Semuanya telah benar-benar berubah ketika mantan kekasih suami tiba-tiba kembali. Dan Elmira Revalina berpikir jika berita kehamilannya akan dapat memperbaiki hubungannya dengan suaminya— Kevin Evando Delwyn
Namun, sebelum Elmira dapat memberitahukan kabar baik itu, mantan kekasih suami— Daisy Liana muncul kembali dan mengubah kehidupan rumah tangga Elmira. Rasanya seperti memulai sebuah hubungan dari awal lagi.
Dan karena itu, Kevin tiba-tiba menjauh dan hubungan mereka memiliki jarak. Perhatian Kevin saat ini tertuju pada wanita yang selalu dicintainya.
Elmira harus dihadapkan pada kenyataan bahwa Kevin tidak akan pernah mencintainya. Dia adalah orang ketiga dalam pernikahannya sendiri dan dia merasa lelah.
Mengandalkan satu-satunya hal yang bisa membebaskannya, Elmira meminta Kevin untuk menceraikannya, tetapi anehnya pria itu menolak karena tidak ingin membiarkan Elmira pergi, sedangkan pria itu sendiri membuat kisah yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penguntit
"Tuan Kevin, tidak sopan masuk ke kantor saya tanpa mengetuk pintu," kata Davina dengan nada ketus.
"Davina Grizelle Ardonio." Kata Kevin menekankan nama lengkap Davina. "Ada sesuatu yang perlu aku konfirmasikan denganmu."
"Ada apa? Kalau ini terkait pekerjaan, saya sedang mengerjakan desain pertama saya dan akan saya kabari kalau sudah selesai," jawab Davina.
"Davina. Bukan, inti perihal Elmira lebih tepatnya. Aku ingin membicarakan tentang identitas mu." Kata Kevin melayangkan tatapan tajam kearah Davina.
Mendengar nama Elmira kembali disebutkan, Davina tak kuasa menahan diri untuk memutar bola matanya. Dia tidak mengerti mengapa Kevin begitu terobsesi dengan identitasnya.
"Tuan Kevin, saya sudah menjelaskannya berkali-kali. Jika Anda memiliki masalah mental, silakan pergi ke rumah sakit untuk berobat, berapa kali saya harus menjelaskannya kepada Anda? Saya juga bukan dokter mental."
Kevin nampaknya sudah menduga jawaban yang akan keluar dari mulut Davina. Pria itu tersenyum menatap Davina, lalu perlahan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto yang ada di ponselnya itu.
Davina beralih melihat ponsel Kevin, tetapi wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan jika wanita itu terkejut.
"Tuan Kevin, saya tidak tahu siapa Elmira yang sedang anda bicarakan itu. Tapi, bagaimana anda bisa mendapatkan foto saya bersama dengan teman saya?." Tanya Davina dengan tenang, mendongak menatap Kevin.
Kevin mengernyitkan dahinya, Davina terlalu tenang. 'Apakah mungkin aku saja yang bereaksi berlebihan karena mengetahui dia juga berteman dengan Sonia?.' Batin Kevin.
"Bagaimana kalian bisa berteman?." Tanya Kevin, terlihat jika dia masih tetap curiga.
"Itu bukan urusan anda, Tuan Kevin. Tapi, saya sudah bertemu dengan Sonia dari tiga tahun lalu. Dia juga mengira saya adalah orang lain, sama seperti anda dan Sonia terus mengikuti saya. Akhirnya, saya dan dia menjadi teman." Kata Davina menjelaskan dengan tenang.
"Apa kamu yakin?." Tanya Kevin, hatinya hancur karena harapan yang sempat menyala dalam dirinya padam.
"Mengapa Anda begitu tertarik dengan kehidupan pribadi saya, Tuan Kevin? Saya pikir itu tidak pantas." Kata Davina.
Kevin mengambil satu langkah mundur, hatinya terasa sakit. Dia menatap Davina. "Kamu sangat mirip dengan Elmira. Kalau aku tidak tahu Elmira anak yatim piatu, aku akan mengira kalian kembar identik."
