Sekretaris Meresahkan
Sekretaris Meresahkan
Deskripsi
POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Buruk
Freya melangkah menyusuri lobi rumah sakit. Dia kemudian berhenti di depan sebuah papan besar yang menunjukkan skema atau denah rumah sakit. Gedung rumah sakit ini memiliki 12 lantai. Ruang perawatan dimulai dari lantai empat sampai dua belas. Gadis itu kemudian berjalan menuju lift. Dia hendak mendatangi lantai di mana ruang rawat inap berada. Mencari tempat yang pas untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Lift yang ditumpangi Freya berhenti di lantai empat. Suasana di lantai empat sudah cukup hening karena waktu memang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Rupanya di lantai ini adalah ruang rawat inap untuk anak-anak. Freya kembali ke lift menuju lantai berikutnya. Tidak mungkin dia tidur di lantai empat.
Sesampainya di lantai lima, Freya kembali melihat-lihat. Kursi di ruang tunggu sudah ditempati beberapa orang yang menunggui pasien. Ada yang mengobrol, ada yang menonton televisi, ada juga yang asik bermain ponsel. Freya juga merasa kalau dirinya tidak mungkin tidur di sini. Suasana agak berisik, dirinya tidak akan bisa tidur nyenyak.
Alih-alih ke lantai atas, kali ini Freya memilih ke lantai bawah. Dia mencoba melihat mushola yang ada di basement. Rasanya lebih nyaman tidur di mushola. Tidak masalah kalau tidur beralas karpet sajadah. Sesampainya di mushola, lagi-lagi Freya menelan kekecewaan. Di sini didominasi kaum Adam saja. Freya terdiam sebentar sebelum melangkahkan kakinya kembali ke lift.
Kali ini Freya memilih kembali ke lobi. Tadi dia melihat ada beberapa sofa di lobi rumah sakit. Lebih baik tidur di sana. Sofa adalah pilihan yang tepat untuk tidur. Lagi pula dia tidak bertubuh tinggi, jadi tubuhnya bisa tertampung di sofa. Rupanya ada untungnya juga memiliki tubuh pendek. Suasana di lobi sudah gelap, pintu masuk pun sudah tertutup walau tidak dikunci.
Freya mendekati salah satu sofa yang ada di aquarium besar di dekatnya. Gadis itu mendaratkan bokongnya di sofa empuk tersebut. Gadis itu memantapkan hati tidur di sofa malam ini. Dia mengeluarkan pasmina dari dalam traveling bag nya. Dia menaruh traveling bagnya di ujung sofa, lalu merebahkan tubuhnya. Tangannya merentangkan pasmina kemudian menutupi tubuhnya dengan kain tipis itu. Lumayan bisa sedikit mengurangi hawa dingin yang nanti menerpa.
Beberapa kali Freya menguap, tanda kalau tubuhnya sudah lelah dan mengantuk. Freya menggerakkan tubuhnya, mencari posisi yang nyaman. Tak lama kemudian gadis itu sudah mulai terlepas. Lelah berjalan hampir seharian membuat kantuk menyapa dengan cepat.
***
Freya menolehkan kepalnya ke kanan, menunggu angkot yang akan dinaikinya. Tiba-tiba saja tiga orang pria bertubuh kekar menghampirinya. Di belakang tiga pria itu nampak Mang Banu, Pamannya. Mata Freya membulat, tak percaya kalau sang Paman bisa menemukannya.
"Freya.. ayo pulang sama Mamang. Kamu jangan kabur lagi. Pak Santo sudah menunggumu di pelaminan."
"Ngga.. aku ngga mau. Tolong jangan nikahkan Frey dengan dia, Mang. Frey janji akan kerja keras dan semua gaji Frey nantinya buat Mamang dan Bibi. Tapi tolong jangan nikahkan Frey dengan dia," mohon Freya dengan mata berkaca-kaca.
Apa yang dikatakan Freya hanya dianggap angin lalu oleh Banu. Dia memerintahkan tiga pria bertubuh kekar itu untuk membawa Freya pergi. Mereka menyeret gadis mungil itu lalu memasukkan ke dalam mobil. Di dalam mobil, Freya terus berusaha berontak, namun usahanya sia-sia belaka. Kendaraan roda empat itu melaju kencang membelah jalan raya.
