Istri yang dimanfaatkan olehnya telah tiada, meninggal dalam pelukannya. Wanita berwajah rusak yang tidak pernah lelah menunggunya.
"Bangun Foline..." gumamnya, tidak pernah mengijinkan pemakaman sang istri. Memeluk jenazah yang berada dalam peti mati dalam kamarnya.
Pemuda keji, yang menampik rasa kasih dari istrinya. Menghancurkan keluarganya, hanya demi ambisinya untuk memiliki segalanya.
"Sayang...jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu menangis, tidak akan membiarkan jarimu tergores..." gumamnya hendak mengakhiri hidupnya. Kala bahkan tidak ada lagi rasa kasih dari keluarganya.
*
Namun, ada yang aneh. Otto Celdric tidak meninggal. Matanya terbuka mengamati ruangan, dirinya kembali ke masa 12 tahun lalu.
Mencari keberadaan istrinya, melindungi keluarganya, itulah yang akan dilakukan psikopat itu kali ini.
Menginjak tubuh orang-orang yang akan menghancurkan keluarganya.
"Kalian tidak ingin bermain lagi denganku?"
"Aaggh!"
"Adios!"
Dor!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Regresi
Cipratan darah terlihat, rambut hitam dengan tatapan mata begitu dingin. Wajahnya tersenyum, melepaskan sarung tangannya. Membasuh wajahnya menggunakan air.
Suara petir terdengar di luar sana, menampakkan sedikit wajahnya yang tersenyum bagaikan boneka porselen.
Berjalan seorang diri menelusuri lorong luas di rumah yang bagaikan kastil. Begitu besar, begitu luas.
Hingga langkahnya terhenti di ruang makan. Makanan hangat telah terhidang di meja besar di hadapannya. Seorang wanita dengan wajah rusak akibat air keras duduk menunggunya. Wajah wanita itu tersenyum hari ini, entah mengapa.
Otto Celdric, atau biasa dipanggil Eric, mulai duduk. Memakan makanan buatan Foline (istri Eric).
Foline meraba bagian wajahnya yang rusak, begitu kontras dengan suaminya yang begitu indah. Menggenggam garpu, dirinya bertanya.
"Apa kamu yang membunuh Ryu?" Tanyanya pelan.
Tidak ada jawaban Eric hanya tersenyum."Ryu (keponakan Eric), akan menghancurkan perusahaan yang dibangun susah payah oleh kakakku, hanya demi seorang wanita serakah. Daripada dipimpin oleh orang tidak kompeten sepertinya. Bukankah lebih baik aku yang memimpin."
"Cheisia (ibu Ryu) ditemukan meninggal hari ini. Dia mengakhiri hidupnya, menyusul putranya." Foline tertunduk, berusaha untuk makan walaupun sulit. Hanya Eric yang mengulurkan tangan untuknya. Menikahinya, walaupun hanya menjadi istri diatas kertas.
Menunggu orang yang tidak memiliki hati ini untuk mencintainya?
Foline menyembunyikan banyak luka di sekujur tubuhnya. Luka yang didapatkannya dari orang lain, mengalami pembullyan dari berbagai pihak sebagai istri yang tidak dicintai. Bukan suaminya, tapi karena suami yang tidak mencintainya semua orang menunjuk penuh hina pada dirinya.
"Baguslah! Kakakku dapat mencari istri lain. Wanita hanya sebuah mainan, boneka porselen yang membutuhkan perawatan terlalu mahal." Gumam Eric tersenyum menggoyang-goyangkan gelas winenya.
Foline tersenyum, namun air matanya mengalir. Tidak terlihat cantik, tapi lebih cenderung terlihat mengerikan, begitulah wajahnya."Apa kamu mencintaiku? Aku juga seorang wanita bukan? Atau aku hanya boneka porselen yang dapat digantikan?" tanyanya.