Davina menghela napas panjang. "Mmmm.... dan Elmira ini, siapa dia bagi mu? Kamu begitu terobsesi pada nya." Tanya Davina.
"Seberapa jauh pekerjaan mu?." Tanya Kevin, mengalihkan topik pembicaraan mereka sembari memasukkan ponselnya kedalam saku celananya.
Melihat Kevin yang seperti itu, bagi Davina tanggapan Kevin menunjukkan bahwa dia masih bersikeras merahasiakan pernikahannya. Istrinya sudah meninggal dan dia ia masih belum bisa membicarakannya secara terbuka.
Pria itu sungguh kejam.
Davina mencibir Kevin dalam hati dan melayangkan tatapan dinginnya kearah Kevin. "Aku sedang mengerjakannya."
"Berapa lama kamu akan berada di ruang kerja ku?." Tanya Davina dengan kesal.
"Ya, kamu mempunyai kontrak denganku dan sebelum kontrak itu berakhir, aku harap kamu mengikuti ketentuan dalam kontrak itu." Kata Kevin.
"Baiklah. Sekarang, mohon maaf, Tuan Kevin yang terhormat. Silakan pergi dari ruangan ku, karena aku tidak ingin tungganganmu salah paham." Kata Davina dengan tegas.
Karena Kevin tidak punya alasan untuk tetap berada di ruang kerja Davina. Jadi, pria itu memutuskan untuk pergi. Dan ponselnya berdering ketika Kevin baru saja keluar dari ruangan Davina.
"Hallo, Aiden." Jawab Kevin, setelah menempelkan benda pipihnya itu di samping telinganya.
"Kevin, apa dia benar-benar Elmira? Apakah kamu sudah mengonfirmasi identitasnya?" tanya Aiden dari seberang sana.
"Aiden dia bukan Elmira. Meskipun mereka mirip dia adalah putri Tuan Alister Edwar Ardonio pemilik perusahaan Ardonio Corporation." Jawab Kevin.
"Oh, tapi bagaimana dia bisa tahu dan berteman dengan Sonia? Apa semua ini hanya kebetulan?."
"Ya, aku rasa semua ini hanya kebetulan. Tiga tahun lalu mereka bertemu dan berteman, semuanya menjadi membingungkan. Dia terlihat seperti Elmira, tetapi dia sepertinya tidak mengenalku." Jawab Kevin dengan getir.
"Sepertinya seseorang sedang merasa kecewa.". Goda Aiden. "Begini saja. Aku akan membantumu menyelidiki untuk mengetahui dengan pasti. Aku mengenal beberapa orang dalam mencari tahu berbagai hal."
"Baiklah, kalau begitu aku harus mengandalkan mu untuk mendapatkan informasi." Jawab Kevin dan tak lama kemudian setelah mereka mengobrol tentang hal lain, Kevin lantas memutuskan sambungan telepon mereka.
Meski berbagai fakta membuktikan bahwa Davina adalah putri Alister Edwar Ardonio, Kevin tetap skeptis.
'Mungkin kalau Aiden selesai menyelidikinya, aku bisa melepasnya.' Batin Kevin.
"KEVIN..."
Kevin berhenti sejenak ketika dia mendengar suara Daisy. Pria itu mengernyitkan dahinya dan berbalik badan.
"Daisy, kenapa kamu tidak berada di dalam ruang kerjamu?."
Daisy tersenyum. "Seseorang mengatakan kalau kamu datang ke sini untuk menemui aku."
"Bagaimana perasaan mu di hari pertama bekerja? Apa kamu masih menyesuaikan diri setelah lama tidak bekerja?." Tanya Kevin.
Daisy tidak melewatkan untuk memperhatikan kilatan rasa bersalah di mata Kevin, jelas bahwa Kevin datang bukan untuk mengunjunginya. Daisy yakin jika pria itu datang untuk menemui Davina. Ada perasan benci didalam hati Davina, tetapi dia sama sekali tidak menunjukkannya di wajahnya.
