NovelToon NovelToon
Cinta Sang CEO Dan Gadis Gendut Season 2

Cinta Sang CEO Dan Gadis Gendut Season 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Pelakor jahat
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Irh Djuanda

Almira Dolken tidak pernah menyangka hidupnya akan bersinggungan dengan Abizard Akbar, CEO tampan yang namanya sering muncul di majalah bisnis. Sebagai gadis bertubuh besar, Almira sudah terbiasa dengan tatapan meremehkan dari orang-orang. Ia bekerja sebagai desainer grafis di perusahaan Abizard, meskipun jarang bertemu langsung dengan bos besar itu.

Suatu hari, takdir mempertemukan mereka dengan cara yang tak biasa. Almira, yang baru pulang dari membeli makanan favoritnya, menabrak seorang pria di lobi kantor. Makanan yang ia bawa jatuh berserakan di lantai. Dengan panik, ia membungkuk untuk mengambilnya.

"Aduh, maaf, saya nggak lihat jalan," ucapnya tanpa mendongak.

Suara berat dan dingin terdengar, "Sepertinya ini bukan pertama kalinya kamu ceroboh."

Almira menegakkan tubuhnya dan terkejut melihat pria di hadapannya—Abizard Akbar.

"Pak… Pak Abizard?" Almira menelan ludah.

Abizard menatapnya dengan ekspresi datar. "Hati-hati lain ka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Almira mengetahui kebenarannya

Almira membulatkan tekadnya,selama beberapa hari berkurung diri di kamarnya , Almira pun bersiap berangkat ke kantor. Debora menatap Almira dengan rasa lega, akhirnya melihat sahabatnya kembali bangkit. Almira yang selama beberapa hari terakhir tenggelam dalam kesedihan, kini tampak lebih tegar meski matanya masih menyiratkan sedikit kelelahan.

"Kamu yakin udah siap, Al?" tanya Debora, khawatir.

Almira tersenyum tipis, merapikan blazer yang ia kenakan.

"Aku akan mengundurkan diri, Deb. Aku nggak bisa terus-terusan lari dari kenyataan. Hidupku harus terus berjalan."

Debora mengangguk, bangga dengan tekad Almira.

"Kalau ada apa-apa, jangan ragu buat hubungin aku, ya."

Almira mengangguk sebelum beranjak keluar. Sesampainya di kantor, suasana terasa sedikit canggung. Beberapa rekan kerja menatapnya dengan rasa ingin tahu, mungkin sudah mendengar rumor tentang kejadian di restoran malam itu. Namun, Almira tak peduli. Ia melangkah mantap ke ruangan Abigail.

"Al, senang melihatmu kembali," sapa Abigail, berdiri di ambang pintu.

Almira menatap Abigail dengan sorot mata yang dingin.

"Ini surat pengunduran diriku"

Abigail terkejut mendengar ucapan Almira, matanya membelalak saat menerima amplop cokelat yang disodorkan kepadanya. Ia berusaha tetap tenang meski pikirannya bergejolak.

"Al, tunggu... apa maksudnya ini?"

Abigail bertanya, mencoba mencari kepastian. Almira menatapnya tanpa ekspresi.

"Aku sudah memutuskan, Abi. Aku nggak bisa lagi bekerja di sini. Lingkungan ini sudah terlalu penuh dengan kenangan yang ingin aku lupakan."

Abigail menahan napas sejenak, lalu tersenyum kecil, meski senyum itu tak sampai ke matanya.

"Al, kamu yakin keputusan ini benar? Kamu bekerja keras untuk mencapai posisi ini. Jangan biarkan kejadian-kejadian kemarin merusak kariermu."

Almira mendesah pelan, mencoba menenangkan dirinya.

"Abi, keputusan ini bukan karena kamu atau siapa pun. Ini tentang aku. Aku butuh ruang untuk menemukan diriku lagi, jauh dari semua drama ini."

Abigail terdiam, tak tahu harus berkata apa. Ia tahu Almira serius, dan kali ini tak ada kata-kata yang bisa membuatnya berubah pikiran.

"Kalau itu yang kamu mau," ucap Abigail akhirnya, suaranya terdengar lebih lembut.

"Tapi aku harap kamu tahu, pintu ini selalu terbuka kalau kamu ingin kembali."

