NovelToon NovelToon
Cintamu Membalut Lukaku

Cintamu Membalut Lukaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: achamout

Sejak kehilangan ayahnya, Aqila Safira Wijaya hidup dalam penderitaan di bawah tekanan ibu dan saudara tirinya. Luka hatinya semakin dalam saat kekasihnya, Daniel Ricardo Vano, mengkhianatinya.

Hingga suatu hari, Alvano Raffael Mahendra hadir membawa harapan baru. Atas permintaan ayahnya, Dimas Rasyid Mahendra, yang ingin menepati janji sahabatnya, Hendra Wijaya, Alvano menikahi Aqila. Pernikahan ini menjadi awal dari perjalanan yang penuh cobaan—dari bayang-bayang masa lalu Aqila hingga ancaman orang ketiga.

Namun, di tengah badai, Alvano menjadi pelindung yang membalut luka Aqila dengan cinta. Akankah cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi semua ujian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon achamout, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Sakit Perut

Setelah sampai di rumah, Alvano masuk lebih dulu dengan wajah masam. Ia meletakkan kantong-kantong belanjaan di meja dapur, lalu berjalan menuju sofa di ruang tengah dan duduk dengan ekspresi yang masih sama. Aqila yang melihat sikap suaminya langsung merasa khawatir. Ia menghampiri Alvano dengan langkah pelan, kemudian duduk di sampingnya.

"Kk Vano kenapa? Kakak marah?" tanyanya lembut, suara pelannya mencoba mencairkan suasana.

Alvano menoleh sekilas, lalu menghembuskan napas panjang. "Aku nggak apa-apa, Qila," jawabnya pelan, tapi nada suaranya masih terdengar kesal.

"Kakak masih kesal ya sama mas kasir tadi?" Aqila bertanya ragu, menatap wajah Alvano yang tampak tak tenang.

Alvano kembali menghela napas, lalu menatap Aqila lebih serius. Dengan tiba-tiba, ia memegang kedua pundak Aqila, memutarnya agar menghadap langsung padanya. Aqila terkejut dan jadi kikuk.

"Aku mau, mulai sekarang kamu berhenti panggil aku dengan sebutan Kak, " ucapnya serius.

" Loh kenapa, Kk?" tanya Aqila bingung.

"Aku nggak suka orang salah paham sama kita. Kamu itu istriku, Qila, bukan adikku. Aku nggak mau orang-orang berpikir kita cuma saudara. Aku juga nggak suka kalau ada yang menatap kamu lama-lama seperti tadi," jelasnya dengan nada kesal, jelas-jelas menunjukkan kecemburuannya.

Aqila menatap Alvano dan terkekeh kecil. "Kk Vano cemburu ya?" tanyanya menggoda.

Wajah Alvano langsung memerah. "Nggak. Aku cuma nggak suka aja," elaknya cepat, meskipun jelas terlihat ia sedang berusaha menutupi rasa malunya.

"Terus, kalau aku nggak panggil kakak lagi, aku harus panggil Kakak dengan sebutan apa?" tanya Aqila, tersenyum kecil.

"Terserah kamu, panggil aku seperti istri biasa memanggil suaminya," jawab Alvano datar, meskipun sebenarnya ia menunggu respons Aqila dengan harap-harap cemas.

Aqila diam sejenak, berpikir. Lalu, sebuah ide muncul di benaknya. "Gimana kalau aku panggil Mas? Mas Vano?" tanyanya pelan, senyumnya merekah.

"Mas?" ulang Alvano, memastikan.

"Iya, Mas Vano. Kalau Kakak suka, aku akan panggil Kakak dengan sebutan itu mulai sekarang," ucap Aqila, nadanya penuh harap.

Alvano terdiam, merenungkan usulan itu. Setelah beberapa saat, ia akhirnya tersenyum kecil. "Boleh," jawabnya singkat namun mantap.

"Mulai sekarang Mas Vano, ya!" seru Aqila senang, senyumnya lebar.

Alvano tertawa kecil, melihat wajah bahagia istrinya membuat suasana hatinya yang tadi keruh jadi jauh lebih baik. "Iya, mulai sekarang panggil aku Mas," ucapnya sambil mengusap lembut kepala Aqila.

Setelah dirasa suasana cukup tenang, Aqila beranjak dari sofa.

"Kamu mau kemana aqila? " Tanya alvano saat melihat aqila beranjak pergi.

Aku mau kedapur kak, eh maksud aku Mas. Kan tadi katanya Mas Vano lapar" Ucap aqila yang masih belum terbiasa dengan panggilan baru itu.

