KEHIDUPAN KEDUA [HELENA]
Nafasnya terengah-engah, darah bercucuran membasahi wajah putih pucatnya, satu tangan kirinya yang tidak mengalami luka parah berusaha mengambil ponselnya yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berbaring kaku. Kecelakaan baru saja di alami Helena, mobilnya tertabrak truk yang melaju kencang di depannya mengakibatkan kecelakaan masal terjadi.
Setelah ponselnya telah berada di genggamannya. Helena susah payah membuka untuk menelpon Damian-suaminya. Suara sambungan telpon membuat secercah harapan Helena rasakan.
"H-halo. D-damian... "
"Sialan! Kenapa kau menelpon ku, jangan terus menggangguku Helena dengan rengekan manja milikmu yang membuat ku muak setengah mati. "
Helena termenung mendengar suara bentakan Damian dari ujung telepon sana, tanggapan ini selalu dia dapatkan selama tiga tahun pernikahan dingin mereka. Sikap dingin Damian pada Helena, membuat pernikahan mereka tidak memiliki perkembangan apapun walau Helena sebisa mungkin memperbaiki hubungan pernikahan keduanya.
"D-damian, tolong aku. Aku baru saja tertabrak, badanku sakit dan darah dimana-mana, tolong jemput aku Damian. " suara Helena bergetar penuh kesakitan, tidak mengidahkan ucapan sarkas Damian tadi padanya. Yang dibutuhkan saat ini adalah pertolongan Damian, walau di sepanjang jalan raya banyak para warga yang datang untuk membantu para korban tabrakan lainnya.
Mobil yang dikendarai Helena terlempar jauh dan tubuhnya terjatuh tertutup dari mobilnya membuat orang-orang tak dapat melihatnya.
"Mati saja kau, sialan! Dengan begitu hidupku akan terbebas dari benalu menjijikkan seperti mu, bila perceraian tak bisa membuat kita berpisah maka semoga kematian mu dapat membuat ku bisa terlepas dari wanita manja seperti mu, Helena."
Setelahnya, sambungan telepon terputus begitu saja dari Damian. Badan Helena yang sudah melemah makin melemah mendengar semua ucapan dan umpatan menyakitkan dari Damian padanya, pegangan tangannya pada ponsel seketika terlepas. Air matanya tiba-tiba saja mengalir deras bersamaan rasa sakit yang begitu mendalam di hatinya.
Sebegitunya tak menginginkan dirinya dan pernikahan ini untuk Damian, laki-laki yang sudah menemaninya selama tiga tahun ini dengan teganya mengeluarkan kata-kata buruk padanya.
Helena memejamkan matanya saat rasa sakit tiba-tiba dirasakan di sekujur tubuhnya, nafasnya terputus-putus serasa pasokan udara disekitarnya menipis.
Helena menyentuh perutnya yang sakit, janinnya-anaknya. Dirinya tengah hamil, hamil dari hasil paksaan Damian yang kala itu tengah mabuk berat, memaksanya untuk melayani laki-laki itu.
"Bila aku diberi kesempatan untuk hidup kembali, aku berjanji tidak akan mencintaimu lagi, Damian. Akan ku kubur dalam-dalam perasaan cinta menyakitkan ini untukmu, perceraian yang terus kau desakan akan aku setuju dan pergi menjauh darimu selama-lamanya. "
"Selamat tinggal Damian, bukan diriku saja yang pergi meninggalkan mu tapi juga bersama janin tak berdosa ini akan ikut pergi bersamaku. " setelahnya, badan Helena benar-benar terkulai lemah dengan mata terpejam erat, aliran nafas di hidungnya seketika berhenti.
"Hoii, ada korban lagi disini. Ayok angkat bawa ke dalam ambulance. " bertepatan dengan hembusan nafas terakhirnya, seorang warga laki-laki menemukan Helena yang sudah tergeletak tak bernyawa dengan darah berceceran dimana-mana di sekunjur tubuhnya.
"Orangnya udah gak selamat, Nder. Ayok buruan cepat angkat bawa ke ambulance. " pinta laki-laki itu saat jari tangannya yang sengaja di simpan dibawah hidung Helena tidak merasakan hembusan nafas apapun.
"Eh, ini aku ada nemuin ponselnya. " salah satu dari mereka, yang sibuk menjadi para korban kecelakaan yang lain tiba-tiba saja menemukan ponsel milik Helena yang tergeletak tidak jauh dari tempat Helena tadi.
"Buruan telepon pihak keluarganya, bilang kalau pemilik ponsel itu kecelakaan terus udah meninggal. " si penemu ponsel tadi mengangguk mengerti, dengan cepat membuka ponsel Helena yang memang tidak terkunci sejak wanita itu menelpon Damian tadi.
"Nomor yang ada tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, mohon–
"Gak ada yang aktif nomornya, nomor suaminya juga dari tadi di telpon gak di angkat."
••••••
Kedua bola mata berwarna coklat itu tiba-tiba saja terbuka lebar.
'Hhaahhh'
'Hhaahh'
Nafasnya terengah-engah, keringat bercucuran membasahi wajah putih pucat itu. Matanya mengedar kaku, melihat sekeliling kamar dengan tatapan terbelalak tidak percaya, badannya mendadak bergetar ketakutan.
Ini.....
Kamarnya?
Kamarnya saat telah menikah dengan Damian? K-kenapa bisa?!
Matanya lagi-lagi terbelalak tidak percaya, mengingat ucapannya pada saat itu....