"Aku baik-baik saja, Kevin. Aku sangat suka dengan pekerjaan ini. Pekerjaan ini memang memang sesuai dengan bidang ku. Aku sedang mengerjakan desain pertamaku setelah lama tidak bekerja dan kamu akan segera melihatnya." Jawab Daisy terlihat penuh semangat.
"Bagus, jangan terlalu menekan dirimu sendiri." Kata Kevin.
"Kevin, ayo makan siang bersama." Ajak Daisy.
"Aku punya rencana makan siang dengan seseorang, maksud ku dengan partnerku." Jawab Kevin.
Entah mengapa, Kevin tidak ingin Daisy mengetahui tentang rencananya. Dia punya firasat bahwa Daisy tidak akan senang jika tahu Kakek akan mengajak Davina makan siang bersama.
"Bagaimana kalau nanti sore? Aku berencana pergi ke dokter sore ini. Apa kamu bisa datang menjemput ku untuk janji temu dengan dokter?." Tanya Daisy, dia tahu bahwa Kevin telah menyembunyikan sesuatu darinya. Jadi, Daisy sengaja terus bertanya pada Kevin.
"Baiklah, aku akan menghantarkan mu ke rumah sakit untuk bertemu dengan dokter, sore ini." Begitu Daisy menyinggung perihal kakinya dan dokter fisioterapinya, Kevin mengalah. Pria itu tidak ingin mengecewakan Daisy.
"Oke. Sampai jumpa nanti sore, Kevin." Daisy tahu kelemahan Kevin dan setelah mendapatkan jawaban yang memuaskan, wanita itu pun menggerakkan kursi roda dan pergi meninggalkan Kevin.
Sementara itu, Kevin menghela nafas panjang nya ketika melihat Daisy telah menghilang dari pandangannya. Kevin kemudian memikirkan permintaan kakeknya, dia pun kembali berjalan menuju ruang kerja Davina.
Tepat bersamaan dengan itu, Davina tengah membuka pintu, tetapi sebelum wanita itu melangkahkan kakinya keluar, Kevin tiba-tiba muncul dan masuk..
Davina mengernyitkan dahinya. "Kenapa kamu kembali lagi? Tuan Kevin, ini namanya penguntitan!."
Kevin mengangkat sebelah alisnya keatas dan mulai berjalan mendekati Davina. Setiap kali dia melangkah maju, Davina mengambil langkah mundur.
"Apa yang sedang kamu lakukan?." Tanya Davina, kedua matanya terbelalak lebar.
"Menunjukkan padamu apa itu menguntit." Kevin menyeringai dan dia berjalan semakin mendekati Davina.
Mendengar perkataan Kevin, sorot mata Davina berubah dingin saat dia menatap Kevin. "Tuan Kevin, apa ini memang sudah menjadi kebiasaan mu?."
Kevin terkejut dengan sikap dingin Davina yang muncul secara tiba-tiba. Kevin hendak buka suara, tetapi Davina telah lebih dulu buka suara.
"Kamu sudah mempunyai tunangan, tapi sekarang kamu malah menggodaku. Apa kamu memang selalu menjadi bajingan seperti ini?."
"Davina!." Kata Kevin menggertak giginya. "Beraninya kamu memanggilku bajingan?."
Meskipun benar jika Kevin hanya menggodanya setelah wanita itu menuduhnya telah menguntitnya, tetapi Kevin tidak menyangka Davina akan memanggilnya seperti itu.
Kemarahan menggelegak dalam dirinya saat dia melotot ke arah Davina.
"Bukankah ini yang selalu dilakukan oleh para bajingan?." Tanya Davina dengan tenang. "Kamu tidak punya alasan untuk berada begitu dekat denganku, Tuan Kevin. Harap hargai dirimu sendiri dan bersikap lebih profesional supaya aku juga bisa menghargai mu sebagai rekan kerja. Kalau kamu lupa, sedari tadi kamu sudah bersikap tidak sopan." Panjang lebar Davina menjelaskan.
Rahang tegas Kevin terlihat mengeras sebelum akhirnya dia menjauh dari Davina. Pria itu mendengus, kesal. "Jangan terlalu percaya diri, Nona Davina."
