"Kita putus!"
"putus?"
"ya. aku mau kita menjadi asing. semoga kita bisa menemukan kebahagiaan sendiri-sendiri. aku pergi,"
"Silahkan pergi. tapi selangkah saja kamu melewati pintu itu ... detik itu juga kamu akan melihat gambar tubuh indahmu dimana-mana,"
"brengsek!"
"ya. itu aku, Sayang ..."
***
Bagai madu dan racun, itulah yang dirasakan Eva Rosiana ketika jatuh dalam pesona Januar Handitama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva Rosita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Mobil Janu baru terparkir di pelataran cafe Budi. Melirik ke samping dimana pacarnya membuka seatbelt.
Pacarnya itu sepanjang jalan hanya diam saja dengan wajah datar. Tanda jika gadis itu sedang kesal. Sadar akan itu, tapi Janu memang harus melakukan itu
Tak ingin miliknya dinikmati orang lain barang hanya memandang.
Eva yang sudah memegang hendel pintu hendak turun, diam karena Janu mencekal lengannya. Menoleh dengan tatapan datarnya, menunggu apa yang akan cowok itu katakan.
"Sorry," ucap Janu. Netra obsidiannya sudah mengunci netra milik kekasihnya. Tatapan yang menjelaskan jika maaf itu ia utarakan dengan tulus. "Lo pacar gue, Babe. Lo milik gue. Gue cuma mau jaga lo. Apa salah?"
Salah caranya, itu yang ada di batin Eva.
Memang tidak salah Janu menjaganya, tapi cara menjaganya itu yang terlalu berlebihan menurutnya. Eva juga bisa jaga diri dan tidak semua yang berinteraksi dengannya berniat jahat atau tertarik kedirinya.
Tapi Eva hanya diam sekarang, selalu mencoba untuk mengerti sikap posesifnya Janu.
Janu tarik pelan tangan yang dicekalnya untuk membawa tubuh itu kepelukannya. Evanya masih diam saja, tapi menerima apa yang dilakukan Janu.
"Secinta itu gue sama lo, Sayang. Tolong ngertiin ya?"
Apapun akan Janu berikan, dia hanya meminta Eva untuk mengerti sikapnya yang ini.
"Babe ..." panggil Janu karena Eva diam saja. Dielusnya punggung sang kekasih yang masih tak mau buka suara. "Janu say sorry," timpalnya berupa bisikan.
Tak suka jika di abaikan, tak suka jika di diamkan.
Eva menghela napas panjang dengan pelan.
"Iya. Dimaafin,"
"Ikhlas nggak?" tanya Janu masih tak mau melepaskan pelukannya.
"Ikhlas, Jan,"
"Kalau ikhlas, nggak boleh jutekin gue lagi,"
Janu terkekeh karena pinggangnya dicubit oleh Eva, menjauhkan wajah dan sudah ditebak jika pacarnya tengah manyun.
Cup
Bibir yang manyun itu ia kecup berkali-kali. Berhasil, gadisnya itu sekarang tertawa kegelian.
"Janu, udaaah," rengek Eva karena pacarnya itu terus saja mengecupinya. "Gue udah telat ini loh, Jan. nanti bisa ngomel si Budi,"
Janu berhenti dan menjauhkan wajahnya. "Berani banget Budi ngomelin lo, Babe?"
"Ya berani lah. Dia Bos ue, Jan!"
"Gue omelin balik kalo gitu. Enak aja,"
"Ih, kok gitu?"
"Ya kenapa?"
Eva berdecak kesal, tidak suka jika Janu mulai berlebihan.
"SEkarang gini deh. Kalo ada karyawan JC yang kerjanya suka ngaret gimana?"
"YA gue protes,"
"Nah itu lo tau! Budi juga bisa protes kalo gue telat, Januuu!" jawab Eva dengan gemas.
Mulut pacarnya ini memang seenak udel kalo ngomong. Sudah tahu jika dia itu karyawannya Budi, jelas ngomel si Budi kalo di telat begini.
"Ya beda dong!"
"Apa bedanya?" tanya Eva heran.
"Lo ceweknya Janu Kagak ada yang bole ngomelin ceweknya Janu!"
"HIsh!"Eva raup itu wajah pacarnya yang songong, "au ah!"
