Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DICULIK
Kekecewaan itu aku lampiaskan dengan menginap di hotel milikku. Aku membuka Presidential Suite di lantai lima hotel Premium. Tuhan telah menuntunku kesini sehingga melihat pemandangan ini.
Tadi papa, Bryan dan Julianti terkesan merahasiakan sesuatu dan memaksakan alibi yang mereka sepakati, kepada polisi. Mu4k dengan tingkah papa, apalagi istriie siirinya sock perhatian. Ingin rasanya menend4ngny4 ke l4ut.
Lihat saja nanti aku akan menjadi saksi kunci yang memberatkan Bryan. Dengan begitu dia tidak bisa menik4h denganku.
[Sri, sebelum mereka pulang kita pulang duluan. Aku pura-pura ke t0ilet, kamu ikut dibelakangku]
Aku chat Sri yang duduk jauh di ddekat pintu. Ia memberi kode padaku setelah chat aku dibaca.
"Maaf pak polisi, apa sudah selesai? Jika sudah saya permisi numpang ke t0ilet."
"Sudah, silahkan...." jawab pak polisi.
Tidak menunggu dua kali aku langsung keluar. Papa sempat menahanku tapi aku berkilah mau bu4ng 4ir kecil. Papa pasti merasa kalau aku akan meningg4lkannya.
Sebelum mereka pulang aku cepat kabur. Aku dan Sri setengah berlari menuju tempat parkir. Sri menurut apapun yang aku lakukan. Dia pelayan yang setia.
Sepanjang jalan dia diam ketika melihat aku menangis. Aku tidak mengerti kenapa terasa sakit hati saat mengetahui papa kembali dengan Julianti. Atau mereka tidak pernah berpisah. Aku ditipu.
"Nona, ada panggilan telepon." ucap Sri. Dia melihat di layar dashboard berulang kali papa menghubungi dan chat.
Aku tidak merespon, hatiku beku. Lebih baik pergi daripada terjadi per4ng mvlut. Aku yakin Julianti akan menemani papa di rumah. Buat apa dia ngvmpet lagi sudah ket4ngkap b4sah. Kalau aku pulang saat ini berarti aku k4l4h.
Mobil masuk ke hotel Premium. Scurity sudah tahu mobilku, mereka memberi hormat setelah itu berlari mengikuti mobil ke lobby.
Scurity dan bell boy sudah menunggu ku membuka pintu mobil, mereka bersiap menunggu perintah.
"Turunlah Sri..." perintahku saat pintu mobil telah terangkat.
Seperti sudah aku duga karyawan hotel menyambutku di lobby. Mereka pasti kalang kabut melihat aku datang. Mereka akan sibuk berbenah mengira aku Sid4k.
"Saya kagum, ini pertama kalinya saya ke hotel, ternyata mewah sekali. Terimakasih nona telah memilih saya di antara tujuh pemb4ntu yang lain." ucap Sri dengan senang.
"Kita akan menginap disini satu atau dua hari. Aku ingin menenangkan pikiran."
"Baiklah, saya akan melayani nona."
Karena tidak berpikir menginap di hotel, aku tidak ada persiapan pakaian dan yang lainnya. Jadi aku tidak ganti baju.
"Luas sekali kamarnya seperti rumah, ada dua kamar tidur, kamar mandi, mini bar, kitchen, ruang tamu, kolam renang." ucap Sri mondar mandir sambil mengambil gambar.
Senyum Sri berkembang saat membuat status di aplikasi hijau. Dia tidak sadar kalau Julianti melihat statusnya. D4sar k4mpung4n.
"Kalau mau minum kamu ambil di kulkas, asal jangan minum yang beralkohol."
"Baiklah nona." sahutnya.
Sri menuju mini bar membuka kulkas dan mengeluarkan dua botol air mineral."
"Nona minumlah, sebaiknya nona silent hapenya supaya tidak mengganggu. Tuan besar dari tadi menghubungi nona."
"Kesini bawa hape ku, aku mau blokir mereka, bikin kesal saja." gerutu ku.
Aku merebahkan tubuh di sofa panjang, lelah rasanya. Seharusnya aku telepon Arunakha, bertanya tentang laporannya ke polisi. Barangkali dia butuh dukunganku.
"Sri aku mau menengok Arunakha, ingin tahu keadaannya sekarang....."