Davina menghela napas lega. Dengan Kevin yang semakin dekat, sulit baginya untuk menahan kebenciannya dan dia tidak ingin memperlihatkan dirinya yang sebenarnya didepan Kevin.
"Aku tidak sombong, tapi aku harap kita berdua bersikap profesional dan tidak melewati batasan nya." Kata Davina dengan tegas.
Kevin mengernyitkan dahinya, tetapi dia tidak mengatakan apapun karena dia sedang mencoba untuk tenang dari masa lalu setelah Davina menolak didekati olehnya.
"Kenapa kamu kembali keruangan ku? Aku sedang ingin keluar." Kata Davina.
Dia tidak suka jika perhatian Kevin terus menerus mengarah kepadanya.
Pria itu berbahaya baginya.
Kevin akhiratnya teringat mengapa dirinya kembali masuk kedalam ruang kerja Davina. Kevin menoleh ke arah wanita itu. "Ketua ingin bertemu dengan mitra baru perusahaan, jadi aku datang ke sini untuk mengundangmu makan siang bersamanya."
Davina mengangkat sebelah alisnya keatas. "Apakah ini pertemuan makan siang bisnis atau...?"
"Tentu saja, ini bisnis. Atau kamu ingin sesuatu yang lain?." Tanya Kevin, matanya menatap tajam kearah bola mata coklat Davina sembari menyeringai. Dan untuk sesaat wanita itu tenggelam dalam pikirannya, matanya yang menawan. Wajah itu akan selalu mengingatkannya akan apa yang telah hilang darinya.
Elmira Revalina...
Namun, Kevin tersadar ketika dirinya mengingat bahwa Davina bukanlah Elmira.
'Sial, aku harus segera berhenti membandingkan antara Davina dan Elmira. Ini tidak adil untuk Elmira kalau aku terus memperhatikan Davina.' Batin pria itu.
Kevin menarik dasinya dengan merasa frustasi. "Dengar, jangan terlalu memikirkannya. Ketua selalu bertemu dengan mitra baru perusahaan untuk membicarakan lebih lanjut tentang kerja sama. Aku memang CEO nya, tapi dia adalah bos secara keseluruhan."
Davina mengernyitkan dahinya dan tampak sedang memikirkan permintaan Kevin. 'Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan kakek.' Batin Davina.
Robert Delwyn selalu bersikap baik pada Davina ketika dia menikah dengan Kevin enam tahun yang lalu dan setelah mendapatkan kebaikan tanpa syarat dari pria tua itu dimasa lalu, Davina tidak bisa menolak permintaan Robert Delwyn.
Davina menghela nafas. "Aku bisa meluangkan waktu beberapa menit untuk makan siang. Apakah dia sudah ada di lokasi atau kita harus menjemputnya?."
"Kita akan menemuinya di restoran." Jawab Kevin, mempersilakan Davina untuk berjalan lebih dulu, keluar dari ruang kerja.
Davina mendesah dalam hati ketika meninggalkan ruang kerjanya, dia berharap ini akan menjadi terakhir kali dirinya terlibat dengan Kevin.
***
Sementara itu, Aksa kebetulan mengunjungi perusahaan itu untuk mengajak Davina makan siang. Namun, sebelum pria itu sempat keluar dari mobilnya, dia melihat Davina meninggalkan perusahaan bersama dengan Kevin dan mereka sudah akan masuk kedalam mobil Kevin.
Mata Aksa menyipit saat melihat mobil Kevin melaju pergi. Kenapa Kevin begitu tertarik dengan Davina? Tidak mungkin hanya karena dia cantik dan bagian dari keluarga terpandang. Daisy juga berasal dari keluarga terpandang, jadi kenapa perhatian Kevin justru selalu tertuju pada Davina?
"Apakah aku sudah melewatkan sesuatu?." Tanya Aksa pada dirinya sendiri.