Sebelum ada drama lanjutan dari pacarnya, Eva turun lebih dulu dari mobil. Lalu di ikuti Janu yang langsung memeluk pinggangnya untuk berjalan bersama ke dalam.
Janu tak akan membiarkan tangannya nganggur jika didekat pacarnya.
"Pe. Buset dah nih bocah.Ditungguin dari tadi baru nongol. Buru sana gawe!"
Tuh kan bener, baru datang si Eva langsung disambut oleh omelan Bosnya.
"Heh, siapa lo berani ngomelin cewek gue?" semprot JAnu.
"Cewek lo karyawan gue, Pak!"
MAta Eva mengerling jengah, biarkan aja Budi dan pacarnya itu berdebat. Dia bergegas menuju tempatnya untuk manggung, yang dimana sudah di tunggu oleh BAnyu dan dani disana.
Lama Eva nyanyi, mata Janu tak berhenti memperhatikan manusia jelmaan buaya kali yang menatap pacarnya dengan tatapan penuh puja.
Oh ayolah, Janu itu bukan cowok kemarin sore. Jelas dia tahu apa arti tatapan itu.
"Jaga mata lo sebelum gue colok. Dia cewek gue,"
Memang tak kaleng-kaleng nyalinya Janu, berjalan seorang diri ke meja yang berisi para cowok seusianya yang menatap pacarnya penuh puja tadi. Langsung di semprot tanpa permisi dulu.
"Sorry, Bang,"
Yang disemprot cuma bisa meringis takut. Sudah keder duluan melihat penampilan Janu.
Budi dan Evan cuma bisa menggeleng kepala melihat tingkah temannya itu.
"Temen lo," kata Evan.
"Temen lo juga bego!" sahut Budi.
Eva sudah selesai bernyanyi, turun dari panggung dia di panggil oleh Dani. Meringis dan mengaduh dalam hati karena teman manggungnya itu sekarang malah ngajakin ngobrol sambil jalan bareng ke meja yang akan dia tuju.
Cuma obrolan biasa saja, tapi Eva seperti menghindar. Bukan karena dia risih dengan Dani, toh mereka juga sudah akrab dari dulu. Dani juga tidak ada perasaan apa-apa dengan Eva. Tapi Eva teringat larangan Janu tadi sore, dan dia takut pacarnya itu akan bikin ulah.
"Babe,"
Eva mendesah pelan, baru saja terlintas di otaknya, si Janu sudah nongol. Mendekat dan menarik pinggangnya, menjauhkan dari Dani.
"Ngomongin apa lo sama cewek gue?" tanya Janu ke Dani dengan wajah yang tidak bersahabat.
"Cuma ngobrol biasa," Eva yang menjawab karena Dani masih terheran heran dengan pertanyaan pacar temannya itu.
"Diem. Gue tanya dia, bukan lo. Kenapa lo yang jawab?" JAnu menatap pacarnya dengan tajam. Kesal, suah di ingatkan jangan dekat dengan cowok itu, Eva malah meladeni saat di ajak ngobrol.
Dani meringis dan melambaikan tangannya dengan panik, takut Eva dan Janu berantem. "Santai, Bro. Kita emang cuma ngobrol biasa aja kok," kata Dani.
Mata JAnu beralih menatap lawan bicaranya. " Nggak usah deket-deket kalo cuma ngobrol biasa," desis Janu, "Laen kali nggak usah ngajak ngobrol kalo emang nggak penting!"
Eva kesal karena Janu berlebihan. Malu juga ke temannya itu. Harusnya Janu bisa menegurnya saat sendiri. Dan sudah dijelaskan tadi jika dia dan Dani hanya mengobrol biasa layaknya teman.
Pergi meninggalkan Janu yang meneriaki namanya.
"Babe!" teriak Janu yang tak di pedulikan oleh Eva.
Peduli setan dengan banyak pasang mata yang melihatnya, Janu terus meneriaki pacarnya. Langkahnya mengayun lebar untuk menyusul Eva.
"Babe!" teriaknya lagi. "Eva!"
Janu berhasil mencekal tangan Eva, tapi terkejut karena tangannya langsung di tepis. "Lo kenapa sih?"
Eva tatap pacarnya dengan tak percaya, lantas tertawa sendiri seperti orang gila. "lo tanya gue kenapa?" beonya, tunjuk diri sendiri. "Lo yang kenapa, JANU?!"
