RED FLAG

RED FLAG

01

Trap

Trap

Trap

Suara langkah sepatu hitam putih dari gadis yang mempunyai senyum manis. Gadis yang datang dari desa dan memutuskan kuliah di Jakarta dengan jalur beasiswa.

Eva Rosiana namanya. Gadis yang mempunyai kulit khas asia, tidak putih tidak juga hitam. Lebih tepatnya sering diledek "aura maghrib" oleh beberapa gadis yang terang terangan tidak menyukainya. Lebih bisa dikatakan iri.

Kulitnya yang tidak putih itu tidak bisa membuat para kaum adam dikampusnya untuk tidak memujinya. Eksotis, begitulah kata para kaum adam memujinya. Mereka juga terpesona jika Eva mengeluarkan senyumannya. Senyuman manis yang selalu bisa membuat mata betah memandangnya.

Wajahnya yang datar sering membuat orang berfikiran bahwa Eva gadis yang judes. Dia akan tersenyum dan menjadi cerewet jika berada di orang terdekatnya.

"Ini dia orangnya. Lama amat lo, Pe?" Itu suara Roni, salah satu sahabat Eva. Cowok kemayu dari jurusan sastra yang sedang duduk di kantin dengan 4 orang lainnya.

Ada Ajeng, dari jurusan ilmu komunikasi, sudah menjadi bestie kental dari Eva. Satu desa dan bersahabat mulai TK.

Maysaroh, gadis berkrudung satu jurusan dengan Eva, Akuntansi.

Dan terakhir ada Budi, dari jurusan Managemen bisnis. Partner Eva kerja di salah satu cafe.

"Sory. Gue tadi boker dulu," jawab Eva tanpa beban. Bodo amat dengan teman-temannya yang sudah mangap mau makan.

"Gue lagi makan ya, anjir!" sungut Budi tak terima.

Yang jadi tersangka hanya merespokln dengan cengiran saja.

"Bagi, Jeng!" kata Eva.

"Lambemu. Itu batagor udah masuk mulut baru ngomong!" sarkas Ajeng.

Mereka memang beda jurusan, tapi setiap hari selalu menyempatkam waktu untuk bisa nongkrong bersama.

Keadaan kantin awalnya damai-damai saja, sampai akhirnya terdengarlah suara pekikan tertahan dari para gadis-gadis.

Ajeng penasaran, kepalanya bergerak mengikuti arah dimana para gadis penghuni kantin itu menoleh. Ada dua cowok yang baru saja masuk kantin. Kalau tidak salah, itu teman satu jurusan dengan Budi.

Ada satu yang menarik mata Eva saat menatapnya. Satu cowok yang memakai kaos putih, rambutnya sedikit acak acakan tapi tak terlihat jelek. Malah sebaliknya. Di telinga kirinya memakai anting hitam, di ujung bibirnya juga seperti itu. Dan belum lagi di tangan kanannya ada tato sampai di bawah sikunya. Kulit putihnya membuat tato itu semakin menyala.

Waw! Gumam Eva dalam hatinya. Untuk pertama kali melihat cowok bertato yang nampak terlihat keren.

"Ya ampuun, itu si Janu makin hari makin sedep buat rahim gue!"

Bisikan itu mampir lagi ditelinga Eva, membuatnya mengedikkan bahu dan kembali fokus ke teman-temannya lagi.

"Gaje banget," gumam Ajeng. Mengedikkan bahunya karena merasa biasa saja melihat dua cowok itu.

"Biasalah, mereka kan cegilnya Janu!" celetuk Jumaroh, nama panggilan dari Maysaroh.

"Janu siapa?" beo Eva.

"Woi, Jan, Van!" Saroh tak jadi mengeluarkan jawaban untuk Eva, karena sudah keduluan mulut toa Budi. Budi mengangkat tangannya, mengode dua cowok yang baru saja masuk kantin.

"Tumben ke kantin?" seloroh Budi ketika dua teman yang dia panggil itu sudah ada di depannya.

"Pengen aja," jawab Evan, "eh, kita boleh gabung kan?" tanyanya ke teman-teman Budi.

Ketiga gadis itu mengangguk. Dan Roni auto sumringah, "boleh dong! Kenalin, gue Rina!" serunya mengulurkan tangan kanan, tangan kirinya bergerak seperti wanita menyelipkan rambut ke telinga. Padahal rambut Roni itu pendek, khas rambut laki-laki pada umumnya.

"Anjir, Rina katanya!" Eva toyor kepala temannya yang kemayu itu membuat yang lain tertawa. Kecuali satu cowok yang hanya tersenyum tipis.

"Halo, gue evan! Temennya Budi," si cowok berlesung pipi menyodorkan tangannya, menjabat tangan satu persatu yang ada di meja itu termasuk Eva.

Selesai dengan Evan, kini giliran cowok bertato yang menyodorkan tangannya, "gue, Janu,"

"Ajeng,"

"Maysaroh,"

"Roni. Kalau malem, Rina!"

"Eva," ada lima detik Eva dan Janu saling tatap. Dan kedua tangan itu terlepas dengan senyuman tipis dari Janu.

