"ABANG HATI-HATI!!!" teriak seorang anak kecil menarik tangan Arrazi yang berdiri diatas pagar jembatan. Hingga keduanya terjatuh di alas jembatan yang berbahan beton.
"Aduh!" rintih gadis kecil yang badannya tertindih oleh Arrazi yang ukuran badannya lebih besar dan berat dari badan kecilnya. Laki-laki itu langsung bangun dan membantu si gadis kecil untuk bangun.
Setelah keduanya berdiri, si gadis kecil malah mengomel.
"Jangan berdiri di sana Bang, bahaya! Abang emang mau jatuh ke sungai, terus di makan buaya? Kalo Abang mati gimana? Kasian Mami Papinya Abang, nanti mereka sedih." omel gadis kecil itu dengan khawatir.
Menghiraukan omelan gadis kecil di depannya, Arrazi menjatuhkan pantatnya di atas jembatan, lalu menangis dengan menekukan kedua kaki dan tangannya menutupi wajah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 17 : PERNIKAHAN
Hari ini pernikahan Daniah dan Arrazi sudah tiba, yang di selenggarakan di hotel bintang lima. Berhubung banyaknya tamu undangan yang di undang dari pihak Daniah maupun Arrazi, maka aula hotel yang terbilang cukup luas dan megah itu di sewa seharian full.
Dimulai dari jam 9 pagi sampai jam 8 malam. Acara pernikahan keduanya pun terbilang cukup mewah. Kabar pernikahan Daniah dan Arrazi tentu saja menggemparkan seantaro RS. Para Dokter, perawat dan petugas di RS begitu terkejut di buatnya.
Karena merekatidak sangat tidak menyangka jika Dokter yang terlihat memusuhi anak koas yang di bimbingnya itu justru akan menikahinya. Banyak yang merespon dengan respon negatif dan positif. Bahkan ada juga yang membuat judul antara pernikahan Daniah dengan Arrazi.
'Jodoh nggak kemana, tapi ada di RS.'
'Jodohku anak koas.'
'Jodohku Dokter galak.'
'Jodohku anak koasku.'
Dan banyak lagi yang lainnya.
Ghaniyyah, Halwa dan Ghazalah yang tahu bagaimana permusuhan yang terjadi antara Daniah dengan Arrazi saja hampir tak percaya dan menyerang Daniah dengan banyak pertanyaan.
Kalau saja Daniah tidak menjawab karena di jodohkan, mungkin Ghaniyyah, Halwa dan Ghazalah masih menyerang dengan lebih banyak pertanyaan. Namun akhirnya mereka percaya, bahkan Halwa sampai menyeletuk.
"Definisi jodoh membuat benci jadi cinta."
Berbeda dengan sekte pengagum Dhafir, mereka justru menghela nafas lega, karena Daniah bukanlah menikah dengan sang idola yang sempat di gosipkan berpacaran dengannya itu.
Saat ini Daniah sedang melakukan pemotretan before wedding, di ruang khusus makeup dan pihak keluarga perempuan. Untuk dokumentasi. Gaun yang di kenakan Daniah adalah model ball gown berwarna putih yang terbuat dari lace dan fur atau bulu yang membuat gaun yang di kenakan Daniah bukan hanya terlihat mewah tapi juga fantastis.
Dengan gaya rambut french braid lalu di hias dengan aksesoris berbentu bunga di sisi kiri. Makeup di wajahnya pun terlihat natural, namun semakin menambah kecantikan di wajahnya yang imut itu.
Penampilan Daniah saat ni membuat decak kagum dari orang-orang yang berada di ruangan. Bahkan Fadillah menyamakan kecantikan Kakaknya seperti tokoh kartun yang di sukainya, yaitu Elsa film kartun Frozen.
Pemotretan before wedding pun diikuti para sahabat yang menjadi bridesmaid di hari sakralnya itu, tak terkecuali Eliza. Bahkan Eliza rela menginap di rumah Daniah, seminggu sebelum pernikahan sahabatnya itu.
Demi menemani, menghibur dan menenangkan Daniah menjelang hari pernikahannya dengan Dokter Galak yang di bencinya.
"*Nia, semua orang punya kisah dalam hidupnya. Dan inilah kisah hidup lo yang harus lo jalanin dengan sabar. Tapi ingat Nia, setiap kisah pasti ada endingnya dan gue berharap lo kuat dan mampu menjalankan kisah hidup lo sama dia dengan baik dan berakhir happy ending*."
Itulah salah satu dari sekian wejangan yang Eliza berikan kepada Daniah. Acara ijab kabul akan di laksanakan 15 menit lagi. Di temani bridesmaid, juga Fadillah yang memegang bunga, Daniah keluar ruangan menuju tempat akad.