Almira tak menjawab. Ia lalu berbalik meninggalkan ruangan tanpa menoleh lagi. Setiap langkah terasa seperti menutup bab dalam hidupnya yang penuh luka, tapi juga membuka pintu menuju sesuatu yang baru.

Di lobi, rekan-rekan kerja menatapnya dengan rasa heran. Beberapa bahkan mencoba bertanya, tapi Almira hanya tersenyum tipis dan melanjutkan langkahnya hingga keluar dari gedung.

Di luar, angin berembus lembut, seolah menyambut kebebasannya yang baru. Ia berdiri sejenak di trotoar, menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan pergi dengan kepala tegak.

Dari kejauhan sebuah mobil berhenti setelah mendekati Almira. Seorang wanita turun dari dalam mobil putih tersebut,

"Almira"

Seru wanita berambut pendek sebahu menatap Almira dengan senyum simpul di bibirnya. Almira langsung menoleh padanya.

"Sarah?".gumam Almira.

Sarah yang merupakan rekan kerja di kantor milik Abizard itupun berlari menghampiri Almira yang berdiri tegak di depannya .

" Sudah lama sekali aki tak bertemu dengan mu ,Al."ucap Sarah senang.

Almira menatap Sarah dengan bingung.

“Ya, sudah lama sekali, Sarah. Aku nggak nyangka bisa ketemu kamu di sini,” ucapnya, mencoba tersenyum meski pikirannya masih dipenuhi banyak hal.

Sarah mengangguk antusias.

"Aku gak tahu jika kamu resign dari perusahaan. Wah, aku jadi makin kaget ketemu kamu di sini," katanya sambil menggenggam tangan Almira.

Mereka melangkah ke sebuah kafe kecil di dekat kantor, duduk di sudut ruangan yang agak sepi. Sarah terlihat begitu senang bisa berbincang dengan Almira lagi. Percakapan awal mereka terasa ringan, mengenang masa lalu di kantor Abizard. Namun, tanpa sadar Sarah mengarahkan pembicaraan ke topik yang membuat Almira terkejut.

“Ngomong-ngomong soal Abizard… Aku juga jarang banget ketemu dia akhir-akhir ini. Aku dengar dia sering bolak-balik rumah sakit,” ucap Sarah, sedikit menunduk.

" Kasihan juga sih, apalagi dengan kondisi kesehatannya sekarang.”

Almira mengerutkan kening.

“Kondisi kesehatan? Maksud kamu apa, Sarah?”

Sarah tampak ragu sejenak, tapi akhirnya melanjutkan,

“Kamu nggak tahu, Al? Abizard kena kanker. Beberapa bulan lalu Abizard melakukan pengobatan di luar negeri . Aku dengar dari beberapa rekan di kantor kalau dia sudah berjuang cukup lama, tapi dia merahasiakannya dari hampir semua orang.”

Jantung Almira seperti berhenti berdetak. Ia terdiam, mencoba mencerna kata-kata Sarah.

“Kanker?”

Ulangnya dengan suara nyaris berbisik.

Sarah mengangguk pelan.

“Ya, kanker paru. Aku nggak tahu detailnya, tapi dari yang aku dengar, kondisinya cukup serius. Mungkin itu alasan dia jadi agak tertutup belakangan ini.”

Almira merasakan dadanya sesak. Kilasan kenangan bersama Abizard bermunculan di pikirannya—pertemuan pertama mereka, senyuman hangatnya, dan semua kebohongan yang kini perlahan terungkap.

“Aku nggak tahu…”

Almira menggigit bibirnya, mencoba menahan air matanya agar tidak jatuh.

“Kenapa dia nggak bilang apa-apa?”

Sarah menatap Almira dengan penuh simpati.

“Mungkin dia nggak ingin kamu khawatir, atau mungkin dia memang ingin menghadapi semuanya sendirian.”

Almira terdiam cukup lama. Kata-kata Sarah menggema di pikirannya, membuat hatinya terasa semakin berat. Selama ini ia merasa dikhianati, tetapi ternyata ada sisi lain dari cerita yang belum ia ketahui.

“Sarah… dia dirawat di rumah sakit mana?” tanya Almira akhirnya, suaranya terdengar sedikit gemetar.