Mereka mulai mengobrol setelah Eva, Janu dan Evan mengambil makanan mereka. Dari sini Eva tahu, kalau yang namanya Evan itu anaknya sangat ramah sekali. Beda dengan Janu yang lebih pendiam.

"Eh, lo yang sering nyanyi di cafe tempat Budi kan ya?" pertanyaan itu di lontarkan ke Eva dari Evan.

Eva bukan dari keluarga berada. Untuk mencukupi kebutuhannya di perantauan ini, gadis itu menggunakan kelebihan suaranya yang indah untuk mencari uang. Seminggu 4 kali dia akan menyanyi di cafe milik Budi.

Awal mula Budi kenal dengan Eva berawal dari ketidak senganya Budi yang mendengar Eva bernyanyi saat di halte. Saat itu Budi tidak membawa mobil, pergi ke halte untuk menunggu bus. Ada gadis yang memakai earphone dan gadis itu bernyanyi dengan suara merdunya.

Dari situlah Budi berkenalan dengan Eva dan menawarkan kerja sama. Dan gara-gara mengenal Eva, Budi bisa menjadi pacar Jumaroh alias Maysaroh, sahabat Eva. Gadis berkerudung yang cantik.

Eva mengangguk tanpa suara karena dia sedang menyedot es jeruknya.

"Wah, kereen!" puji Evan yang hanya mendapat senyuman tipis dari Eva.

Sudah di bilang bukan, kalau Eva itu bukan orang yang suka haha hihi dengan orang baru. Dia juga tidak suka berbasa basi.

"Hai, Va!" tiba-tiba ada kakak tingkat yang cukup populer menyapa dan menghampiri Eva.

"Hai Kak," Eva menoleh dan tersenyum manis ke Gilang.

Gilang, kakak tingkat Eva. Cukup populer karena ketampanannya. Sudah dua minggu ini Gilang terang-terangan mendekati Eva.

Disaat Eva tersenyum, ke empat temannya malah menunjukkan wajah garangnya ke Gilang. Mereka tidak suka jika Gilang mendekati Eva.

Hanya Evan dan Janu yang terlihat menyeringai, karena mereka berdua tahu bagaimana peringai Gilang.

"Gue tadi lewat toko roti. Terus ke inget lo yang suka sama roti. Ini buat lo," Gilang menyodorkan apa yang dia beli tadi ke Eva. Tersenyum lebar karena Eva menerimanya.

"Waw. Thanks ya, Kak!"

"Sama-sama. Oh ya, nanti lo manggung?"

"Iya,"

"Boleh gue jemput? Ada yang mau gue omongin,"

"Boleh,"

"Okey. Gue pergi dulu ya. Sampai ketemu nanti malam,"

Eva mengangguk dan tersenyum. Namun senyumnya langsung lenyap setelah Gilang balik badan. Wajah Eva langsung berubah datar.

Dan itu semua tak luput dari mata Janu.

"Pe, lo ngapain sih masih nanggepin si gila itu?" kesal Ajeng.

Oh ya, nama panggilan Eva itu Ipe dikalangan sahabatnya.

"Iya nih. Kek nggak ada cowok laen aja. Yang suka sama lo banyak ya, nyet!" timpal Roni.

"Gue udah bilang kan, kalau Gilang deketin lo karena taruhan?" sekarang Budi yang ambil suara.

"Iya, tau kok!" jawab Eva dengan seringai tipisnya.

"Terus ngapain masih ditanggepiiin?" gemas sekali Ajeng dengan sahabatnya ini.

"Mau kasih makan egonya dulu," seringaian Eva tercetak lagi dibibir manisnya membuat ketiga temannya melongo.

Waw, menarik! Batin Janu yang sedari tadi hanya diam dan menyimak.

Ternyata waktu Gilang menghampiri Eva, ada satu orang yang terus memperhatikan. Seorang gadis dengan pakaian yang terbuka dan terkenal badasnya.

"Dasar aura maghrib. Enggak tau diri banget itu cewek!" salah satu gadis yang mengompori Putri.

Iya, gadis yang memperhatikan Gilang dan Eva tadi adalah Putri. Kakak tingkat Eva dan sudah lama ternyata mengincar Gilang.

Putri, berbadan sintal memiliki kulit yang sangat putih.

"Jangan diem aja, Put. Tuh anak makin ngelunjak. Kasih pelajaran dikit lah!"

Tak kuta mendengar komporan dari dua temannya, Putri berdiri. Tersenyum remeh dan mengode kedua temannya untuk mengikutinya.

Dengan pongahnya Putri berjalan, di belakangnya sudah ada dua antek-anteknya. Mereka bertiga akan melabrak Eva yang sedang tertawa dengan kelompoknya.

"Heh, lo yang namanya Eva. Berdiri lo!" sentak Putri.

Suara cempreng Putri mencuri perhatian seisi kantin. Mereka memusatkan perhatian ke meja Eva, karena sepertinya akan ada tontonan yang seru. Sebagian dari mereka juga sudah siap dengan ponselnya. Siap merekam adegan perlabrakan.