Eric sedikit berfikir, menghentikan aktivitas makanannya sejenak."Kamu bukan boneka porselen mahal. Hanya pecahan tembikar murah. Karena itu, aku menjadikanmu sebagai istriku, dibandingkan dengan boneka porselen yang mewah. Karena pecahan tembikar tidak memerlukan perawatan mahal tidak juga dapat mengeluh. Kamu hanya tembikar yang sudah rusak dari awal." Sebuah jawaban tanpa dosa, penuh dengan senyuman. Kembali melanjutkan aktivitas makanannya.
Sedangkan Foline terdiam sejenak. Kembali menatap ke arah Eric."Kakakmu menghubungiku, meminta agar aku menjagamu. Dia ingin menyusul istrinya (mati)."
"Wanita sial!" Bentak Eric tiba-tiba murka, bangkit dari tempatnya duduk saat ini. Menarik table clothes (taplak meja) hingga semua makanan buatan Foline terjatuh dari ke lantai."Kenapa baru mengatakannya!? Jika kakakku mati kamu akan membayar semuanya!"
Melangkah pergi, setelah sempat mengancam dan menarik rambut Foline.
Tidak ada lagi air mata yang tersisa. Lima tahun pernikahan, apa arti dirinya bagi Eric? Tidak pernah ada kekerasan. Namun, Eric selalu tersenyum setiap melihat dirinya dibully. Bahkan dipermalukan dalam sebuah pesta perjamuan, tanpa sedikitpun pembelaan atau simpati.
Para pelayan di rumah ini menatap sinis pada dirinya. Suara kasak-kusuk terdengar.
"Wajahnya hancur, mana pantas dengan tuan."
"Tinggal menunggu diceraikan saja."
"Bodynya bagus, jujur aku pernah mencicipi tubuhnya."
"Benar! Tubuhnya begitu nikmat."
Kasak kusuk yang terdengar. Benar! Dirinya bahkan dilecehkan oleh beberapa pelayan dan tukang kebun yang bekerja sama mengikat tubuhnya dalam rumah ini. Suaminya? Tidak pernah mendengarkan keluhan atau ceritanya sama sekali. Benar! Dirinya hanya pecahan tembikar, seperti apa yang diucapkan Eric.
Bahkan lima tahun pernikahan, Eric sama sekali tidak pernah menyentuhnya.
Monster buruk rupa? Karena hanya itulah dirinya disebut. Dilecehkan, mengalami pembullyan, itu juga tidak apa-apa.
Wanita yang kembali memasuki kamarnya. Kembali menuliskan segalanya ke dalam buku diary. Hari ini dirinya menyajikan banyak makanan, sebagai masakan terakhir untuk suaminya.
Mendambakan sebuah pernikahan yang indah? Tidak! Hidupnya lebih buruk dari neraka. Bahkan pintu kamarnya memiliki beberapa kunci, tidak ingin kejadian pelayan dan tukang kebun yang melecehkannya secara bergilir, kala suaminya tidak di rumah, terulang lagi.
Pembullyan yang dilakukan para wanita terhormat kalangan atas, kerap dialami olehnya. Foline tidak tahan lagi, mengadu pada orang tuanya? Orang tua yang bahkan tidak peduli pada putri mereka.
Menghela napas, kala kembali menyimpan buku hariannya. Suara petir terdengar, wanita yang memecahkan foto pernikahannya. Meraih pecahan kaca, menggores nadinya sendiri.
Merasakan perlahan nyawanya akan menghilang menemukan ajal. Merasakan tubuhnya semakin dingin kala darah terus mengalir.
Tidak ada yang tersisa, bahkan rasa duka. Karena tidak ada yang pernah mencintai seorang Foline.
*
Terlambat? Segalanya benar-benar terlambat. Kakaknya (Neil) meninggal akibat menembak pelipisnya sendiri. Mengurus pemakaman sang kakak, hal yang dilakukan Eric. Secara otomatis juga, semua harta benda kakaknya diwariskan pada dirinya.
Memakai payung hitam menatap makam kakak yang memiliki selisih usia 22 tahun dengan usianya. Tidak mengerti sama sekali."Kakak kamu begitu hebat, satu-satunya orang yang membuatku kagum. Kenapa harus mati demi menyusul seorang wanita?" tanyanya tanpa air mata sama sekali, meninggalkan makam kakak laki-lakinya.
