Adinda Aisyah Zakirah adalah gadis berusia 19 tahun.
"Kakak Adinda menikahlah dengan papaku," pintanya Nadira.
Tak ada angin tak ada hujan permintaan dari anak SMA yang kerapkali membeli barang jualannya membuatnya kebingungan sekaligus ingin tertawa karena menganggap itu adalah sebuah lelucon.
Tetapi, Kejadian yang tak terduga mengharuskannya mempertimbangkan permintaan Nadhira untuk menikah dengan papanya yang berusia 40 tahun.
Adinda dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Apakah Adinda menerima dengan mudah permintaan dari gadis berusia 18 tahun itu ataukah Adinda akan menolak mentah-mentah keinginannya Nadhira untuk menikah dengan papanya yang seorang duda yang berprofesi sebagai seorang Kapolsek.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 23
Baruna semakin mengeratkan pelukannya dan memperdalam ciu*mannya. Adinda sampai megap-megap seperti seekor ikan yang menggelepar di atas daratan.
Plak!!
“Auhh sakit!” Keluhnya.
Adinda mendelikkan matanya, “Astaga Naga! apa yang Om lakukan!?”
Adinda keheranan melihat apa yang dilakukan oleh suaminya itu. Karena dia merasa terganggu dengan apa yang diperbuat oleh Baruna.
“Pasti otaknya Om lagi ngeres kan?” tebaknya Adinda sambil bergidik ngeri-ngeri sedap.
Baruna mengelus lengannya yang ditepuk oleh Adinda menggunakan sebuah buku yang cukup tebal.
“Sakit! Kenapa kamu memukul suamimu! Apa kamu tidak takut dosa?” kesalnya Baruna karena merasa kegiatannya terganggu.
“Bagaimana gak saya pukul! Itu Om tiba-tiba kayak orang kesurupan saja meluk-meluk bantal, cium-cium juga! Saya yakin pasti otak dan pikiran Om lagi ngebayangin yang aneh-aneh.” Tebaknya Adinda yang bergidik geli.
Baruna baru tersadar ketika melihat Adinda yang duduk di depan meja belajarnya, sedangkan dia duduk di tepian ranjang king size-nya.
“Jadi tadi hanya khayalanku saja! Aku kira tadi adalah kenyataan ternyata hanya mimpi,” gumamnya Baruna yang langsung tertunduk lesu tak bertenaga.
“Makanya kalau Om mau tidur ambil air wudhu dulu agar setan tidak mengganggu istirahat Om,” sindirnya Adinda.
Adinda kembali melanjutkan tugasnya dengan mengetik beberapa tugas yang belum selesai dikerjakannya, padahal besok pagi harus disetor ke dosennya.
“Kamu kenapa belum tidur padahal sudah jam 12 lewat?” Tanyanya sambil melihat ke arah jam yang terpasang di atas meja belajarnya Adinda.
“Tanggung, besok jam 9 tugasnya harus dikumpulkan kalau nggak bisa-bisa saya gak ikut final bulan depan,” jelas Adinda yang tidak mengalihkan perhatiannya dari layar laptopnya.
“Sini Om bantuin kamu ngetiknya, kamu istirahat saja besok pagi sebelum kamu berangkat ke kampus tugasmu sudah selesai,” usulnya Baruna.
Untuk kali ini Adinda tidak keberatan karena memang punggung, tangan dan bokongnya sudah pegal-pegal dan jari-jarinya juga sudah kram. Mau tidak mau dia menerima bantuan dari suaminya itu.
Adinda melepas kacamata bacanya kemudian berjalan ke arah pintu,” Om, aku ke dapur dulu.”
“Tungguin Om, aku temenin kamu,” Baruna segera mematikan layar laptopnya setelah menyimpan filenya.
Keduanya berjalan beriringan ke arah dapur. Matanya Baruna selalu mengikuti setiap gerakan istrinya, seolah terpikat dalam jebakan yang tak bisa ia hindari.
Dan semakin ia berusaha menahan diri, semakin sulit rasanya untuk tidak membayangkan bagaimana rasanya menjadikan Adinda sepenuhnya menjadi miliknya.
“Om mau minum kopi apa teh?” Tanyanya Adinda sambil menyalakan api kompornya.
"Susu cap Nona boleh," ceplos Baruna.
Adinda menautkan kedua alisnya mendengar permintaan suaminya yang ambigu itu.
“Susu cap Nona? Emangnya masih ada susu dengan merek seperti itu yah?”