Eva berdiri dengan malas. Wajah datarnya menatap Putri endegeng.

Putri melipat kedua tangannya di depan dada. Bibirnya menyeringai setelah matanya selesai mengamati Eva dari atas sampai bawah.

"Wah, Jeng. Temen lo bakalan punya musuh baru," bisik Roni, "bahaya kali ini, Jeng. Musuhnya lampir,"

Ajeng dengan santainya memutar bola matanya malas, "jangankan lampir, Mbak kunti aja bisa kapok kalo ngelawan Eva!"

"Kalian manggil gue cuma mau mantengin gue gitu?" malas sekali Eva harus meladeni tiga cegil yang tak jelas apa maunya.

"Heh, aura maghrib. Yang sopan lo sama kating!" sentak Yuni, salah satu anteknya Putri.

"Iya deh, sorry si awur-awuaran," balas Eva santai tapi membuat ketiga cewek itu melotot tak terima.

Apa lagi banyak anak yang tertawa, membuat Putri endegeng semakin geram.

"Lo--" satu tangan Putri terangkat, memberi tanda ke temannya untuk diam. "Lo ada hubungan apa sama, Gilang?" tanya Putri sinis.

"Kenapa lo nggak tanya aja sama orangnya?"

Mata Janu tak berhenti memperhatikan Eva, memperhatikan gadis yang baru saja ia kenal itu. Gadis yang dari awal menarik perhatiannya.

"Lo emang kurang ajar ya!"

"Lebih tepatnya gue kurang duit sih,"

"Pfft ... hahaha," banyak suara tawa yang mendengar celetukan Eva.

"Gue peringatin ya sama lo. Lo nggak usah kegatelan jadi cewek. Jauhin Gilang kalo lo masih mau nyaman kuliah disini!" ancam Putri yang memang tak pernah main-main dengan ucapannya.

Eva mencebik remeh dan mengangguk anggukan kepalanya dengan santai.

"Sadar diri lo jadi cewek. Gilang itu punya Putri. Lo tuh nggak ada apa-apanya sama Putri yang spek bidadari ini," seru

Wah, udah main fisiknya berlebihan ini. Batin Eva.

Sekarang gantian Eva yang bersedekap dada, melakukan hal yang sama seperti Putrk tadi. Menatap Putri dari atas sampai bawah.

"Modal pamer dada sama paha dibilang seperti bidadari," ucap Eva, "sejak kapan?" Eva maju dua langkah dan berhenti pas didepan Yuni yang mencomoohnya tadi, "sejak kapan bidadari jual diri?" lanjutnya bertanya sambil melirik Putri. Tak lupa dia sematkan seringaiannya.

"Hahaha..." mereka semua tertawa lagi. Bahkan banyak yang bersorak karena keberanian Eva.

"Sialan!" amuk Putri. Tangannya melayang, siap untuk menampar Eva.

Tapi tak semudah itu, sebelum tangan itu mampir ke pipinya. Eva sudah lebih dulu mencekalnya.

"Nggak segampang itu cantik, nyentuh pipi gue. Sedikit aja lo berani nyentuh muka gue ... gue kunyah lo!" suara rendah Eva namun penuh ketegasan membuat Putri menciut.

"Lepass!" desis Putri karena merasakan sakit dipergelangan tangannya. Cekalan dari Eva ternyata tak bisa di anggak remeh.

Sebelum melepaskan cekalan tangan Putri, jari telunjuk kiri Eva terangkat. Mencolek samping hidung Putri, "bedaknya ketebelan, Mbak. Sampai nggak rata gini loh," ucapnya santai membuat mereka lagi lagi tertawa dan Putri berakhir malu.

"Awas lo ya!" Putri sangat malu. Dia tidak menyangka akan dipermalukan oleh gadis yang awalnya ingin ia permalukan.

Putri pergi membawa kekesalannya dan disusul oleh dua anteknya.

"Haaah!" Eva membuang nafas panjangnya, kembali ke tempat duduknya. "Dasar ondel-ondel. Buang-buang tenaga gue aja," omelnya.

"Keren!"

"Ini baru temen gue!"

"Si Ipe emang tiada tanding!"

Puji dari teman-temannya yang tak ditanggapi oleh Eva.

Saat Eva tak sengaja mengangkat wajahnya, dia bersitatap dengan mata Janu. Seperti ada kekuatan magnet tersendiri, Eva dan Janu tak ada yang mengalihkan dari pandangan mereka.

Saling menatap dengan wajah yang sama datarnya. Antara Eva dan Janu juga tidak ada yang tahu apa arti dari tatapan masing-masing.

Terpopuler

Comments

resky marwana

resky marwana

mampir thor,, dari lingga n Ajeng lanjut Janu n eva

2025-01-08

1

Mommy 99

Mommy 99

gara"marpuah ajeng gua terdampar disini

2025-01-11

0

Najwa_auliarahma

Najwa_auliarahma

kesini selain pengen tau kisahnya janu-eva plus bisa tau kehidupan perkuliahannya si Ajeng markojeng 😂

2025-01-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!