Pria itu kemudian merogoh ponselnya dan segera menelpon seseorang. "Aku ingin kau menyelidiki tentang Kevin dan apa saja yang telah dilakukannya sejak dia menjadi CEO?."
**
Tidak butuh waktu yang lama bagi Kevin dan Davina untuk tiba di restoran.
"Kakek." Panggil Kevin, begitu mereka memasuki ruang VIP dan mendapati jika Robert telah menunggu mereka.
Robert menoleh kearah wanita yang masuk setelah Kevin dan terlihat matanya terbelalak lebar. Rahangnya ternganga karena terkejut.
Wanita itu tampak persis seperti Elmira!.
'Tidak heran, anakku tampak gelisah tempo hari. Wanita ini mirip sekali dengan cucu menantuku!.' Batin Robert.
Pria tua itu sangat gembira dapat melihat Davina, terlepas dari siapa dia. Wajahnya mengingatkan Robert pada wanita muda yang secara tragis kehilangan nyawanya enam tahun yang lalu.
Davina melihat ekspresi pria tua itu dan tersenyum sopan. "Selamat sian, Tuan. Suatu kehormatan akhirnya bisa bertemu dengan Anda." Meskipun hal itu membuatnya sedih, tetapi Davina tidak punya pilihan lain selain berpura-pura menjadi orang asing bagi pria tua itu.
Robert mampu mengatasi keterkejutan awalnya dan senyum lebar tersungging di wajahnya.
"Selamat siang, Nona Ardonio, silakan duduk!." Kata Robert sembari menunjuk pada kursi yang terletak diseberang nya. "Saya ingin bertemu dengan rekan baru perusahaan dan juga ingin melihat seperti apa rupa putri keluarga Ardonio. Ternyata memang benar seperti yang diberitakan."
Kevin mengamati ekspresi Davina sekali lagi sebelum duduk di sebelahnya. Meskipun mereka tampak seperti pasangan yang sedang mengobrol dengan tetua, hati mereka berjauhan.
Mereka memesan makanan sembari mengobrol, Robert terus bertanya pada Davina.
"Jadi, kemana saja anda sebelum orang tua menemukan anda?." Tanya Robert.
Davina tersenyum. "Saya berada di luar negeri dan mempelajari tentang banyak desain. Mereka menyesal detektif yang bisa menemukan saya setelah sekian lama."
Robert menganggukkan kepalanya, kemudian dia menoleh kearah Kevin. "Nona Davina pasti sangat menderita sebelum orang tuanya menemukannya. Dia wanita yang sangat kuat."
"Aku berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup." Kata Davina dan kemudian Kevin meliriknya.
Davina bersikap tenang dan terus menjawab pertanyaan pribadi Robert dengan sopan. Meski pun wanita itu sedikit menjaga jarak, Kevin dapat melihat bahwa dia bersikap ramah terhadap kakeknya.
"Seorang penyintas adalah anda. Hidup memang penuh kejutan." Kata Robert. "Ini sungguh tidak terduga, saya suka dengan anda, Nona Ardonio, kunjungi saya jika ada punya waktu luang."
"Apakah anda ingin membahas tentang pekerjaan?." Tanya Davina, merasa penasaran kapan Robert akan membahasnya.
Robert terkekeh dan menyodorkan beberapa piring kearah Davina. "Saya yakin, Kevin bisa mengendalikan semuanya. Saya berharap kalian bisa bekerja dengan baik. Kami selalu ingin bekerja sama dengan perusahaan Ardonio."
Davina menganggukkan kepalanya dan melanjutkan aktivitas makannya.
Tiba-tiba, ponsel Kevin berdering.
Pria itu merogoh ponselnya dan mengernyitkan dahinya sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya.
"Kakek, sesuatu terjadi pada Daisy. Aku harus pergi—"
"Kevin, kita sedang memiliki tamu, tidak sopan kalau kamu langsung pergi di tengah jam makan siang." Kata Robert menegur.
Namun, Kevin menoleh kearah Davina. "Kamu kembali ke kantor dengan taksi." Kata pria itu sebelum akhirnya bergegas keluar dari ruang restoran VIP tersebut.