Alvano tersenyum mendengar panggilan barusan. "Aku ikut, biar aku bantu" Ucap Alvano antusias. Ia bangkit dari duduknya dan melangkah ke dapur bersama Aqila. Di dapur mereka mulai membuka bahan bahan belanjaan mereka.

"Mas mau makan apa? Biar aku masakin," Tanya Aqila saat mengambil sayur dari kresek belanjaannya.

"Aku terserah kamu aja Qila, apa aja yang kamu masak aku makan kok. " Jawab Alvano tersenyum.

Aqila tersenyum mendengar itu. Kalau gitu Aku masak sayur kangkung ya, Aku lihat Mas udah mulai suka makan sayur," ucap nya mengingat kejadian waktu itu, Alvano makan sayur buatannya sampe nambah tiga kali.

"Boleh. Masakan kamu pasti enak banget. Nggak bakal jauh beda rasanya dari yang pertama kali kamu masak dirumah mama," Jawab Alvano tersenyum lembut ke Aqila.

"Mas bisa aja, semoga Mas suka ya.." Ucap Aqila tersipu malu. Aqila mulai mencuci sayur di wastafel.

" Aku bantu ya Qila," kata Alvano mulai mengupas bawang merah. Ia mulai mengirisnya.

Saat mengiris bawang, Alvano merasakan perih di matanya. "Aduh perih," keluh Alvano dengan mata berair.

Aqila yang mendengar keluhan Alvano menoleh, "Kamu kenapa Mas?" tanya Aqila mendekati suaminya.

Alvano menghadap Aqila sambil mengusap- usap matanya. Matanya berair dan terlihat seperti orang yang akan menangis.

"Astaga Mas, ka-kamu nangis? " tanya Aqila pelan. Ia menahan tawa.

"Bukan Qila, ini perih banget, "jawab Alvano masih mengusap-usap matanya.

"Udah Mas biar aku aja yang ngiris bawangnya. Mendingan sekarang kamu duduk disitu dan liatin aku masak aja," ucap Aqila menunjuk kursi meja makan.

"Tapi kamu beneran nggak papa, masak sendiri nggak aku bantuin? " tanya Alvano tak enak.

"Iya nggak papa Mas Vano, lagian aku udah biasa kok." Jawab Aqila tersenyum lembut.

Akhirnya, Alvano menurut dan duduk di kursi meja makan. Namun, matanya tak lepas dari Aqila. Ia menikmati pemandangan istrinya yang lincah memasak.

Tak lama, masakan pun siap. Aqila membawa piring berisi sayur kangkung tumis, tahu goreng, dan sambal ke meja makan. Aroma masakan memenuhi ruangan, membuat Alvano yang sudah duduk menunggu semakin lapar.

"Mas, ayo makan. Semoga suka, ya," ucap Aqila sambil tersenyum lembut.

Alvano mengambil nasi dan mulai mencicipi sayur kangkung buatan istrinya. Begitu suapan pertama masuk ke mulutnya, ia langsung memejamkan mata sambil mengangguk puas.

"ini enak banget, Qila! Kamu beneran jago masak. Rasanya kayak masakan restoran mahal," pujinya tulus, membuat Aqila tersipu malu.

"Mas bisa aja. Padahal ini masakan biasa, nggak istimewa," jawab Aqila, berusaha merendah.

"Biasa? Kalau menurut kamu ini biasa, aku jadi penasaran gimana rasanya kalau kamu masak yang spesial," balas Alvano sambil tersenyum jahil.

Aqila tertawa kecil, "Mas, nggak usah lebay deh."

"Tapi serius, Qila. Kalau kamu buka restoran sendiri, aku yakin bakal banyak yang antre beli masakan kamu," lanjut Alvano, menatap istrinya dengan bangga.

"Hmm, kalau gitu, aku punya satu pelanggan setia, dong? Siapa lagi kalau bukan Mas Vano," balas Aqila sambil terkekeh.

"Tentu saja. Aku nggak bakal pindah ke tempat lain. Kamu chef favoritku," kata Alvano sambil mengambil tahu goreng.

Mereka terus menikmati makan malam sambil bercanda.

Setelah selesai makan, Alvano bersandar di kursi dengan wajah puas. "Alhamdulillah, kenyang banget. Kamu memang istri idaman, Qila."

"Alhamdulillah, kalau Mas suka," jawab Aqila sambil tersenyum kecil. Ia mulai membereskan piring, tapi Alvano langsung berdiri.

"Biar aku yang cuci piringnya," kata Alvano.

"Mas serius?" tanya Aqila ragu.

"Tentu. Kamu udah capek masak, sekarang giliran aku yang bantu," balas Alvano sambil menggulung lengan bajunya.

