"Semua tergantung pada bagaimana nona memilih untuk menjalani hidup. Setiap langkah memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang," ucapan itu terdengar menyulut hati Lily sampai ia tak kuasa menahan gejolak di dada dan berteriak tanpa aba-aba.
"Ini benar-benar sakit." Lily mengeram kesakitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch ~
Lily menatap berkas pernikahan itu dengan pandangan kosong, pena yang ia pegang terasa berat di tangan. Tatapannya kosong, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Zhen, yang duduk di sampingnya, menyadari perubahan itu.
"Apa lagi yang kau pikirkan?" tanyanya, suaranya tenang meski penuh tanda tanya.
Lily menghela napas dalam, kemudian menoleh Zhen. "Aku mempunyai satu syarat, Tuan," jawabnya dengan suara bergetar.
Zhen menunggu dengan matanya tidak meninggalkan wajah Lily. "Apa?"
Lily menggigit bibirnya. "Selain anda harus berjanji tidak akan menyakiti nenekku dan Elyza. Anda harus berjanji, bahwa anda memberikan saya kebebasan. Tak apa-apa walaupun hanya sedikit saja. Setidaknya saya bisa merasakannya."
Zhen terdiam, menatap dalam-dalam Lily. Tanpa berkata apa-apa, ia akhirnya mengangguk perlahan.
Lily mengusap air mata yang menetes. Dengan tangan yang masih gemetar, ia menandatangani berkas itu, meskipun perasaannya kacau. Setidaknya, itu memberi sedikit kelegaan di hatinya.
Dengan satu gerakan cepat, Zhen juga menandatangani berkas yang ada di depannya. "Sekarang, semuanya resmi," ucapnya datar, tapi ada ketegasan dalam nada itu.
Lily tersenyum kecil, meski ada banyak beban yang ia rasakan. Ini baru permulaan.
Setelah keluar dari kantor sipil, Zhen dan Lily berjalan menuju mobil yang terparkir di sisi jalan. Keramaian kota tetap terasa padat di sekitar mereka, suara klakson, langkah kaki, dan hiruk pikuk kehidupan kota yang tak pernah berhenti mengalir.
Zhen mengendarai mobil dengan kecepatan yang lebih cepat dari biasanya, sementara Lily duduk di sebelahnya, matanya fokus pada pemandangan luar yang cepat berganti.
Mereka melaju dalam keheningan yang menekan, hanya ada suara mesin mobil yang berderu. Zhen memandu mobil melalui jalan-jalan kota yang sibuk, sementara Lily melirik ke luar jendela, hatinya diliputi kebingungan.
Begitu banyak keputusan yang harus mereka ambil dalam waktu singkat, namun Lily merasa seolah-olah ia hanya mengikuti Zhen tanpa pernah benar-benar diberi kesempatan untuk menentukan arah.
Setelah beberapa saat, mereka sampai di sebuah kawasan perumahan. Zhen memarkirkan mobil di depan sebuah rumah yang terlihat cukup sederhana namun cukup terawat.
Rumah itu memiliki taman kecil di depan dan terletak di lingkungan yang relatif tenang. Zhen keluar dari mobil lebih dulu, tanpa menunggu Lily.
Ia berjalan menuju pintu rumah, memeriksa beberapa hal dengan agen properti yang sudah menunggu mereka. Lily mengikuti di belakang, langkahnya lebih pelan, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau.
Di depan rumah, Lily berdiri sejenak di dekat pintu pagar, memandang rumah itu dengan perasaan kosong.
Zhen berdiri di samping Lily dengan matanya menilai rumah itu dengan cermat. "Ini bukan pilihan yang buruk. Dekat dengan kantor," ucapnya mencoba meyakinkan Lily.
Lily hanya mengangguk pelan. Ia tidak ingin ikut campur pada rencana pria yang menguasai dirinya itu.
Mereka melangkah menuju pintu, dan agen properti membuka pintu rumah untuk mereka.