Sarah menyebutkan nama rumah sakit dengan hati-hati.

“Tapi Al, aku nggak tahu apakah dia masih di sana atau sudah pulang. Kamu mau menjenguknya?”

Almira mengangguk tanpa ragu. Ia tahu ia harus memastikan semuanya dengan matanya sendiri. Meski hatinya masih dipenuhi amarah, ada rasa khawatir yang tak bisa ia abaikan.

“Terima kasih, Sarah. Aku harus pergi sekarang,” kata Almira sambil berdiri.

Sarah hanya tersenyum kecil.

“Jaga diri, Al. Kalau kamu butuh sesuatu, kabari aku.”

Tanpa membuang waktu, Almira segera menuju rumah sakit yang disebutkan Sarah. Di sepanjang perjalanan, pikirannya terus berputar. Hatinya bimbang, antara marah dan peduli, antara sakit hati dan rasa sayang yang tak pernah benar-benar hilang.

Setibanya di rumah sakit, Almira bertanya di meja resepsionis. Almira melangkah dengan gugup menuju meja resepsionis. Ia bertanya kepada petugas tentang kamar rawat Abizard. Setelah beberapa saat, petugas menunjuk ke arah lantai tiga.

“Silakan ke kamar 312, Mbak,” kata petugas tersebut ramah.

Almira mengangguk dan segera menuju lift. Setiap lantai yang dilewati terasa seperti beban yang semakin berat di dadanya. Begitu pintu lift terbuka, langkahnya terasa sedikit goyah. Ia berjalan menuju kamar yang disebutkan, matanya terpaku pada pintu yang sedikit terbuka.

Di depan pintu, berdiri seorang wanita paruh baya dengan wajah penuh kecemasan—Melisa, ibu Abizard. Ia menoleh ketika mendengar langkah Almira, dan seketika wajahnya berubah lembut.

“Almira...”

Melisa langsung menghampirinya, matanya berkaca-kaca. Ia meraih tangan Almira dan menggenggamnya erat.

“Akhirnya kamu datang...”

Almira terdiam, bingung harus berkata apa.

“Tante Melisa... Bagaimana Abizard?” tanyanya dengan suara yang bergetar.

Sebelum Melisa bisa menjawab, dari dalam kamar terdengar suara berat yang penuh ketegasan.

“Kenapa dia ada di sini?”

Almira menoleh dan melihat Yoseph, ayah Abizard, berdiri di ambang pintu dengan tatapan tajam. Wajahnya dingin, tak seperti Melisa yang menyambutnya dengan hangat.

“Aku tanya, kenapa kamu ada di sini?” ulang Yoseph dengan nada tak bersahabat.

Almira berusaha tetap tenang meski hatinya terasa teriris.

“Saya datang karena saya peduli pada Abizard, Pak. Saya baru tahu tentang kondisinya. Saya hanya ingin memastikan dia baik-baik saja.”

Yoseph mendengus, lipatan di dahinya semakin dalam.

“Peduli? Setelah semua yang terjadi? Kamu pikir kedatanganmu sekarang akan mengubah sesuatu?”

“Tolong, Yoseph,” potong Melisa lembut namun tegas.

“Almira punya hak untuk ada di sini. Dia bagian dari kehidupan Abizard, suka atau tidak.”

Yoseph menatap Melisa sejenak, lalu mengalihkan pandangannya kembali pada Almira.

“Baiklah. Kalau kamu ingin bertemu dengannya, silakan. Tapi jangan buat dia semakin tertekan.”

Almira menahan napas, lalu mengangguk.

“Saya mengerti.”

Melisa mengusap lembut punggung Almira.

“Masuklah, sayang. Dia butuh kamu.”

1
Irh Djuanda
tunggu ya kak,author pengen cerita yang berbeda dari biasanya
amatiran
apalah ini Thor, buatlah Abizard sembuh jangan lama lama sakit, gak enak kalo pemeran utamanya menderita /Frown/
amatiran
is kok ada ya sepupu kayak Abigail. gedek aku.
amatiran
keren .
amatiran
waduh kok makin seru
amatiran
ser seran awak ikut bacanya /Drool/
amatiran
Almira jadi rebutan /Drool/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!