"Maaf saya potong, lebih baik nona telpon dulu dimana tuan Arunakha berada. Kalau nona ujug-ujug kerumahnya, takut terjadi sesuatu, karena tuan mencintai nona. Dia pasti punya maksud lain jika bertemu. Ibu dan adiknya orang jahat suka memutar balikan fakta dan memfitnah nona."
"Darimana kamu tahu ibu dan adiknya jahat?"
"Saya banyak bicara dengan ibunya, sedikit banyak mengertilah sifat dasar dari nyonya Ajeng."
Aku membuka hape dan menghubungi Arunakha. Tidak dijawab, di chat juga tidak di balas.
"Lebih baik aku tidur, Arunakha belum menjawab telponku."
"Istirahatlah saya mau menjaga nona sambil nonton televisi."
"Kalau kamu mau pesan makanan ke restoran, pencet tombol ini, nanti kamu akan dibawakan apa yang kamu ingini."
"Beres nona, saya sudah mengerti, di rumah sakit juga begini."
Aku masuk ke kamar dan merebahkan diri. Bayangan Julianti yang tersenyum sinis membuat aku semakin nekat untuk memberi batasan kekuasaan di rumahku.
"Nona, ada orang datang." tiba-tiba Sri nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu.
"Siapa? Kamu jangan ngagetin aku."
"Keluar saja saya takut..." rengek Sri.
Aku cepat keluar dan membuka pintu utama. Ternyata tidak ada orang sama sekali.
"Mana orangnya Sri?"
"Tadi ada empat orang pria mendorong kereta makanan."
"Mungkin waiters, coba lihat di kereta dorong pasti ada makanan."
Sri keluar mendekati kereta dorong dan mendorong ke dalam keretanya. Aku duduk di sofa.
"Nona, ada nasi goreng telur dan ayam nona mau yang mana?"
"Sri kamu ada pesan makanan tadi?" tanyaku curiga. Biasanya orang kitchen sudah tahu seleraku, mereka tidak mungkin menyuguhkan nasi goreng.
"Ada nona, saya yang pesan." ucap Sri seraya mengambil sepiring nasi goreng.
"Pantas ada nasi goreng. Mereka mengira aku yang pesan makanan. Kalau pesan makanan di restoran, sesuai menu yang ada. Restoran hotel tidak sama, makanan juga tidak ada yang pedas."
"Pantas makanannya tidak terasa apa. Tapi yang saya pesan bukan nasi goreng, saya mesan geprek...."
"Woalah.... Mana ada geprek di hotel."
Aku tertawa melihat wajah Sri yang kecewa dia pasti membayangkan sambal yang pedas.
"Nona makan dong."
"Sudah malam aku tidak makan, paling minum saja." ucapku mengambil jus dan menyesapnya.
"Kenapa rasanya aneh, ada pahit, manis tidak sesuai dengan seleraku. Astaga,
Jangan-jangan ini... bukan makanan dari hotel."
Minum setengah gelas jus, kepala terasa pusing. Aku berdiri melangkah terhuyung dan merebahkan diri di sofa.
Melihat kedua korbannya sudah tidak berdaya, ke empat laki-laki itu membuka pintu. Gegas mereka masuk dan cepat memasukan makanan dan minuman ke dalam kresek plastik. Tergesa-gesa mereka mengangkat Melody dari sofa ke kursi roda. Sedangkan Sri ditinggal.
Mereka mendorong kursi roda ke dalam lift khusus, hanya keluarga Melody yang boleh lewat lift ini. Ke empat lelaki itu seolah sudah hafal seluk beluk hotel itu. Mereka menuju Basement.
Mobil rubicon itu keluar dari baement dan meluncur ke jalan raya. Ke empat laki-laki itu tidak berkata-kata, mereka memborgol tangan Melody membiarkan gadis itu tidur di jok mobil.
Malam semakin kelam, mobil itu masuk ke sebuah desa wisata. Suasana sepi dan gelap, kurangnya lampu penerangan jalan. Padahal lampu penerangan jalan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, tapi angan-angan memiliki jalan yang terang tidak pernah tercapai.
Akhirnya mobil masuk ke daerah perbukitan, jalanannya naik turun dan berkelok-kelok.
*****
telinga salah mendengar...
tapi kalau hati takkan salah....
segera bertanya pada hatimu Mel....... jngan sampai ada udang di balik tepunggggg
onel dapatt dari mana si munarohhh iniii??
aduhhhhh kasiannn itu yang tak bisa tumpah
. tapi udaaa penuhhh di otak