Baruna tertawa cekikan,“Kopi saja tapi gulanya satu sendok teh maksudnya Om.”
Adinda segera menyeduh kopi untuk suaminya dan untuknya teh camomile kesukaannya.
Baruna diam-diam langsung memeluk tubuh istrinya dari belakang, “Ubur-ubur ikan lele, senyummu alihkan duniaku, le.”
Adinda tertawa cekikikan mendengar ucapan suaminya yang dikira hanya candaan saja.
“Senyaman ini rupanya rasanya dipeluk oleh suami sendiri,” batinnya Adinda.
Adinda tidak menolak ketika dia dipeluk oleh suami eks duda hot jeletotnya itu. Dia malah merasa nyaman diperlakukan seperti itu.
“Aku tidak tahu berapa lama aku akan hidup, tetapi aku tahu bahwa setiap detik akan bernilai seumur hidup karena akan dihabiskan bersamamu. Aku mencintaimu Adinda Aisyah Zakirah.”
Adinda semakin dibuat klepek-klepek dan baper mendengar kata-kata romantis dari suaminya.
“Adinda maafin kesalahannya Om yah,” cicitnya Baruna sambil mengendus aroma dari parfum yang dipakai oleh Adinda.
“Emangnya Om salah apa padaku!? Seingat Om tidak punya salah apapun,” balasnya Adinda.
Adinda gelisah geli karena hidungnya Baruna mendusel-dusel telinganya yang tidak memakai hijab malam itu.
Adinda hanya mengikat rambutnya dengan model Buns yaitu rambut diikat menjadi sanggul, bisa di bagian tengah atau di kedua sisi kepala.
“Kemarin sudah menciummu, kedua sudah buat kamu marah karena Om belum bisa jujur padamu,” Baruna memainkan anak rambutnya Adinda helai demi helai.
“Kalau masalah ciumannya sejujurnya saya tidak keberatan Om, cuman tempatnya kenapa meski di tempat umum di hadapan sepupunya Mbak Kanaya lagi.” protesnya Adinda.
Baruna tidak bosan mencium wangi harum rambutnya Adinda,” jadi kalau di tempat sepi boleh dong Om cium istriku ini?”
Dag dig dug derr…
Adinda semakin dibuat salah tingkah oleh perkataannya Baruna.
“Kedua tadi katanya om Baruna meminta maaf karena belum bisa jujur! Maksudnya apa yah!?”
Adinda mengalihkan pembicaraan karena untuk saat ini dia tidak bisa memutuskan apa yang harus dilakukannya.
Baruna memutar tubuhnya Adinda hingga keduanya saling berhadapan, Adinda reflek menundukkan kepalanya karena malu bertatapan dengan suaminya dari jarak dekat yang hanya terpisah beberapa sentimeter saja.
Baruna mengangkat ke atas dagunya Adinda,” jangan menunduk sayangku, suamimu ini ingin memandangi wajahmu yang cantik.”
Jeder!!
“Aku ingin menghabiskan sisa waktu hidupku hanya bersama dirimu karena aku tahu ada di sampingmu adalah kebahagiaan yang besar untukku.”
Hatinya Adinda berbunga-bunga mendengar perkataan dari suaminya itu, jantungnya tiba-tiba bertalu-talu, berdebar kencang.
“Aku bermimpi bahwa kamu adalah milikku, dan kemudian aku bangun sambil tersenyum karena aku menyadari itu bukan mimpi. Kamu sudah menjadi milikku istriku,”
Baruna semakin mengeratkan pelukannya hingga tidak ada sekat lagi yang memisahkan mereka satu sama lainnya.
“Adinda dengarkan baik-baik apa yang Om katakan padamu sayangku, suamimu ini sudah jatuh cinta padamu dan aku tidak menyukai jika ada pria lain yang mendekatimu apalagi melihat kau tersenyum padanya, hatiku sakit melihatmu bersama dengan pria lain,” jujurnya Baruna.
Adinda tidak menyangka, tidak percaya apa yang didengarnya saat ini. Ia seolah seperti sedang bermimpi dengan apa yang barusan didengar oleh rungunya.
"Aku tidak tahu berapa lama aku akan hidup, tetapi aku tahu bahwa setiap detik akan bernilai seumur hidup karena akan dihabiskan bersamamu. Aku mencintaimu."
Adinda menatap ke dalam bola mata suaminya yang seperti dalamnya samudra yang luas tak terkira.
