Kinara Wirasti seorang wanita berusia 55 tahun, bertemu dengan kekasihnya di masa lalu yang bernama Anggara Tirta pria seumuran dengannya. Ternyata Anggara adalah mertua dari anaknya. Bagaimana kisah cinta mereka? Akankah bersatu di usia senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Keras Kepala
"Apa kamu bilang? Kinara dibawa ke rumah sakit! Kenapa tidak memberitahuku dari tadi!" Anggara begitu marah, ketika mendengar kabar tentang kekasihnya.
"Tuan, tadi menyuruhku pergi." Pengawal itu menundukkan kepalanya, tubuhnya bergetar karena rasa takut.
Anggara tidak menghukum pengawalnya, karena merasa bersalah sudah tidak mau mendengarkan pengawal tadi ketika hendak memberikan kabar tentang Kinara. Ia segera bergegas menuju ke rumah sakit.
"Suster, dimana Kinara dirawat?" tanya Anggara, ketika sudah sampai di rumah sakit
"Pasien yang bernama Nyonya Kinara berada di ruang VIP, Tuan." Suster mengantarkan Anggara ke ruang dimana Kinara sedang dirawat.
Anggara melangkahkan kaki dengan cepat, wajahnya terlihat cemas. Banyak sekali keinginannya untuk membahagiakan Kinara yang belum terwujud. Ia merasa lalai dalam menjaganya.
Terlihat Niko dan Anggel duduk di depan sebuah ruangan rawat inap, mereka saling berpelukan menguatkan satu sama lain.
"Angel, bagaimana keadaan mamah mu?" tanya Anggara.
"Mamah masih dalam keadaan kritis, Pah. Siapa yang memberitahu Anda?" Angel balik bertanya.
"Ada tadi," jawab Anggara, terpaksa berbohong.
"Pah, kejadian ini hanya aku dan Niko yang tahu. Bagaimana bisa ada orang lain memberikan kabar? Sementara kita belum mengabarkan ke siapapun." Angel mulai bertambah curiga dengan kedekatan Anggara dan mamahnya.
Agar tidak terjadi pertengkaran, akhirnya Niko memilih mengatakan kalau dirinya yang sudah memberitahu Anggara. Ia sangat hafal dengan sikap istrinya, selalu mempermasalahkan hal kecil.
Dokter kembali memberitahukan kepada mereka, kalau Kinara membutuhkan donor darah secepatnya. Dalam waktu dua puluh empat jam, mereka harus mendapatkan.
"Coba cek darah saya, Dok." Anggara menawarkan dirinya. Ia teringat ketika masih muda dulu, duduk di bawah pohon yang rindang di sudut lapangan. Kinara saat itu tangannya terluka karena duri bunga mawar yang ia berikan, dan mengatakan kalau sampai darahnya habis akan meminta ganti. Saat itu juga, Kinara menyebutkan golongan darahnya ternyata sama dengan golongan darah Anggara.
"Ayo ikut saya, Tuan. Kita lakukan pemeriksaan sekarang juga." Dokter merasa sangat lega, akhirnya pasien yang ditanganinya akan mendapatkan pertolongan.
Namun, semuanya dipatahkan oleh Angel. Ia tidak setuju. Angel tidak ingin darah Anggara mengalir di tubuh mamahnya. Bahkan ia menyalahkan Anggara atas kejadian ini.
"Angel, mamah mu butuh pertolongan secepatnya! Ini taruhannya nyawa!" Anggara berkata tegas, rahangnya mengeras menatap tajam menantunya.
"Jangan berpikir uang Papah banyak, terus bisa seenaknya! Aku bisa mencari donor untuk mamah." Angel bersikeras.
"Sayang ....
"Cukup, Niko! Keputusanku sudah bulat," ucap Angel memotong ucapan suaminya.
"Baiklah! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Kinara, aku akan membuat perhitungan!" Mata Anggara memerah, menahan kekesalan dan amarah.
Angel mengambil ponselnya dari dalam tas, ia berusaha menghubungi teman-temannya dan rumah sakit lain untuk mendapatkan donor darah. Tetapi, usahanya sia-sia. Tidak ada yang mau membantunya, kebetulan rumah sakit lain juga kehabisan stok.
Dokter dan suster terus mendesaknya, karena waktu yang diberikan sudah hampir habis. Kondisi Kinara saat ini juga semakin buruk.
Tanpa menunggu persetujuan Angel, diam-dian Anggara melakukan tes darah. Ternyata hasilnya memang cocok.
"Ambil saja darah saya, Dok," pinta Anggara.
"Tidak bisa, Tuan. Pihak keluarga tidak mengizinkan." Dokter masih menunggu keputusan Angel.
Anggara meraih kerah kemeja Dokter, ia mengancamnya akan membunuh kalau sampai Kinara tidak diselamatkan.