"Bila aku diberi kesempatan untuk hidup kembali, aku berjanji tidak akan mencintaimu lagi, Damian. Akan ku kubur dalam-dalam perasaan cinta menyakitkan ini untukmu, perceraian yang terus kau desakan akan aku setuju dan pergi menjauh darimu selama-lamanya. "
Helena dengan cepat bangun dari posisi baringnya, kakinya turun dari ranjang menuju kaca full body di kamarnya. Langkahnya mundur perlahan-lahan, menatap tidak percaya pada pantulan kaca di depannya.
"Apakah aku benar-benar hidup kembali? "
Untuk memastikannya. Helena melangkah menuju meja nakas di samping kasur, mengambil ponselnya untuk memastikan sesuatu.
16 Januari 20xx
Dia kembali. Helena kembali mengulang waktu dari dua tahun yang lalu, yang berarti pernikahannya baru berjalan satu tahun.
Helena terduduk kaku di pinggir kasur, masih shock dengan kejadian yang tidak masuk akal ini.
Hidup kembali? Hahahaha
Helena tertawa keras, namun air matanya mengalir deras dipeluk matanya. Tuhan masih berbaik hati padanya, permintaannya di kabulkan.
Terimakasih banyak, Tuhan.
Tanggal 16 Januari 20xx itu berarti Damian tengah berada di perjalanan luar negeri, mengurus pekerjaannya. Masih ada seminggu untuk Helena berpikir jernih dengan kejadian menakjubkan dan tak akal ini, juga Helena bisa terlepas sementara dari Damian.
Ucapan Damian terakhir kali sebelum dirinya menghembuskan nafasnya masih terngiang di otaknya, tanpa sadar tangannya mengepal kuat.
"Aku berjanji, Damian. Untuk kehidupan kali ini, tidak akan ada rasa cinta ku lagi padamu. " ucapnya dengan menggebu-gebu, matanya berkilat akan kebencian. Apalagi disaat kematiannya ada sosok janin yang bersemayam di perutnya.
Sementara di negara lain. Damian menatap lambat pada ponselnya yang sudah dua hari ini sunyi, tidak lagi terdengar suara notifikasi pesan masuk atau panggilan telepon. Tidak! Maksudnya, ya ada yang mengirimkannya pesan atau menelpon. Maksudnya Helena.
Wanita itu tumben sekali dua hari ini tidak merecoki nya dengan puluhan pesan dan telepon. Biasanya, mobilnya baru saja keluar gerbang rumah untuk berangkat ke kantor, sudah banyak notif pesan masuk dari Helena.
'Bagaimana perjalanan menuju ke kantor, apakah ada hambatan? ' 'Dijalan macet apa aman-aman saja? ' 'siang nanti apa mau di antarkan makanan? ' blablabla, dan lainnya. Banyak hal yang terus di recokinya, Damian sampai di buat muak oleh Helena.
'Hhaahhh'
Seharusnya dia senang kan? Tidak ada lagi yang mengganggunya, yang membuat otaknya terasa akan pecah.
Tapi kali ini, kenapa terasa begitu berbeda? Dan juga perasaan apa-apaan ini yang menggerogoti hatinya saat ini! Rasa hampa dan ketakutan...
Tidak! Damian menggeleng kuat kepalanya, membuang jauh-jauh pikiran yang tiba-tiba saja terlintas di otaknya.
'Tok'
'Tok'
"Pak, Damian. Sekarang sudah jam satu siang, waktunya pertemuan kita dengan klien. " suara asisten pribadinya, membuat Damian tersadar dari pikirannya.
Mengangkat tangan kirinya untuk melihat jam yang bertengger apik di lengan kekarnya.
"Ah, iya. Mari kita pergi sekarang. " bangkit dari duduk kursi Kebanggaannya, Damian memperbaiki pakaiannya yang tampak sedikit kusut.
Kaki panjangnya melangkah lebar menuju pintu depan asistennya yang senantiasa mengikutinya dari belakang yang sibuk menjelaskan pembahasan pertemuan nanti.
"Niko." panggil Damian tiba-tiba membuat Niko terdiam seketika.
"Ya, pak? " sahutnya kemudian.
Tak ada balasan kembali dari Damian, laki-laki itu terlihat termenung.
"Pak, Damian? " panggil Niko sekali lagi.
"Ah, iya. Itu saya mau bilang, Helena hari ini ada mengirim pesan atau menelpon kamu?"
Alis Niko terangkat, menatap bingung pada Damian. Laki-laki itu tumben sekali menanyai hal yang amat di hindari dan dibenci Damian.
"Bu Helena, pak? Saya rasa tidak ada, bapak mau saya menelpon, bu Helena?" Niko pikir mungkin istri bosnya itu belum juga mengirim pesan atau menelpon Damian, karena memang biasanya Helena akan mengirim pesan atau menelpon ribuan kali walau tidak akan ada balasan apapun dari Damian.
Tapi kali ini, kenapa Damian tiba-tiba saja menanyai hal itu? Bukankah laki-laki itu seharusnya senang ya tidak di ganggu lagi oleh Helena?
"Ah, tidak usah. Kita pentingkan saja urusan kerjaan daripada hal yang tidak jelas. " balas Damian, setelahnya.
Lupakan sejenak pikirannya tentang wanita manja itu, Helena tak mengganggunya dengan pesan dan telepon bukankah itu hal bagus? Tidak akan ada yang membuatnya pusing dan kesal.
Ya, mari kita sibukkan dengan pekerjaan sekarang, itu lebih baik daripada memikirkan hal yang buang-buang waktu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Uthie
Aku mampir untuk Genre ini.. sukkkaaa 👍👍😍💞💞
2024-12-20
1
Narti Narti
ego terlalu besar.............. rasakan nanti penyesalan itu Damian
2024-12-10
0