"Bila aku diberi kesempatan kehidupan kembali, aku berjanji tidak akan mencintaimu, Damian. Akan ku kubur dalam-dalam perasaan menyakitkan ini. "
Pernikahannya sudah menginjak usia tiga tahun. Namun, cinta Damian tak bisa Helena dapatkan, tatapan dingin dan ucapan kasar selalu di dapatkannya. Helena berharap kehidupan pernikahannya akan terjalin dengan baik dengan adanya anak yang tengah di kandunginya.
Namun nasib buruk kembali menimpanya, saat tengah dalam perjalanan menuju kantor Damian untuk mengatakan kabar baik atas kehamilannya, kecelakaan masal tak terduga tiba-tiba menimpanya.
Mobil dikendarainya terpental jauh, darah berjejeran memenuhi tubuhnya. Badannya sakit remuk redam tak main, lebih lagi perutnya yang sakit tak tertolong.
Lebih dari itu, rasa sakit dihatinya lebih mendalam mendengar ucapan dan umpatan kasar Damian padanya saat Helena menelpon untuk meminta pertolongan pada Damian-suaminya.
"Mati saja kau, sialan! Dengan begitu hidupku akan terbebas dari benalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tujuh belas
Sebelum pulang ke rumahnya. Bi Ayu menyempatkan untuk memasak makan malam untuk kedua majikannya terlebih dahulu, setelah semua pekerjaannya sudah benar-benar selesai, barulah Bi Ayu pamit pulang saat jam sudah menunjukkan pukul lima sore dengan di antarkan Pak Tarno.
Kini waktunya sudah menunjukkan pukul setelah tujuh malam, saat ini, Aruna tengah asik menonton drama K*rea di televisi ruang santai. Tawanya menggelegar saat terdapat scene lucu dari drama tersebut, sedang asik dengan dunianya, Aruna tidak sadar bahwa Damian baru saja tiba ke rumah, tengah menatapnya intens dengan kedua tangannya yang membawa sebuket bunga mawar seratus tangkai dan paper bag kecil berwarna putih.
"Ekhem." Damian berdehem keras, membuat Helena sontak menolehkan kepalanya ke asal suara.
Wajahnya yang tadinya penuh akan tawaan langsung mendatar seketika, mencueki keberadaan Damian didekatnya, Helena masih marah pada laki-laki itu.
Damian tidak putus asa begitu saja, dia menghampiri Helena dan duduk di samping wanita itu, dan Helena dengan gerakan cepat bergerak jauh dari sisi sofa, tidak ingin berdekatan dengan Damian.
"Helena.... " panggil Damian dengan suara pelan dan lembut, namun panggilan itu tidak dihiraukan Helena. Posisinya tetap sama, menghadap lurus ke depan pada layar televisi.
"Aku minta maaf, Helena. Atas ucapan aku semalam sama kamu, aku benar-benar merasa bersalah sekali. " lanjut Damian, dan lagi-lagi tidak dapat balasan dari Helena.
Damian menghembuskan nafas panjang, dia akhirnya menyerahkan sebuket bunga mawar di pangkuan wanita itu. Helena menundukkan kepalanya, menatap tanpa kedip buket bunga mawar di pangkuannya dengan mata berbinar.
"Cantiknya." gumamnya pelan.
"Helena, maafkan aku. " Damian menyentuh tangan Helena yang berada diatas batang tangkai bunga mawar. Dengan satu tangannya, sibuk mengeluarkan box cincin dari dalam paper bag dan menyerahkan di depan wajah Helena. "Ini untukmu. "
Helena mengerjapkan matanya berulang kali, menatap takjub cincin berlian permata berwarna biru laut, dengan hiasan di pinggiran permata yang berbentuk seperti matahari. Indah sekali, Helena tanpa sadar mengambil cincin yang masih terpajang di dalam box dan memasangkannya di jari manisnya. Pas, ukurannya sangat pas di jarinya, seakan cincin cantik dan indah itu memang di takdirkan untuknya.
"Ini beneran untukku? " tanyanya memastikan, tanpa memutuskan tatapannya pada cincin yang sudah melingkar indah di jarinya.
"Umm, " gumam Damian sambil mengangguk. "Kamu menerima cincin pemberian ku, kan? Itu berarti tandanya, kamu mau memaafkan aku. " ujarnya, sedikit ada pemaksaan. Damian dan sifat pemaksanya memang tidak bisa jauh.
Helena menegakkan badannya, membuang sebentar wajahnya kesamping. "Ya." jawabnya singkat dengan nada yang tidak ikhlas.
Damian mengembangkan senyumnya, hendak memeluk Helena namun wanita itu dengan segera menjauh. "Tapi kalau kamu masih bersikap seperti semalam kepadaku, aku tidak akan pernah menerima permohonan maaf dari kamu lagi. " ujar ketus, penuh penekanan.
Damian mengangguk patuh, sebagai jawabannya. Menatap sebentar pada wajah berbinar Helena, yang tatapannya tidak lepas sedikitpun dari cincin pemberiannya. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa sambil melepaskan lilitan dasi dilehernya.