Di dalam rumah, Zhen mulai memberi komentar tentang ukuran ruang tamu dan dapur yang luas, sementara Lily hanya diam, menatap setiap sudut dengan tatapan kosong.
Rumah ini memang tidak buruk, tapi entah kenapa ia tidak bisa merasakan apa-apa. Apa yang ia cari? Sebuah rumah yang penuh kebahagiaan, kedamaian, atau bahkan hanya rasa nyaman? Semua itu terasa jauh sekali, seolah rumah ini bukanlah tempat yang tepat untuk menemukan itu semua. Selagi ia bersama dengan Zhen.
Zhen berkeliling rumah, berbicara dengan agen properti tentang potensi renovasi dan penataan ulang ruangan. Sementara Lily tetap diam, hanya mengikuti tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Setelah beberapa saat, Zhen berhenti dan menatap Lily. "Apa kau menyukainya?" tanyanya seakan menunggu reaksi dari Lily.
Lily menghela napas pelan, mencoba menyembunyikan kebingungannya. "Aku ikut saja keputusanmu, Tuan," jawabnya.
Meskipun kata-kata itu terasa dipaksakan. Senyum kecil muncul di wajahnya, tetapi senyum itu tidak mencapai matanya.
Zhen hanya mengangguk, menganggap itu sebagai tanda persetujuan. Mereka keluar dari rumah itu dan kembali ke mobil, melanjutkan perjalanan ke rumah berikutnya.
Namun, meskipun mereka melangkah bersama, Lily masih merasa terjebak dalam perjalanan yang penuh ketidakpastian ini.
......................
Mereka sampai pada sebuah rumah yang entah mengapa Lily begitu sangat menyukainya. Ia hanya bisa diam menatap setiap sudut ruangan yang lebih minimalis dan tentunya ada taman hijau di setiap luar ruangan. Rasanya pemandangan itu begitu nyaman.
Zhen menatap Lily dan menerka bahwa wanita di sampingnya itu menyukai, maka ia pun langsung saja berbicara pada agen properti yang berdiri di dekat mereka.
"Saya ingin membeli rumah ini," ucap Zhen dengan suara datar namun tegas.
Agen properti itu sedikit terkejut, namun segera merespons. "Tentu, Tuan. Rumah ini masih tersedia, dan saya bisa membantu proses pembeliannya. Ada beberapa detail yang perlu anda perhatikan sebelum kami lanjutkan."
Zhen mengangguk. "Saya ingin proses ini cepat, tidak ada kendala. Anda bisa atur semuanya."
Agen itu mencatat beberapa hal di ponselnya. "Tentu, Tuan. Saya akan menghubungi anda segera setelah kami menyelesaikan beberapa prosedur administrasi."
Zhen menatap agen properti itu dengan serius. "Pastikan renovasi juga bisa selesai dalam dua hari, seperti yang telah saya katakan."
Agen itu kembali mengangguk, "Tentu, kami akan segera mengatur renovasi sesuai dengan permintaan anda."
Setelah berbicara dengan agen, Zhen berbalik kepada Lily. Lily sontak saja terkejut, ia tak mengeluarkan apa-apa, hanya sedikit tersenyum puas.
Zhen mengangguk dan berbalik kepada agen properti. "Baiklah. Lakukan rosesnya segera."
Agen itu membungkuk dengan hormat. "Segera saya atur semuanya."
Zhen menoleh kepada Lily dengan senyum tipis. "Ayo, kita keluar." ucapnya sambil melangkah menuju pintu, memberi isyarat agar Lily mengikuti.
Lily mengangguk pelan dan mengikuti keluar dari rumah. Mereka berjalan menuju mobil yang sudah terparkir di luar.
"Rumah itu akan sedikit direnovasi selama dua hari," ucap Zhen setelah mereka di dalam mobil.
Lily hanya mengangguk. Mereka melaju dalam keheningan.
"Apa kau ingin makan sesuatu sebelum kita menginap di hotel?"
