tahun. "Maaf, kamu mau memaafkan Kakak kan?"
"Hm!" Naraya mengangguk dengan semangat.
Galang tersenyum lalu mengucak gemas surai kecoklatan milik adiknya.
"Terima kasih Raya."
"Kalau begitu, mau tidak makan bersama Kakak?"
Naraya nampak berpikir, lalu setelahnya tersenyum dengan lebar dan menganggukkan kepalanya. "Ayo.. Raya juga masih mau makan hehe."
.
.
Siang harinya. Galang terbangun dari tidur siang nya. Mengernyit saat sudah tidak menemukan adiknya tertidur di samping nya. Padahal jelas tadi mereka tidur siang bersama setelah lelah bermain.
"Naraya..." Galang mencari Naraya. Dia mencari adiknya ke seluruh sudut rumah besar keluarga Ravindra. Namun Galang tidak dapat menemukan adiknya itu, membuat Galang panik. Takut kalau adiknya meninggalkan nya. Seperti yang dilakukan ayahnya dulu.
"Galang..."
Galang begitu terperanjat saat seorang wanita yang sudah menjadi istri ayahnya itu terlihat menghampiri nya. Melihat reaksi Galang, Hana tersenyum dan agak menjaga jarak dengan putra tiri nya itu. Galang nampak mundur beberapa langkah dan menunduk menghindari tatapan Hana.
"Mencari Naraya?"
Galang menganggukkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan sang ibu tiri.
"A~h adik mu itu sedang bermain dengan teman-teman nya. Mungkin di taman komplek. Tidak jauh dari rumah. Raya itu anak yang aktif, meskipun dia anak perempuan, dia sering bermain. Jadi dia tidak bisa tidak bermain sehari saja. Raya akan seperti, cacing kepanasan Hehe. Jemput saja, lagi pula Naraya sudah terlalu lama main di luar nya."
Galang hanya mengangguk, lalu pergi dari hadapan ibu tirinya itu.
.
.
.
.
Galang berjalan dengan tidak sabar menuju taman. Hendak menjemput adiknya untuk pulang ke rumah. Sudah cukup waktu bermain nya, Galang kesepian dan butuh teman. Dan teman bagi Galang hanyalah Naraya. Adik manisnya. Galang harus membawa adiknya itu untuk pulang.
Setelah berjalan sebentar, Galang akhirnya sampai juga di taman komplek perumahan nya. Naraya sedang bermain bola dengan teman-teman nya. Aneh kan? Anak perempuan bermain bola? Galang tersenyum melihat keceriaan adiknya itu. Naraya benar-benar bocah yang aktif dan ceria.
"Naraya, tangkap bola nya!"
Naraya berlari, hendak mengambil operan bola dari teman nya.
Namun sepertinya nasib buruk sedang menghampiri Naraya, bola tersebut malah menghantam wajah Naraya. Membuat anak itu langsung mengaduh sakit dan memegangi pipi nya yang tidak sengaja terhantam bola.
"AKH!"
"NARAYA!"
Galang langsung berlari menghampiri adiknya yang terhantam bola. Menatap marah pada bocah yang tidak sengaja melemparkan bola itu ke wajah Naraya.
"APA YANG KAU LAKUKAN HA?!" Galang langsung mendorong bocah yang tadi melemparkan bola tersebut pada wajah Naraya. Membuat bocah tersebut terjatuh.
"ABIM!"
Abim mengaduh sakit saat dia terjatuh dan sikut nya bergesekan dengan kerikil. Dan membuat kulitnya sedikit memar dan berdarah.
"Kakak! Kakak menyakiti temanku!" Naraya berteriak marah saat melihat sang Kakak mendorong temannya. Dengan cepat Naraya berlari menghampiri Abim.
"Abim, kamu gak papa kan?" Tanya Naraya hampir menangis melihat teman nya yang sedang menangis.
"Huweee~ Kakak nya Naraya jahat!"
"Kakak!" Naraya menatap marah pada Galang. Namun nampaknya Galang tidak peduli.
"Kita pulang Naraya!"
Naraya menggeleng keras. "Tidak mau! Aku sedang bermain Kakak!"
"Dan kau terluka Naraya! Anak itu melemparkan bola nya padamu!"
"Dia tidak sengaja Kakak!"
"Sengaja atau tidak, dia sudah menyakiti mu! Lihat, pipi mu jadi lebam karena lemparan bola nya!"
"Tapi lihat! Siku nya Abim jadi terluka karena Kakak mendorong nya!"
"Kita pulang sekarang Naraya!" seru Galang kekeh, dia jelas tidak merasa bersalah pada teman Naraya.
"Tidak mau!"
Galang tidak meIyangarkan penolakan Naraya. Dengan cepat dia menyeret adiknya agar mengikuti nya untuk pulang meskipun Naraya jelas menolak. Masih ingin main dan khawatir dengan teman nya yang terluka karena Galang Kakak nya.
"KAKAK LEPASKAN RAYA!"
Naraya merengut kesal. Bibirnya sudah bergetar menahan tangis. Lagi lagi sang Kakak memaksa nya untuk pulang.
"Kakak!"
Naraya tidak dapat melawan lagi. Saat sang Kakak akhirnya menggendong nya seperti semalam saat memaksa nya untuk pulang dari pesta.
.
.
.
"HUWAAA MAMA...."
Naraya berlari mencari Mama nya saat sudah berada di rumah besar keluarga Ravindra. Hana tentu terkejut melihat putri kecil nya itu datang dengan menangis keras. Sementara Galang nampak acuh dan langsung berlari masuk ke kamarnya.
"Kamu kenapa Raya?" Hana bertanya dengan cemas. Apalagi melihat bekas memar di pipi putih putri kecil nya.
"Mama~"
"Kamu kenapa hmm?"
Naraya masih terisak. "Kakak... Kak Galang jahat hiks... Mamaa~"
Hana menggeleng. Mengusap memar di pipi putrinya. "Naraya... Jangan berbicara seperti itu hmm? Kakak mungkin khawatir karena tidak menemukan Raya di rumah. Sudah ya nak, jangan menangis lagi. Jangan panggil Kakak nya jahat itu tidak baik... Hm mengerti sayang?"
.
.
.
Galang langsung mengunci kamar nya. Mengingat kembali kejadian di taman. Dia mendorong seorang anak kecil yang sudah menyakiti adiknya. Jelas Naraya marah, tapi apa dia salah karena melindungi adiknya?
Galang tadi melihat Naraya adiknya menangis begitu keras, dan menyebut nya jahat. Yang Galang lakukan hanya untuk melindungi adiknya. Galang takut, Naraya mengalami apa yang di alami nya dulu saat seumuran Naraya. Di kucilkan dan di bully. Galang tidak mau hal seperti itu terjadi pada adiknya.
"Apa aku benar-benar jahat?"
Galang terisak. Memeluk dirinya sendiri dengan pandangan kosong. Galang lalu tersenyum. Merasa yang di lakukan nya tadi tidak lah salah.
"Kakak tidak salah Raya. Kakak hanya, berusaha untuk melindungi mu. Kakak berusaha untuk melindungi mu. Hanya itu."