"Kamu sudah makan malam? " Helena menurunkan sedikit egonya untuk bertanya pada Damian, bisa dia lihat wajah dengan pahatan sempurna itu terlihat begitu lelah.
"Belum."
"Segera membersihkan diri terlebih dahulu, aku akan ke dapur untuk menyiapkan makanan yang dimasak Bi Ayu tadi sore untuk makan malam kita berdua. " Helena bangkit dari duduknya, hendak pergi menuju dapur, namun satu tangannya di tahan Damian.
"Kamu belum makan malam juga? Apa kamu menunggu ku? " tanya Damian dengan nada menggodanya pada Helena, menaik turunkan alisnya.
Helena berdecak, menatap penuh jengkel pada wajah songong Damian. "Kurangi percaya diri kamu, aku belum makan malam karena belum merasakan lapar saja tadi. "
Helena buru-buru pergi dari hadapan Damian menuju dapur, kalau dia masih berlama di situ. Damian masih akan terus menganggunya dengan sifat narsistik nya yang sungguh menyebalkan di mata Helena.
••••••••
Besoknya, pukul delapan pagi. Helena sudah siap dengan pakaian santainya- baju kaos oblong dan celana training. Tengah berada di belakang rumah, tepatnya di kebun sayur yang di tanam Bi Ayu.
Saat menatap cukup lama buket bunga mawar yang diberikan Damian di kamar, semalam, otak Helena tiba-tiba terlintas sebuah ide ingin menanam berbagai macam bunga, dan syukurnya halaman belakang yang sudah dipenuhi pohon sayur itu, masih memiliki lahan yang kosong.
Helena mengutarakan keinginannya pada Damian, dan pagi ini. Datanglah Niko dengan membawa berbagai macam bibit bunga dan pupuk, tidak lupa juga dengan berbagai macam alat-alat menanam bunga lainnya.
Senyuman di pagi ini tidak pernah sirna diwajahnya, dia dengan semangat meminta Bi Ayu untuk membantu sekaligus mengajarkannya cara bagaimana menanam bunga dengan baik dan benar, beserta cara merawatnya hingga tumbuh menjadi bunga yang indah dan subur.
"Setelahnya, ibu harus menyiram bibit bibit bunga ini dua kali sehari, jangan lupa memberikan pupuk agar tanaman bunga nanti bisa tumbuh subur dan hasilnya bisa lebih bagus dan indah. " ujar Bi Ayu memberitahukan pada Helena saat keduanya telah menyelesaikan menanam bibit bunga pada tanah lahan kosong dibelakang rumah.
Keduanya tengah membersihkan tangan dari kotor tanah, ada sebuah keran air di belakang halaman yang digunakan Bi Ayu untuk menyiram tanaman sayurnya.
"Setelah ini ibu mau ngapain?"
"Beristirahat sebentar di ruang santai, lalu jam sepuluh nanti saya mau buatkan makanan siang untuk Damian, dia meminta untuk mengantarkan bekalnya ke kantor."
"Ibu sudah baikkan dengan, mas Damian? " tanya Bi Ayu penasaran. Seingatnya Helena masih menjaga jarak dengan Damian, walau tadi di meja makan, Bi Ayu melihat Helena mau turun dan sarapan pagi bersama dengan Damian, setelahnya Bi Ayu tidak tau karena kesibukannya di belakang.
"Ya, Damian memberikan saya ini semalam, cantik tidak? " Helena menunjukkan cincin berlian pemberian Damian semalam pada Bi Ayu.
Wanita baya itu membulatkan mulutnya, menatap takjub pada cincin yang diperlihatkan Helena padanya. "Ini, mas Damian. Yang kasih? Cantik sekali cincinnya, sangat indah di jari, ibu. "
"Bener kah? " tanyanya memastikan, dengan senyum yang sudah merekah di bibirnya. Cincin ini sepertinya memang ditakdirkan untuknya.
"Itu bukan berarti, mas Damian. Juga memiliki rasa kepada, ibu? " ujar Bi Ayu tiba-tiba, "Mas Damian, memberikan cincin ini pada ibu karena memiliki perasaan juga kepada, ibu. "
Helena terdiam sejenak, "Bibi salah mengira, Damian memberikan cincin ini sebagai bentuk permohonan maaf nya. " ujar Helena menyangkal tebakan Bi Ayu.
"Ibu ingat dulu, apa mas Damian juga memberikan semacam hadiah sebagai bentuk permohonan maaf setelah melukai perasaan ibu dengan kata-kata pedas? " tanya Bi Ayu.
Helena ingat dan sangat tau itu, dulu. Damian mana pernah memberikannya hadiah seperti ini setelah membuatnya sakit hati, laki-laki itu malah terlihat cuek dan tidak peduli bagaimana kondisi hati Helena setelah mendengar kata-kata nyelekit dari Damian yang menembus uluh hatinya terdalam.
Namun, sekarang?
"Bibi yakin sekali kalau, mas Damian. Sekarang memiliki perasaan yang sama dengan, ibu. Ibu harus percaya sama bibi. "
semangat 💪💪💪