"Kamu membuat hatiku meleleh dan mengisinya dengan cinta. Ketika kamu menatapku, aku kecanduan dirimu! Aku sangat mencintaimu, istriku sayang!"
Adinda hanya terdiam mendengar setiap kata yang diucapkan oleh Baruna sebagai ungkapan perasaan padanya. Karena selama hampir tiga bulan mereka menikah, dia menganggap suaminya tidak pernah mencintainya hanya sebagai balas budi karena sudah membantu Nadhira.
Baruna memegang tengkuknya Adinda kemudian memiringkan kepalanya untuk memperdalam ciuma*nnya itu. Adinda tidak menolak perlakuan suaminya.
Dia malah menikmati apa yang dilakukan oleh Baruna, tanpa disadarinya, dia melingkarkan tangannya ke leher suaminya. Dia pun mulai membalas ciuman itu dengan tuntunan dari Baruna.
Baruna mengangkat tubuh istri kecilnya ke atas meja pantry tanpa melepaskan ciuman keduanya. Ciu**man yang terjadi untuk kedua kalinya selama mereka menjadi pasangan suami istri.
Tangannya sudah bergerak tak terkendali, menelusup masuk ke dalam br*a yang dipakai oleh Adinda. Hingga lenguhan kecil mampu lolos dari bibir mungilnya Adinda.
“Hemp aahh!!”
Baruna mulai memainkan ujung puncak gu*nung Himalaya yang paling disukainya karena size-nya yang begitu pas di telapak tangannya.
Kancing piyama tidurnya bermotif bunga-bunga sudah terlepas, hanya menyisakan sebuah kain pengaman pelindung cup favoritnya Baruna.
Baruna memandangi dengan tatapan memuja, “Masya Allah cantik sayangku milikmu sungguh membuat suamimu ini tergila-gila,” racaunya Baruna.
Baruna mulai menjelajah ke segala penjuru sudut gunung kembar Jayawijaya itu. Menuruni lembah yang sedikit curam tidak membuatnya mengurangi intensitas kegiatannya.
Baruna sudah cosplay jadi bayi besar saja. Adinda memegangi rambutnya Baruna sesekali suara-suara ajaib mampu diucapkannya begitu saja tanpa sanggup dikendalikannya.
Suara ajaib bin aneh dan ambigu memenuhi setiap sudut dapur. Untungnya semua pembantu rumah tangganya tinggal di bagian belakang paviliun khusus untuk art.
“Ahh sayang! Ahh Om Baruna,” Adinda menggigit tipis bibirnya.
“Jangan digigit bibirnya sayang entar berdarah lagi,” cicitnya Baruna sambil terus melakukan pemanasan dari foreplay yang dilakukannya.
Baruna melakukan berbagai cara agar Adinda bisa lebih santai, rileks tidak tertekan melakukannya karena ini adalah pengalaman pertamanya Adinda mau tidak mau Baruna harus menuntun Adinda agar tubuhnya semakin terbiasa dengan kegiatan yang dilakukannya.
Dengan penuh kelembutan dan kesabaran dan kehati-hatian Baruna melakukan tugasnya dengan baik. Adinda dibuat melayang karena begitu dimanjakan oleh suaminya yang segudang pengalaman itu sedangkan Adinda minus nol besar.
Adinda yang minim pengalaman ternyata mampu meladeni permainan suaminya berkat tuntunannya sehingga dia tidak kaku lagi, bahkan dalam sekejap mata Adinda mampu mengimbangi permainannya Baruna. Hingga membuat Baruna berteriak kencang saking en*ak yang dia rasakannya.
“Argh sayang!!” teriak Baruna dengan posisi di atasnya Adinda.
Prang!!
Suara tumbler terjatuh ke atas lantai membuat atensi kedua pasangan suami istri itu teralihkan.
“Ahhh!!” Teriak seseorang yang baru saja masuk ke dalam area dapur.
smga aja ghaly tau ada apa dgn abg nya...
ghaly kmu hrs lindungi cae .
pak baruna suru ank buah mu jdi bayangan cae.soal nya pak Adnan yg gak sadar diri tu mw buat putri mu pergi jah lagi.
🙄🙄🙄🙄🙄😤😤😤😤😤
si sabrina ni termasuk egois sich. dia pernah kehilangan anak ms gak kasian ma perempuan lain yg kehilangan anak juga.
harusnya bisa bahagia bersama kalo gak egois gitu