Melihat itu, Aqila hanya bisa tersenyum lega.

🌸🌸🌸🌸🌸

Pagi-pagi sekali Aqila sudah sibuk didapur untuk memasak. Ia tengah menyiapkan sarapan pagi untuk Alvano. selain itu tak lupa ia juga menyiapkan bekal makan siang untuk suaminya. Mengingat hari ini, Alvano ada jadwal mengajar dikampus.

"Mas, bekal kamu udah aku masukin tas ya.. jangan lupa dimakan nanti," Ucap Aqila sambil menyerahkan tas kerja Alvano. Ia menerima tas dari Aqila dan tersenyum hangat.

Sesampainya didepan pintu, Alvano berpamitan. " Qila, aku pergi ngajar dulu ya.. kamu baik-baik dirumah, " ucap Alvano mengusap sayang puncak kepala Aqila.

"Siap Mas, " jawab Aqila tersenyum girang.

"Kamu nggak papa kan, Aku tinggal sendiri. Atau kamu mau ikut ke kampus nemenin aku ngajar? " tawar Alvano yang sebenarnya tak ingin meninggalkan Aqila sendiri dirumah.

"Nggak papa kok Mas, aku dirumah aja," tolak Aqila lembut. " Lagian aku juga mau beberes Mas, " tambahnya.

"Ya udah kalau gitu, kamu hati-hati ya dirumah, kalau ada apa-apa langsung kabarin aku, oke?"

"Siap Mas Vano! " Jawab Aqila semangat.

Alvano yang melihat itu tersenyum. Aqila segera meraih tangan Alvano dan menciumnya. " Mas Vano semangat ya, kerjanya, " Ucapnya menyemangatkan.

"Iya sayang, pasti itu."Jawab Alvano, ia mendekatkan wajahnya pada Aqila dan mencium lembut kening istrinya. Aqila sampai menunduk malu dibuatnya.

Melihat ekspresi istrinya, Alvano terkekeh, "Kamu jangan nunduk gitu, itu kan hal biasa yang dilakukan suami istri, jadi kamu jangan malu, " godanya pelan.

"iya Mas Vano, aku masih berusaha untuk biasa, " ucapnya malu-malu.

Alvano hanya tersenyum, "yaudah, aku pergi sekarang ya.. Dadah." Alvano melambaikan tangan sebelum ia masuk ke dalam mobil.

"Dada Mas Vano, hati-hati ya.. " sorak Aqila saat mobil Alvano sudah mulai berjalan menjauh.

Setelah melepas kepergian suaminya, Aqila mulai melangkah masuk kerumah, saat itu ia mulai merasakan nyeri di perutnya.

Tangan Aqila terulur memegang perutnya, "aduh.. kok perut aku sakit ya.." gumamnya pelan.

"Akhh.. sakit banget.. " Aqila semakin meremas perutnya. Ia berjalan ke arah sofa dan duduk disana. "Akhhh.. sakit bangett" keluhnya. Wajah Aqila seketika pucat, dan peluh dingin bercucuran di wajahnya. Detik berikutnya ia berasa celana dalamnya basah.

"Loh, kok aku kayak nggak nyaman gini? apa aku datang bulan? " gumamnya pelan.

Dengan langkah pelan dan perutnya yang masih terasa nyeri, Aqila berjalan menuju kamar mandi. Dan setelah ia cek, ternyata dugaannya benar, Ia sedang datang bulan.

Dengan langkah pelan, Aqila berjalan menuju kamarnya, ia mulai mengganti celana dan bajunya. "Aduhh sakit banget perut aku, biasanya kan kalau aku halangan, sakitnya nggak sampe kayak gini." keluh Aqila pelan.

"Disini juga nggak ada pembalut lagi, kayaknya aku harus pergi keluar sebentar beli pembalut. " ucapnya. Ia memutuskan untuk pergi keluar membeli pembalut. Untung saja ia punya pegangan uang kembalian belanja dari supermarket kemarin.

Saat keluar rumah, Aqila merasa bingung, ia harus mencari pembalut dimana. Di depan rumahnya sama sekali tidak ada warung, selain itu jarak pasar dari rumahnya cukup jauh. "Akhh... sakitt.. " lirih Aqila pilu, sambil terus memegangi perutnya. Aqila bingung harus bagaimana sekarang. Ia tidak mungkin bisa meminta bantuan Alvano sekarang karna suaminya itu sedang pergi mengajar.

Aqila benar-benar kebingungan, namun detik berikutnya sebuah ide muncul di otaknya. Kenapa ia tak mengecek bagasi rumah, siapa tau ada yang bisa membantunya untuk pergi membeli pembalut.