Mobil melaju, kala itu hujan masih turun. Mungkin semalaman penuh dirinya tidak pulang sama sekali. Ini sudah jam makan siang, masih memakai pakaian hitam pertanda turut berbelasungkawa.
Menatap ke arah meja makan. Menu yang tidak biasa hari ini, ini bukan makanan buatan Foline. Istrinya juga sama sekali tidak ada di meja makan untuk pertama kalinya setelah lima tahun pernikahan mereka.
"Dimana wanita itu?" Tanyanya pada salah seorang pelayan.
"Nyonya tidak keluar dari kamar sejak semalam." Jawab salah seorang pelayan, menuangkan air putih.
Eric kembali menikmati makan siangnya. Rasa yang berbeda, masakan yang benar-benar enak dari koki. Namun, dirinya merasa ada yang kurang.
Mungkin lebih baik, menarik wanita itu dari kamar, memaksanya memasak dan menemaninya makan.
Pemuda yang bangkit, melangkah menuju lantai 2, menggedor-gedor pintu kamar istrinya."Foline! Keluar!" Teriaknya, tanpa menemukan jawaban. Tidak biasanya wanita sial, itu seperti ini.
"Kunci!" Bentak Eric pada pelayan di sampingnya.
Sang pelayan segera mengambil kunci cadangan kamar. Membuka pintu, tapi juga tidak bisa, bagaikan terdapat kunci gembok di dalam sana.
Ada yang aneh, aroma anyir darah dari ruangan yang tertutup rapat. Eric mendobrak pintu pada akhirnya.
Hingga bagaikan jantungnya berhenti berdetak sepersekian detik. Tidak! Ini lebih buruk dari itu, rumah tempatnya untuk beristirahat sejenak, telah runtuh.
Tubuh wanita yang mendingin berbaring di ranjang. Ceceran darah sedikit mengering menggenang di lantai. Asal darah? Pergelangan tangan wanita yang telah meregang nyawa. Tidur dalam kedamaian, wajahnya yang buruk rupa terlihat begitu tenang.
"Foline br*ngsek!" Umpatnya mengguncang-guncang tubuh itu. Sudah mengetahui tidak ada nyawa sama sekali di dalamnya. Namun masih saja mengangkat tubuhnya. Membawanya ke rumah sakit? Manusia hanya tumpukan daging baginya.
Namun, mengapa dirinya seperti ini hanya dengan kematian Foline.
Gemetar? Itulah kondisi pria itu berharap dokter mengatakan ada detak jantung yang tersisa. Tapi sang dokter hanya menggeleng. Korban terlambat ditemukan, bahkan sangat terlambat.
*
Pemakaman? Untuk apa menggelegar pemakaman untuk orang yang masih hidup? Itulah yang ada di otak Eric, seseorang yang tidak dapat menerima kenyataan.
Menutup mulut sang dokter menggunakan uang, agar dapat kembali membawa mayat istrinya tanpa masalah.
Gila! Kita anggap saja begitu, tubuh Foline dimandikan olehnya. Bukankah Foline selalu tidak percaya diri dengan penampilannya?
Namun, ada yang aneh bekas sulutan rokok, memar, berbagai luka yang sebelumnya tidak diperhatikan terlihat di tubuh istrinya. Eric sama sekali tidak pernah melukai Foline, tapi mengapa tubuhnya seperti ini? Dipenuhi bekas luka?
Memakaikan gaun berwarna putih, kemudian merias wajahnya yang rusak. Peti mati yang begitu luas, membaringkan Foline di dalamnya. Peti mati yang kini berada dalam kamarnya. Memakaikan parfum, walaupun tubuh itu akan tetap membusuk.
"Bangunlah... kenapa kamu begini?" Tanyanya tidak memahami segalanya. Mayat tidak dapat bicara bukan? Andai saja dirinya tidak pernah menyela kata-kata dan keluhan Foline.
Apa ini? Air mata...?