Sesampainya di kediaman Banu,nampak tenda biru sudah terpasang. Tamu undangan juga sudah berdatangan. Ririn, istri Banu keluar dari rumah dengan langkah tergopoh. Wanita itu segera mengajak Freya masuk. Dia akan mendandani Freya untuk akad nikah yang akan dimulai sebentar lagi.
Airmata Freya jatuh bercucuran melihat tampilan dirinya di cermin. Kebaya berwarna putih tulang sudah melekat di tubuhnya. Rambutnya disanggul sederhana dan wajahnya sudah di-make up walau tidak terlalu tebal. Ririn menghapus airmata yang terus membasahi wajah keponakannya.
"Udah atuh jangan nangis terus. Kamu harusnya bersyukur juragan Santo mau menikahimu. Hidupmu bakalan enak, ngga usah kerja, mau apa saja tinggal minta."
"Aku ngga mau nikah sama dia, Bi. Ngga mau."
"Sudah.. sudah.. tuh calon suami kamu sudah datang."
Dari luar kamar terdengar suara Banu menyambut kedatangan Santo bersama keluarganya. Selain Santo, penghulu yang akan menikahkannya juga sudah datang. Semuanya segera duduk di meja akad. Banu selaku Paman Freya segera memulai ijab kabul.
"Saya terima nikah dan kawinnya Freya Aurelia binti Cipta Lesmana dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
Suara Santo yang bergetar karena faktor usia terdengar mengucapkan kalimat kabul dengan lancar. Kedua saksi langsung mensahkan pernikahan yang baru saja dilangsungkan.
"Alhamdulillah, sah. Selamat Frey, sekarang kamu sudah resmi menjadi istri juragan Santo."
"Ngga.. ngga mungkin. Aku ngga mau jadi istrinya. TIDAAAAKKK!!!"
"Dek.. dek.. bangun."
Freya terjaga dari tidurnya ketika merasakan tepukan di lengannya. Wajah security berkumis tebal langsung menyapa indra penglihatannya begitu gadis itu membuka mata. Dengan cepat Freya menegakkan tubuhnya. Dia mengusap peluh yang membasahi dahinya.
"Kenapa dek? Tadi saya dengar teriak-teriak."
"Habis mimpi buruk, Pak. Saya baru aja dinikahi jin peyot."
"Hahaha.. ada-ada aja. Makanya kalau mau tidur baca doa dulu."
"Iya, Pak. Makasih udah bangunin saya. Sekarang jam berapa ya?"
"Jam setengah lima subuh."
Security tersebut segera meninggalkan Freya yang masih duduk terpaku di sofa. Gadis itu bisa bernafas lega kejadian mengerikan tadi hanyalah mimpi. Dia segera mengambil traveling bagnya lalu berjalan menuju kamar mandi. Lebih baik mandi sekarang, di saat belum banyak yang menggunakan kamar mandi.
Setengah jam kemudian Freya sudah selesai mandi. Tubuhnya sudah segar dan wangi. Dia bergegas menuju mushola di basement untuk menunaikan ibadah shalat shubuh. Selesai shalat Freya berpindah ke ruang tunggu yang ada di dekat mushola. Beberapa keluarga pasien sudah berada di sana. Mengobrol sambil meminum kopi atau menonton televisi.
Ketika langit mulai cerah, Freya keluar dari rumah sakit. Dia hendak mencari penjual makanan. Setahunya harga makanan yang dijual di dalam rumah sakit, harganya lumayan mahal. Freya harus berhemat kalau tidak mau uangnya cepat habis.
Setelah berjalan sekitar dua ratus meter, Freya menemukan penjual nasi uduk. Gadis itu segera memesan satu porsi nasi uduk dengan gorengan. Tak lupa membeli teh manis hangat untuk teman makan. Freya memilih memakan sarapannya di meja yang disediakan pedagang. Dengan cukup lahap Freya menghabiskan makanannya. Rasa nasi uduk Jakarta memang berbeda rasanya dari nasi uduk yang dijual pedagang di Bandung. Menurut Freya rasa nasi uduk Jakarta lebih nikmat.