Dokter merasa ketakutan, beliau tahu Anggara tidak akan main-main dengan ancamannya. Apalagi posisi Anggara sebagai orang yang berpengaruh di kota ini. Beliau kemudian mendatangi Angel, dan meminta persetujuan.
"Kenapa orang disini tidak ada yang membelaku! Dok, jangan paksa aku lagi. Lebih baik mamah tidak ada, daripada di tubuhnya mengalir darah orang yang sudah menyakitinya!" Air mata Angel mengalir di wajahnya.
Plak ... plak ...
Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Angel, hingga memerah. Niko tidak suka dengan ucapan istrinya, berbicara tanpa berpikir lebih dulu.
"Niko, kamu tega melakukan." Angel mengusap wajahnya yang terasa perih.
"Jaga ucapanmu!" seru Niko.
"Ini bukan saatnya untuk saling bertengkar! Nyawa mamah kalian harus terselamatkan." Dokter meninggalkan mereka bertiga.
Anggara meminta putranya untuk meminta maaf, bagaimanapun juga Kinara sangat menyayangi putrinya. Seandainya Kinara melihat kejadian ini, pasti akan membela Angel.
Sebagai anak yang berbakti, tentu saja Niko segera menuruti permintaan papahnya. Ia berlutut dihadapkan Angel, lalu mengucapkan kata maaf sambil meneteskan air mata.
"Lebih baik kalian pergi!" Angel mengusir Niko dan Anggara.
"Angel, apa Kinara pernah mendidik mu seperti ini?" tanya Anggara, tersenyum tipis.
"Tidak, Pah. Mamah sangat baik, walaupun aku hanya anak angkatnya," balas Angel.
"Apa kamu tidak ingin membalas kebaikannya? Dia berjuang mati-matian membesarkan mu, memberikan kasih sayang yang bahkan tidak pernah diberikan oleh orang tua kandungmu," kata Anggara.
Ucapan sang mertua begitu menusuk hatinya, ia memilih untuk berjalan meninggalkan Anggara. Dari balik kaca, ia melihat mamahnya terbaring lemah. Tangannya mengusap kaca itu, menghilangkan uap yang berasal dari hembusan napasnya.
Perlahan Niko mendekatinya, mengusap punggung Angel untuk menguatkan istrinya. Ia sangat perhatian terhadap Angel, walaupun begitu keras kepala.
"Bagaimana keputusanmu?" tanya Niko.
"Aku tidak tahu, Nik. Setelah mamah tahu siapa yang mendonorkan darahnya nanti, pasti akan dengan mudah menuruti keinginan orang itu." Angel khawatir mamahnya menikah dengan Anggara.
"Semua sudah takdir, Sayang. Tidak ada yang bisa dihindari. Dulu saat kita akan menikah, pasti mamah tidak akan pernah memberikan restu kalau tahu aku anak papah. Kenyataannya mamah orang yang sangat baik, bijaksana, tidak egois. Beliau lebih mementingkan kebahagiaanmu." Niko merasa frustasi, hampir saja menyerah menasehati istrinya.
Angel seketika terdiam, tidak begitu menanggapi ucapan suaminya. Keputusannya sudah bulat, melarang Kinara berhubungan dengan Anggara. Walaupun dianggap egois, ia tidak peduli.
"Sayang, izinkan papah membatu mamah. Aku mohon." Niko menggenggam tangan Angel.
"Berikan aku waktu berpikir, Nik." Angel menarik tangannya.
***
Sementara itu, Anggara kembali masuk ke ruangan Dokter yang menangani Kinara. Ia memaksa Dokter untuk melakukan transfusi darah untuk Kinara.
Anggara menggebrak meja Dokter itu, ia sudah kehilangan kendali. Hampir saja wajah Dokter menjadi sasaran amukannya, beruntung ada pengawalnya yang memenangkan Anggara.
Bruk ...
Semua barang yang ada di atas meja terjatuh ke lantai, seperti buku, tempat tisu, dan berkas-berkas pasien.
"Ampun, Tuan." Dokter sangat ketakutan.
"Dasar tidak berguna!" Anggara menendang sebuah kursi.
"Tuan, tolong hentikan! Kasian pasien lainnya. Kita bisa bawa Nyonya ke luar negeri sekarang juga." Pengawal Anggara memberikan ide di luar nalar.
Anggara menganggukkan kepalanya, kemudian melangkahkan kaki dari ruangan dokter yang sudah hancur berantakan karena ulahnya.
"Tunggu, Tuan!" teriak Dokter mengejar Anggara.
"Ada apa lagi?" tanya Anggara, menghentikan langkahnya.
Makin tua, makin jadi🤣
setuju kalian menikah saja
jamgan hiraukan angel
semoga segera dapat donor darah yg cocok dan bisa selamat
ayo semangat kejar kinara🥰
semoga kamu dapat restu anggara.. semangat