Eric meneteskan air matanya, sembari tersenyum. Bertanya pada Foline."Mengapa dapat sesakit ini? Kamu tidak mati kan? Hanya tidur!? Bangun br*ngsek! Katakan kenapa kamu begini!?"
Hujan masih mengguyur di luar sana, bagaikan sebuah duka yang tidak pernah ada habisnya. Satu jam...dua jam... semuanya dalam keheningan. Kala pemuda itu menemukan buku harian mendiang istrinya.
Mencintai dirinya? Itu hal konyol yang dibaca oleh Eric. Jika mencintainya mengapa memutuskan untuk mati.
Halaman demi lembar halaman, pupil mata pemuda itu bergetar."Gila..." Gumamnya membaca pembullyan bahkan pelecehan yang dialami istrinya.
Pemuda yang mengambil senapan, melangkah dengan cepat. Menuruni tangga, segala emosi dan kebencian tergambar di benaknya.
Namun, mobil polisi mengepung kediaman miliknya. Tidak ada pelayan atau siapapun di rumah ini.
Para polisi yang menodongkan senjata ke arahnya yang masih berdiri di tangga lantai dua.
"Otto Celdric! Kamu berhak untuk diam, kami memiliki surat perintah penangkapan untukmu. Atas pembunuhan yang kamu lakukan pada 7 orang korban." Ucap salah seorang dari beberapa petugas dari lantai satu.
Eric tersenyum, bahkan tertawa."Boleh aku membunuh beberapa orang lagi?" Tanyanya tanpa ekspresi.
Namun para petugas menarik pelatuk mereka. Bersiap untuk menembak.
Eric terdiam sejenak. Bahkan untuk membalas dendam atas kematian Foline dirinya tidak mampu.
"Sayang...jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu menangis, tidak akan membiarkan jarimu tergores..." Gumamnya ingin mengakhiri hidupnya di tangan petugas kepolisian.
Dor!
Menembak ke arah guci, hingga kepanikan terjadi. Petugas polisi memberikan tembakkan peringatan, dilanjutkan dengan beberapa tembakan yang mengenai tubuh Eric.
"Kakak, Foline, jika bisa aku ingin bertemu lagi dengan kalian..." Eric tersenyum tubuhnya roboh mengeluarkan darah dari mulutnya. Segalanya terasa gelap hingga.
***
Napasnya terasa tidak teratur, matanya menelisik. Bukankah dirinya sudah mati? Sebuah cermin besar berada di tempat tersebut. Menampakkan dirinya kala masih muda.
"Paman! Bangun! Bagaimana kamu bisa tidur begitu lama!" Ryu Dean masuk ke kamarnya tanpa permisi.
"Ryu?" Gumamnya mengernyitkan keningnya, bukankah dirinya sudah membunuh keponakannya? Pria yang memiliki usia dua tahun lebih tua darinya.
"Apa!?" Tanya Ryu.
"Kamu masih hidup!? Lalu dimana Foline!?" Ucapnya bangkit dari tempat tidur. Berlari keluar bahkan tanpa mengenakan alas kaki.
"Fo... Foline!? Foline siapa? Paman punya pacar!?" Tanya Ryu mengejar pamannya, seorang paman yang berlari ke arah jalan raya tanpa alas kaki.
"Paman berhenti!" Teriak Ryu, membawa alas kaki berbentuk Teddy bear.
Namun, langkah Eric terhenti, menyadari ini bukan di negaranya. Tepatnya California, Amerika Serikat.
"Ryu, ini tanggal berapa?" Tanya Eric.
"12 April 2012."
Eric terdiam sejenak, dirinya kembali ke masa lalu. Tepatnya 12 tahun sebelum kematiannya.
Belakangan ini saya sering baca terputus putus..
Dalam artian... kadang dalam satu part butuh bererapa waktu..
Apakah pengaruh pada rwtensinya author?
kalau iya...
saya akan baca setelah benar2 ada waktu..
🙏🙏🙏🙏
semangat kak, ditunggu terus kelanjutannya 😍😍😍😍
semangat semangat semangat
jadi ga sabar menunggu up selanjutnya.
semangat kak
tinggal iblis yang bertindak