"Lo kenapa bikin gue malu? Dani cuma temen gue. Lo berlebihan tau nggak?" lanjutnya berseru, mendorong dorong dada Janu dengan telunjuknya.
Janu tangkap tangan Eva. Genggamannya yang kian erat menunjukkan betapa kesalnya dia. Tak terima dengan tuduhan Eva yang menganggapnya berlebihan.
"Berlebihan lo bilang?"
"iya. Lo berlebihan!"
"Gue kasih peringatan ke cowok yang deketin cewek gue. LO BILANG BERLEBIHAN?!"
"NGGAK USAH TERIAKIN GUE!" Eva balas Janu dengan suara yang tak kalah tingginya.
Kedua anak manusia itu sedang saling tatap dengan sorot yang sama tajamnya. Baik Eva maupun Janu seperti menunjukkan kekuatan masing-masing. Tak ada yang mau mengalah, saling membela ego masing-masing.
"dimana berlebihannya? Bilang ke gue, dimana berlebihannya?" desis Janu. Tak pedulikan pacarnya yang terus berusaha untuk melepas tangannya yang masih mencengkeram lengan itu.
Sakit. Kalau boleh jujur, Eva rasakan sakit di pergelangan tangannya yang di cengkeram oleh Janu. Tapi tak sedikit pun ia tunjukkan rasa kesakitan itu. Matanya masih sangat berani menatap tajam Janu.
"Berapa kali gue bilang. Dani temen gue, Janu!" geram Eva. Merasa lelah sendiri, harus bagaimana dia menjelaskan ke Janu.
Cemburunya Janu ini bukan lagi berlebihan, tapi sudah tidak normal.
"Tapi dia genit ke lo. Gue nggak suka,"
"KIta cuma ngobrol, Januuu!!"
"GUE NGGAK SUKA! BERAPA KALI JUGA GUE BILANG JANGAN DEKET-DEKET DIA!" bentak Janu lagi. Emosinya sungguh di uji, dan tak bisa lagi dia menahan sabarnya melihat Eva yang bukannya menurut tapi malah membela cowok itu. "Kenapa lo susah di atur? Atau lo demen di deketin sama bajingan itu, hah?" tuduhnya membuat Eva menggeleng lemah tak habis pikir. "JAWAB!"
"Lo suka, iya? Lo punya gue dan lo masih aja mau dideketin cowok laen. Gatel lo jadi cewek?"
Plak!
Tangan kanan Eva memang masih di cekal oleh Janu, tapi bukan berarti tangan kirinya tak b isa digunakan untuk lampiaskan amarahnya.
Kalimat tuduhan Janu ini sudah diluar dugaannya. Harga dirinya merasa di injak dikatai jalang oleh pacarnya sendiri.
Bahkan satu tamparannya saja masih tak cukup puas untuk membungkam mulut sialan Janu.
"Brengsek lo, Jan. Jauh-jauh lo dari gue, sialan!" kalimat terakhir yang Eva ucapkan sebelum lutut kanannya ia angkat untuk beri salam perpisahan ke perut Janu.
Janu mengerang sambil memegang perutnya. Mulutnya tak berhenti meneriaki nama Eva.
Dan Eva sendiri sudah lari secepat mungkin. Paham betul jika pacarnya tak akan diam saja, pasti akan mengejarnya.
Beruntung Eva berhasil menghentikan taksi. Eva pergi dan tak mau menoleh ke belakang dimana Janu berlari mengejarnya.
"Arrgghh. Sialan. Brengsek!" umpat Janu. "APA LO PADA LIAT-LIAT? MAU GUE BANTAI LO, HAH?" amuknya ke beberapa orang yang melihatnya.
"Bubar. Bubar!" itu suara Budi yang menyuruh orang-orang bubar. Jika orang-orang ini tak berhasil ia bubarkan, yakin sekali mereka akan menjadi samsak dari marahnya Janu.
Budi paham betul bagaimana gilanya si Janu jika marah.
Budi geleng kepala melihat Janu yang masuk ke dalam mobil dan membanting pintunya. Mobil mewah itu langsung melaju cepat melewatinya.
"Ck, begini nih kalo setan gelud sama iblis. Kagak ada yang mau ngalah, saling serang teross!" gumamnya.
kak kenapa ga di fizo aja sih novel ini..