Menikah Dengan Hot Duda

Keyra melangkah keluar dari ruangan Frans dengan tangan yang mengepal erat. Surat pengunduran diri yang baru saja ia ajukan kini berada di genggamannya, dalam keadaan tidak berbentuk. Dadanya terasa sesak, napasnya berat, dan pikirannya dipenuhi rasa marah yang tak terbendung.

"Alasan yang tidak masuk akal," gumamnya pelan, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Mantan kekasih yang kini menjadi atasannya, menolak surat itu dengan senyuman yang membuat darahnya mendidih. "Perusahaan membutuhkanmu," kalimat yang terdengar penuh nada manipulatif yang dulu pernah memikat, tapi kini hanya terasa menyesakkan.

Keyra meremas surat itu, bukan hanya alasan penolakan yang membuatnya kesal, tapi juga keberanian pria itu bertindak seolah-olah mereka adalah rekan kerja biasa, seolah-olah ia tidak pernah menghancurkan hatinya dengan pengkhianatan keji.

Keyra duduk di kursinya, meraih napas panjang untuk menenangkan diri. Tapi semakin ia mencoba, semakin emosi itu menguasainya. "Aku sudah menduga semua ini akan terjadi. Bajingan itu, tidak akan melepaskan ku begitu saja. Bahkan sekarang, dia memberiku banyak pekerjaan. Damn it!" umpat Keyra.

Keyra mengambil nafas dalam, menghapus jejak emosi di wajahnya, dan meraih salah satu dokumen yang ada di depannya. Surat ini boleh ditolak sekarang, tapi ia tidak akan menyerah. Satu hal yang pasti, ia tidak akan membiarkan dirinya terjebak di bawah bayang-bayang pria itu lagi.

"Key, kau baik-baik saja?" tanya Olivia hati-hati. Melihat aura suram di wajah Keyra, membuatnya takut untuk mendekat. Tapi setelah beberapa saat, Olivia memberanikan diri untuk bertanya.

"Aku baik-baik saja," ucap Keyra pelan.

Olivia terdiam, menatap kertas tak berbentuk yang ada di meja Keyra, dengan hati-hati, ia bertanya. "Itu apa?"

"Surat pengunduran diri ku di tolak. Hah, rasanya aku ingin memukul wajahnya, menghancurkan masa depannya dan melemparnya ke kolam hiu," geram Keyra.

Olivia menelan ludahnya kasar dan tersenyum kikuk. "Se-sepertinya, kau membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. A-aku tidak akan mengganggu." Olivia menggeser kursinya, kembali ke mejanya. Dia menunduk, memainkan ponselnya sebelum kembali mengerjakan pekerjaannya.

...****************...

Waktu terus berlalu, tidak terasa hari sudah malam. Cuaca malam itu kurang bagus karena hujan turun dengan deras, mengguyur jalanan kota yang mulai lengang.

Alexio memarkir mobilnya di depan gedung tempat Keyra bekerja. Wiper kaca mobil bergerak cepat, tapi pandangannya tetap tajam, menatap pintu utama kantor yang masih terang.

Lagi, Keyra tidak pulang tepat waktu dengan alasan lembur. Bahkan, wanita itu tidak memberinya alasan, kenapa masih berada di perusahaan tersebut. Bukankah tadi pagi, dia begitu semangat ingin mengundurkan diri?

Dengan rasa tidak sabar, Alexio turun dari mobil, langkahnya mantap meskipun rintik hujan mulai membasahi jasnya. Pintu lobi terbuka dengan bunyi derit pelan saat ia masuk, pandangannya langsung mencari sosok istrinya.

Di sudut ruangan, Keyra masih sibuk menatap layar komputer, terlihat lelah namun tetap berusaha menyelesaikan pekerjaannya.

"Keyra!" panggil Alexio dengan nada tegas, suaranya bergema di ruangan yang mulai sepi.

Keyra mendongak, terkejut melihat suaminya berdiri di sana, dengan wajah serius tanpa senyuman. “A-apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya pelan, suaranya bercampur antara rasa bingung dan gugup.

Alexio melangkah mendekat, mengabaikan tatapan Olivia yang masih ada di sana. “Harusnya aku yang bertanya, kenapa kau masih di sini?"

"Aku sedang lembur. Lihat, pekerjaan ku masih banyak," gerutu Keyra.

Alexio mengabaikan berkas-berkas di meja Keyra dan berkata dengan nada dingin. "Aku rasa, kau tahu maksudku."

Keyra terdiam, menatap Alexio yang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Kemudian, ia menunduk, melihat ke dalam keranjang sampah yang ada di sebelah mejanya. "Dia tidak hanya menolak, tapi juga merobek surat pengunduran diri ku," lirih Keyra.

Tangan Alexio reflek mengepal erat. Pria itu menarik Keyra, membawanya pergi dari sana, tanpa persetujuan wanita itu.

"Eh, apa yang kau lakukan?" pekik Keyra.

Alexio tidak merespon. Dia terus menarik Keyra, keluar dari perusahaan itu sampai ke mobil. Bahkan ia mengabaikan rintik hujan yang membasahi keduanya. Pria itu diam dengan mata terpejam, menyandarkan punggungnya di kursi tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Lex, dingin!' lirih Keyra.

Alexio menatap Keyra dengan mulut yang masih rapat. Dia hanya menarik nafas dan menyalakan mesin mobil, melaju, meninggalkan tempat itu. Selama di perjalanan, tidak ada satupun yang bersuara. Keyra diam, memeluk tubuhnya yang kedinginan, di tambah aura suram dari Alexio, membuat tubuhnya semakin gemetar.

"Lex!!" panggil Keyra.

"Diamlah!!" ucap Alexio, yang berusaha menahan diri untuk tidak meluapkan kemarahannya.

Sesampainya di apartemen, Ia menyuruh Keyra untuk membersihkan diri, sementara ia pergi ke ruang kerjanya. Dia melepas jasnya yang basah dan melemparnya begitu saja. tangannya merogoh saku celana, mengambil ponsel yang ia gunakan untuk menghubungi seseorang.

"Aku mempunyai tugas untuk mu."