Aqila mulai berjalan ke bagasi rumahnya, dan ternyata disana ada motor sport Yamaha R15 yang terlihat masih baru di garasi. Ia mengamati motor itu sejenak, lalu memperhatikan ada kunci motor yang tergantung di gantungan dekat pintu garasi.

Aqila berjalan mendekat ke motor itu, ini motor milik Mas Vano? gumamnya pelan.

"Aku rasa iya, untung ada kuncinya, aku bisa pakai motor ini untuk pergi ke supermarket membeli pembalut" gumam aqila pelan. dengan keadaan perutnya yang masih terasa nyeri, Aqila memaksakan diri untuk pergi keluar, karna ia benar benar membutuhkan pembalut.

Sesampainya di supermarket, Aqila masuk dengan langkah sedikit tertatih, ia menuju rak bagian kebutuhan wanita. Matanya langsung mencari pembalut daun sirih yang biasa ia gunakan. Setelah menemukannya, ia tersenyum lega.

Saat hendak berjalan menuju kasir, Aqila tidak sengaja bertabrakan dengan seorang wanita paruh baya yang membawa keranjang penuh belanjaan.

Brakkk!

Barang belanjaan wanita itu jatuh berserakan di lantai. Aqila tertegun, lalu segera berjongkok untuk membantu. "Maaf, Bu... saya nggak sengaja," ucap Aqila merasa bersalah.

Namun, wanita itu langsung memasang wajah kesal. "Kamu ini gimana sih! Jalan pakai mata dong! Ini semua belanjaan saya jatuh!" bentaknya sambil merapikan barang-barangnya.

"Maaf, Bu. Saya benar-benar nggak sengaja," ucap Aqila lagi, tetap membantu mengambil barang belanjaan yang berserakan di lantai.

Saat Aqila menoleh untuk menyerahkan barang yang ia pungut, ia tertegun. Sosok wanita itu ternyata bukan orang asing baginya. "Mama?" lirih Aqila dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Sementara Miranda menatapnya dengan mata membelalak.

"Aqila?" suara Miranda terdengar tajam. Dalam sekejap, ekspresi Miranda berubah menjadi penuh kemarahan.

Tanpa berkata banyak, Miranda menarik lengan Aqila dengan kasar, membuat Aqila terhuyung. "Kamu tuh ya! Selalu jadi pembawa sial dalam hidup saya! Kenapa kamu nggak pernah hilang dari hidup saya?!" bentaknya dengan suara keras, menarik perhatian orang-orang di sekitar.

"T-tapi, Ma... aku nggak..." Aqila mencoba berbicara, namun Miranda memotong dengan nada yang lebih tinggi.

"Saya pikir kamu sudah mati! Ternyata masih hidup juga!" katanya sambil melirik penampilan Aqila. "Dan keadaan kamu bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya. Kamu pasti jadi gelandangan kan sekarang? Eh, ngapain kamu disini? Nyuri, ya?" tuduh Miranda tanpa ampun.

Aqila menggeleng cepat, matanya mulai berkaca-kaca. "Nggak, Ma... aku cuma beli ini," ucapnya, menunjukkan pembalut yang ia pegang.

"Alah! Jangan bohong sama saya! Kamu pasti nyuri!" Miranda kembali berteriak, kini menarik perhatian lebih banyak orang.

Seorang petugas supermarket yang melihat kegaduhan itu mendekat. "Ada apa ini, Bu?" tanyanya sopan.

"Dia ini! Dia nyuri barang di sini!" Miranda menunjuk Aqila dengan penuh tuduhan.

Aqila tergagap, matanya sudah basah oleh air mata. "Saya nggak nyuri... saya cuma beli ini," ucapnya gemetar, menunjukkan pembalut di tangannya.

Petugas itu tampak ragu, namun Miranda terus mendesak. "Kamu percaya sama dia?! Periksa tasnya kalau nggak percaya!" bentaknya.

Aqila merasa sangat terhina, namun ia tak punya pilihan lain. Dengan tangan gemetar, ia menyerahkan tas kecil yang ia bawa. Setelah diperiksa, petugas menemukan tidak ada apa-apa selain dompet kecil dan ponsel Aqila.

Melihat hal itu, orang-orang mulai berbisik-bisik, menyadari bahwa tuduhan Miranda tidak berdasar. Namun Miranda, dengan wajah penuh amarah, mendorong Aqila pergi. "Keluar kamu dari sini! Jangan pernah muncul lagi di hadapan saya!" Bentaknya kasar.

1
hesti_winarni25
semangat berkaya kak
Achamout: Terima kasih kakak😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!