Seluruh mata keluarga besar dan tamu undangan mengarah ke arah Daniah dan para pengiringnya yang sedang melangkah menuruni tangga. Mereka berdecak kagum melihat pengantin wanita yang sangat anggun menawan.
Arrazi sendiri tak lepas memandangi Daniah dari tempatnya. Namun pandangannya harus berhenti, saat Dhafir yang duduk dekatnya berbisik.
"Kalo lo masih ragu buat nikahin si Nia, gue siap gantiin posisi lo saat ini juga."
Arrazi langsung memberikan tatapan tajam kepada sepupu yang tidak punya akhlak itu. Mendengar itu, rasanya Arrazi ingin menonjok wajah Dhafir dan mengusir sepupunya dari tempat acara.
Merusak moodnya saja. Apalagi Arrazi teringat alasan Daniah menerima perjodohan ini, karena ia mengira laki-laki yang akan di jodohkan dengannya itu Dhafir, bukan Arrazi. Meskipun Arrazi tidak memiliki perasaan apapun terhadap Daniah, Namun harga dirinya seakan jatuh mendengar pengakuan jujur dari mulut kecil Daniah.
Karena merasa Arrazi lebih baik daripada Dhafir, juga lebih tampan tentunya. Daniah sampai di tempatnya, yaitu kursi samping Arrazi. Namun kedua pengantin itu saling menundukkan kepalanya. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Mas Arrazi, ini benar gadis yang akan Mas Arrazi nikahi hari ini?" tanya Pak penghulu.
Arrazi melirik ke arah Daniah, lalu mengangguk.
"Iya benar."
"Baik, sudah bisa kita mulai akadnya ya." ujar penghulu. Arrazi mengangguk pelan.
Arrazi menjabat tangan Dhiau setelah Pak penghulu memberikan arahan. Kemudian kalimat ijab kabul itu di ucapkan.
"Saya nikahkan engkau, Arrazi Dabith Dzaki dengan Putri saya yang bernama Daniah Hanania Eqbal dengan mahar 3 kilogram emas batangan dan seperangkat alat sholat di bayar tunai." ucap Dhiau dengan suara yang terdengar bergetar.
"Saya terima nikahnya Daniah Hanania Eqbal binti Bapak Dhiau Alief Eqbal dengan mahar tersebut di bayar tunai." ucap Arrazi dengan tegas.
"Bagaimana para saksi, sah?"
"SAH!"
"Alhamdulillah."
Acara ijab kabul selesai diiringi rasa haru dan bahagia dari kedua keluarga. Bahkan Dhiau, sempat meneteskan air mata setelah ia menyerahkan anak perempuannya kepada Arrazi. Setelah menandantangani surat nikah, Daniah dan Arrazi di arahkan untuk melakukan pemotretan dengan memamerkan cincin, buku nikah juga mahar.
Lalu kecupan manis dari Arrazi di kening Daniah yang menandakan bahwa Daniah mulai detik itu menjadi milik Arrazi. Ada desiran aneh yang di rasakan oleh kedua insan yang sudah resmi sebagai suami istri itu, masing-masing merasakan degup jantung yang tidak sewajarnya dalam dada mereka.
Setelah proses pemotretan, kini kedua pengantin itu di arahkan untuk naik pelaminan untuk sesi sungkem kepada orang tua. Dhiau dan Faiza sudah berada di bangku pihak perempuan, sementara di bangku pihak laki-laki ada Dzaki dan Dariah, Kakek dan Nenek Arrazi yang mewakili orangtua Arrazi yang tidak hadir, karena tidak di ketahui keberadaannya.
"Arrazi, saya titipkan Daniah kepada kamu. Tolong jaga dia, sayangi dia, cintai dia, bahagiakan anakku. Kalau suatu saat nanti kamu tidak sanggup mendampinginya, maka kembalikan Daniah dengan utuh tanpa kurang sedikit pun. Karena aku tidak akan rela anakku hidup menderita." kalimat itu di ucapkan Dhiau saat Arrazi sungkem di hadapannya.
Arrazi mengangguk, ia meminta doa, restu dan mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Dhiau.
"Daniah, cucuku. Kakek titip Dabith ya Nak. Dia memang agak keras kepala dan dingin. Tapi percayalah, dia laki-laki yang baik dan hatinya begitu lembut dan mudah terenyuh. Tolong cintai Dabith dengan sepenuh hati ya Nak. Perlakukan dia dengan baik. Insyaallah dia akan memberikan feedback yang jauh lebih baik juga untuk kamu." ucap Dzaki saat Daniah sungkem di hadapannya.