"Berapa, Bu?"
"Nasinya tadi tambah telor balado ngga?"
"Ngga, Bu. Cuma tambah gorengan aja dua. Terus teh manisnya satu."
"Semuanya jadi dua belas ribu."
Freya mengambil dompetnya lalu mengeluarkan selembar dua puluh ribuan. Setelah mendapatkan kembalian, gadis itu berjalan kembali ke rumah sakit. Selama belum tahu akan pergi kemana, Freya memutuskan tinggal di sana untuk sementara.
Petugas cleaning service nampak sedang mengepel lantai di lobi. Tak ingin mengganggu, Freya memilih menuju ruang tunggu pendaftaran. Dia meletakkan traveling bagnya di sebelah kanan, lalu mengeluarkan ponselnya. Ketika mengambil ponsel, dia melihat earphone bluetooth yang diberikan Devan padanya.
Dilihatnya earphone wireless berwarna hitam tersebut. Setahu Freya harga merk earphone tersebut sangat mahal. Iseng ingin tahu betapa harga earphone tersebut, Freya mengetikkan tipe earphone tersebut di kolom pencarian mbah Gugel. Matanya membelalak saat tahu harga perangkat elektronik tersebut.
"What? Harganya dua juta lebih? Astaga dia ngasih barang mahal ini gitu aja ke gue. Emang kalau horang kayah mah beda. Eh lumayan juga nih, kalau kehabisan uang, bisa dijual. Eh jangan dong, ini kan kenang-kenangan dari tuh cowok jutek," Freya bermonolog sendiri.
Freya masih asik dengan ponselnya. Sekarang dia tengah mencari informasi tentang pekerjaan. Kalau harus menetap di Jakarta, tentunya dia harus memiliki pekerjaan. Biaya hidup di kota metropolitan ini cukup tinggi. Harus kerja keras kalau mau sukses di Jakarta. Kalau tidak, mungkin Freya hanya menjadi penghuni kolong jembatan saja.
Di tengah keasikannya berselancar dengan ponselnya, datang dua orang wanita. Mereka mengambil tempat yang tak jauh dari Freya. Usia wanita itu sudah cukup matang. Mereka menjadi penghuni tetap rumah sakit karena harus menunggui anak mereka yang terkena penyakit kanker.
"Katanya hari ini jadi ya acara buat anak-anak pengidap kanker," ujar salah satu Ibu.
"Iya. Setelah diundur dua kali, akhirnya jadi juga."
"Alhamdulillah, akhirnya ada bantuan buat kita-kita."
"Rumah singgahnya juga sudah jadi. Mungkin tiga hari opening. Kita bisa tinggal di sana selama pengobatan anak."
"Iya, Alhamdulillah. Pemilik Kharisma Group memang terkenal dermawan."
"Yang datang nanti siapa aja?"
"Kalau ngga salah, Bu Anne dan dan adiknya, Bu Astri yang datang."
"Ngga sabar pengen ketemu orang baik seperti mereka."
Telinga Freya dengan jelas menangkap pembicaraan kedua ibu tersebut. Mendengar kata Kharisma Group, dia jadi ingat berkas yang kemarin ditemukan olehnya. Devan juga bekerja di sana. Freya segera mengetik Kharisma Group di kolom pencarian. Dia terkejut saat tahu kalau Devan adalah anak bungsu pemilik perusahaan raksasa tersebut. Dia hanya memiliki satu orang Kakak yang sekarang sedang berada di Macau untuk mengurus salah satu perusahaan mereka.
"Pantes aja, doi orang tajir ternyata. Pak Devan, sepertinya kita akan bertemu lagi. Mohon maaf, Bapak akan menjadi jaminan hidupku selama berada di Jakarta. Ah.. rejeki emang ngga kemana," lagi-lagi Freya bermonolog.
***
Buat readers yang bingung gift nya kebagi, silakan kirim ke Indra Ke-6 aja dulu, karena novel ini belum kontrak. Perjalanan kontrak masih jauh, harus 20 episode baru bisa ajuin kontrak. Makasih🙏🏻
susulin mas Devan...