Lily sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. "Kita tidak akan kembali ke rumah keluarga anda lagi, Tuan?" tanyanya dengan sedikit ragu.
Zhen menggelengkan kepala dengan tenang. "Cukup untuk hari ini saja."
Lily hanya bisa diam tanpa banyak pertanyaan lagi. Tetapi ia merasakan bahwa Zhen tidak memiliki sebuah keakraban dengan keluarganya yang hanya Zhen miliki adalah kakek dan neneknya saja.
"Tapi Tuan, bagaimana bisa anda menyebut kalau saya sedang hamil, padahal kita bahkan tidak tau itu akan terjadi atau tidak." suara Lily hampir tak terdengar, seolah mencari alasan, tapi juga merasa terperangkap dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Zhen menoleh kepada Lily dengan ekspresi yang tampak lebih datar dari sebelumnya, namun ada sesuatu yang tajam di matanya. "Jika aku tidak berkata begitu, bukankah kau juga tidak akan ingat siapa yang mengajakku tidur malam itu?" jawabnya begitu datar, seolah semuanya hanya bagian dari permainan yang sudah ia prediksi sebelumnya. "Oh, atau kau lupa? Haruskah aku mengingatkanmu lagi tentang ajakanmu yang begitu jelas malam itu? Tentang apa yang kau katakan pada saat itu, tentang pilihan yang kau buat?"
Lily merasa seolah ada benda berat yang menekan dadanya. Malam itu, keputusan yang begitu impulsif, berputar kembali di pikirannya, membanjiri dirinya dengan rasa malu yang mendalam.
Kepalanya terasa pusing, jantungnya berdetak tak terkendali, dan ia hanya bisa terdiam. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya, hanya sepi dan rasa canggung yang tak tertahankan.
"Waktu itu saya tidak sengaja, Tuan," jawabnya dengan suara rendah, hampir seperti bisikan, mencoba menjelaskan meskipun ia tahu itu tidak akan mengubah apa pun. "Maafkan saya, atas apa yang terjadi."
Zhen tidak langsung menjawab. Hanya ada ketenangan yang menguasai dirinya, seakan tak terganggu oleh penyesalan yang tampak jelas di mata Lily. "Maka dari itu, jangan terlalu menyalahkan aku," ucapnya dengan suara tanpa emosi, penuh ketegasan. "Siapa yang mulai duluan?"
Lily hampir tersedak mendengar pertanyaan itu. Ia menatap Zhen, ingin mengucapkan sesuatu, namun kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya. Bagaimana bisa dia menjawab?
Semuanya begitu rumit, dan alasan yang ia temukan dalam pikirannya terasa begitu sederhana, bahkan mungkin tidak ada gunanya.
"Tapi itu hanya balas budi, Tuan," jawabnya pelan, merasa canggung. "Seorang pria memberiku topi hitam, dan aku menyangka itu anda."
Namun, saat kata-kata itu keluar, pikirannya melayang jauh. "Siapa saja bisa memiliki topi itu kan?" gumamnya sendiri, suara hampir tidak terdengar. Tiba-tiba semuanya terasa kabur, seperti sebuah kejadian yang entah kenapa terjadi begitu saja, tanpa ada penjelasan rasional.
Mungkin malam itu hanyalah hari yang penuh kebingungan. Di mana ia tidak mampu berpikir panjang, tidak mampu melihat akibat dari setiap tindakannya.
Dengan napas berat, Lily membuang napas kasar, akhirnya menyadari sesuatu yang tak dapat ia hindari. "Ini salah saya."
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya, penuh penyesalan dan keputusasaan. Namun Zhen hanya diam, seolah sudah mengetahui apa yang ada di benak Lily, tanpa perlu mengatakan lebih banyak lagi. Keheningan yang memanjang hanya menambah berat perasaan di dada Lily.
Dah itulah pesan dari author remahan ini🥰🥰🥰🥰