Daniah mengangguk kepalanya pelan. Dan meminta doa serta restu. Selesai sungkem, kedua pengantin bersanding di pelaminan untuk menyalami para tamu undangan.
"Nia, sumpah gue nggak nyangka banget lo bisa nikah sama Dokter Arrazi! Langgeng terus ya sampe Kakek Nenek."
"Saya tidak menyangka Dokter bisa menikahi Daniah. Selamat ya Dokter."
"Nia, lo jadi istrinya Dokter Arrazi, jangan ikut-ikutan galak ya. Serem kalo dua-duanya galak kasian anak lo nantinya."
"Saya kira akan selalu benci, ternyata malah cinta."
"Ntar gue jadiin novel ya kisah cinta lo sama Dokter Arrazi."
"Wuihhhh, pawangnya Dokter Arrazi nih. Senggol dong Bos!"
Dan masih banyak lagi ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut tamu para sahabat dan kerabat dekat yang tahu bagaimana hubungan antara Daniah dan Arrazi sebelumnya. Pujian juga banyak terlontar dari tamu undangan, saat melihat Daniah dan Arrazi bersanding di pelaminan begitu serasi.
Daniah dan Arrazi hanya menanggapi dengan senyuman dan ucapan terimakasih. Acara berlangsung hingga pukul 8 malam. Namun Arrazi meminta izin untuk meninggalkan tempat di jam 7.15, selain tamunya sudah sedikit dan hanya kenaan orangtua juga di sebabkan karena Daniah yang terlihat sudah letih.
Beberapa kali ia memejamkan mata, karena mengantuk. Arrazi sendiri merasakan hal yang sama, namun ia masih bisa menahannya. Sampai di kamar hotel tempat pengantin menginap, Arrazi dan Daniah mengucapkan terimakasih kepada Dhafir. Eliza, Ibnaty sahabat Daniah yang juga orang tua mereka bersahabat sejak masa muda yang mengantarnya.
Dan membawa tas milik mereka. Eliza dan Ibnaty pamit terlebih dahulu, lalu Daniah masuk ke dalam setelah kepergian dua sahabatnya itu. Sementara Dhafir masih berdiri di depan pintu bersama Arrazi.
"Zi, lo bakal live streaming nggak malam ini?" bisik Dhafir. Sontak pertanyaan itu membuat Arrazi geram, ia melayangkan tatapan tajam kepada sepupunya itu. Kotor sekali pemikirannya itu.
"Omes lo!"
"Canda Mas Bro!" ucap Dhafir dengan santai.
"Titip Adek gue ya Zi. Jangan di galakin. Awas lo kalo bikin si Nia nangis. Gini-gini gue backingan si Nia." ujar Dhafir dengan sombong sambil menepuk dadanya.
TUING!
Arrazi menoyor kening Dhafir kebelakang.
"Ck! Jadi backingan aja bangga lo. Gue nih suaminya!" balas Arrazi lebih menyombongkan diri.
"Ahahaha......sok iye lo!"
"Ck! Pergi sana lo!" usir Arrazi yang makin kesal dengan tingkah Dhafir.
"Live streaming tapi ya Zi, gue tunggu!" seru Dhafir. Arrazi melototinya.
"DHAFIR!"
"La la la la la......" ledek Dhafir bersenandung tidak jelas, lalu meninggalkan Arrazi yang geram kepadanya.
Arrazi menghela nafas lega melihat Dhafir benar-benar pergi. Lalu ia masuk dan mengunci pintu dari dalam. Arrazi melirik sekilas kearah Daniah. Gadis itu sedang duduk di pinggiran ranjang dan berdesis menahan sakit.
Melihat hal itu, Arrazi langsung mengambil kotak P3K yang tersedia, lalu menghampiri Daniah sambil menyeretkan kursi yang ada di samping meja. Arrazi duduk di kursi yang di simpan menghadap Daniah. Tanpa aba-aba Arrazi langsung menarik kedua kaki Daniah, lalu di tempatkan di atas pahanya.
"OM MAU NGAPAIN?" teriak Daniah kaget, entah apa yang akan di lakukan Arrazi terhadap kakinya.
Memang, semenjak kejadian di minimarket waktu itu, Daniah memanggil Arrazi dengan sebutan Om sampai saat ini.
"Diam!"
"Om ish lepasin!" pinta Daniah hendak menarik kakinya, namun Arrazi menahan.
"Diam!"
"OM MAU NGAPAIN SIH? LEPASIN OM. JANGAN MACAM-MACAM YA SAMA SAYA!" teriak Daniah lagi.
"Mau diam sendiri atau saya sumpal mulut kamu!" ancam Arrazi sambil menatapnya dengan tajam. Membuat Daniah tidak berkutik lagi.
Daniah melipat bibirnya dengan was-was ia memperhatikan apa yang akan di lakukan Arrazi terhadap kakinya. Arrazi membersihkan tumit Daniah yang lecet akan memakai high heels saat acara berlangsung dan tidak melepas high heels seharian, kecuali saat break.
Setelah di bersihkan, Arrazi mengobati luka itu dan di tutup dengan plester. Daniah bernafas lega setelah Arrazi menurunkan kakinya dari pangkuannya itu, ternyata hanya mengobatinya saja. Daniah kira Arrazi akan.......eh sudahlah jangan di bahas.
Jujur, saat Arrazi mengobati lukanya, Daniah menahan nafas, karena nervous di tambah degupan jantungnya yang tidak beraturan.
"Lukanya sudah saya obati, nanti jangan lupa di ganti plesternya." ujar Arrazi dengan ketus. Lalu ia beranjak dari kursi.
"Makasih Om." ucap Daniah, Arrazi kembali menatap Daniah.
"Jangan panggil saya Om!" ujarnya dengan tegas.
"Lah, emang kenapa? Kan situ emang udah Om-Om." ngeyel Daniah.
"Saya bukan Om kamu!"
"Ya emang siapa bilang Om, Om nya saya. Lagian Adek saya juga manggilnya Om, kan?"
"Beda Daniah." geram Arrazi.
"Apanya yang bed........" Daniah terpaksa harus menghentikan ngeyelnya saat mendapati wajah Arrazi tiba-tiba berada begitu dekat dengan wajahnya. Sampai Daniah merasakan hembusan nafas Arrazi yang begitu terasa di wajahnya. Jantungnya kembali berdegup kencang. Wajahnya terasa panas.
"Berhenti panggil saya dengan panggilan Om. Paham!" ujar Arrazi dengan ketus. Daniah mengangguk pelan.
Lalu Arrazi pergi meninggalkan Daniah yang masih mencoba menetralkan perasaannya.
"EH, ARRAZI TUNGGU!" teriak Daniah menghentikan langkah Arrazi, saat melihat laki-laki itu berjalan menuju kamar mandi.
Laki-laki yang di panggil namanya itu langsung berbalik dengan mata melotot ke arah Daniah.
"Panggil apa barusan?" ketus Arrazi.
"Hmm.......Arrazi." ucap Daniah dengan polos, matanya melihat ke arah lain.
"Kamu tuh nggak ada sopan santunnya ya panggil orang lebih tua!" omel Arrazi.
"Lha, tadi saya panggil Om nggak mau. Saya panggil........"
"Ya nggak panggil Om atau nama juga Daniah! Saya ini bukan Om atau teman seumuran kamu!" kesal Arrazi, karena Daniah begitu ngeyel dan susah di beri tahu.
"Ck! Ya udah iya Dokter!" ketus Daniah, lalu beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.
"Saya duluan yang mandi." ujar Daniah berjalan melewati Arrazi. Mengabaikan tatapan tajam suaminya itu.
Arrazi menghela nafas berat. Lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Daniah benar-benar membuatnya kesal.
TOK! TOK! TOK!
"Daniah kamu lagi ngapain sih? Ini sudah hampir satu jam kamu di dalam!" seru Arrazi sambil mengetuk pintu kamar mandi.
Namun Daniah belum juga membuka pintu, setelah beberapa kali Arrazi memanggil sambil mengetuk pintu.
"Daniah kalau kamu nggak buka, saya dobrak pintunya!" ancam Arrazi.
"Satu."
"......"
"Dua."
"BENTAR!" teriak Daniah dari dalam.
CEKLEK!
Pintu kamar mandi terbuka.
"Astaga Daniah! Kamu ngapain aja di dalam?" ujar Arrazi dengan suara tinggi. Ia begitu geram melihat gadis di depannya itu masih berbalut gaun pengantin.
"Anu Om, Eh, Dokter. Resleting belakangnya macet." ujar Daniah sambil nyengir.
Arrazi berdecak kesal. Lalu meraih bahu Daniah.
"Eh, Dokter mau ngapain?" tanya Daniah terkejut.
"Berbalik!" ketus Arrazi hendak memutar badan Daniah, namun gadis itu menahan badannya.
"Nggak! Ish mau ngapain sih?"
Lagi-lagi Arrazi berdecak kesal. Di paksanya badan Daniah untuk berbalik. Lalu ia menurunkan resleting belakang gaun yang masih di kenakan Daniah.
"Sudah tuh. Cepat mandi! Saya juga mau mandi!" ketus Arrazi, mendorong punggung Daniah, lalu menutup pintu kamar mandi.
ha..ha...ha