Prang!!!
Seeeeettt!!
Hujan deras menyelimuti malam ketika Hawa Harper mendapati sebuah mobil mewah terguling di jalan sepi. Di balik kaca pecah, ia melihat seorang pria terluka parah dan seorang anak kecil menangis ketakutan. Dengan jantung berdebar, Hawa mendekat.
“Jangan sentuh aku!” suara pria itu serak namun tajam, meski darah mengalir di wajahnya.
“Tuan, Anda butuh bantuan! Anak Anda—dia tidak akan selamat kalau kita menunggu!” Hawa bersikeras, melawan ketakutannya.
Pria itu tertawa kecil, penuh getir. “Kau pikir aku percaya pada orang asing? Kalau kau tahu siapa aku, kau pasti lari, bukan menolong.”
Tatapan Hawa ragu, namun ia tetap berdiri di sana. “Kalau aku lari, apa itu akan menyelamatkan nyawa anak Anda? Apa Anda tega melihat dia mati di sini?”
Ancaman kematian anaknya di depan mata membuat seorang mafia berdarah dingin, tak punya pilihan. Tapi keputusan menerima bantuan Hawa membuka pintu ke bahaya yang lebih besar.
Apakah Hawa akan marah saat tahu kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Keberanian Harrison
Setelah mendarat dengan selamat di tanah air, kehidupan Harrison, Hawa, dan Emma kembali ke ritme normal. Hawa melanjutkan pekerjaannya sebagai suster di rumah sakit, pekerjaan yang telah ia tekuni dengan penuh dedikasi. Meski Hawa berasal dari keluarga terpandang, ia memilih jalannya sendiri, keputusan yang tidak pernah dipermasalahkan oleh Harrison. Justru, itu adalah salah satu hal yang membuatnya semakin kagum pada wanita itu.
Harrison, di sisi lain, kembali ke kantornya, memimpin perusahaannya dengan ketegasan seperti biasa. Namun kini, ada perubahan yang tidak bisa diabaikan. Sikapnya lebih lembut, terutama ketika berbicara dengan Hawa atau tentang Emma. Bahkan Ares, asistennya, beberapa kali menangkap senyum tipis di wajah bosnya, sesuatu yang jarang terjadi sebelumnya.
Harrison juga memastikan Emma selalu diantar jemput oleh Hawa setiap hari, menciptakan momen kebersamaan yang semakin mempererat hubungan mereka bertiga. Meskipun sibuk, Harrison tidak pernah lupa meluangkan waktu untuk Hawa dan Emma, menjadikan mereka prioritas utamanya.
***
Akhir pekan pun tiba. Hawa yang mendapat shift pagi akhirnya bisa pulang kerja lebih awal, sesuatu yang jarang terjadi. Harrison, yang sudah menunggunya di luar rumah sakit, menyambutnya dengan senyuman.
"Mas Harrison, ada apa? Kok jemput langsung?" tanya Hawa sambil membuka pintu mobil.
Harrison tersenyum kecil. "Aku akan mengajakmu kesuatu tempat. Agar lebih cepat makanya aku menunggumu saja disini, benar bukan. Lihatlah, Emma, dia sudah menunggu tidak sabar di belakang. Ayo masuk, Hawa."
Hawa mengernyitkan dahi, bingung namun tetap masuk ke dalam mobil. Emma yang duduk di belakang tampak ceria. "Kak Hawa, aku tahu ini kejutan! Tapi aku nggak boleh kasih tahu."
Hawa tertawa kecil, merasa penasaran. "Baiklah, aku ikuti saja. Tapi jangan terlalu mendebarkan, ya."
Harrison hanya tersenyum tanpa menjawab, membiarkan rasa penasaran Hawa terus bertambah sepanjang perjalanan.
Setelah perjalanan sekitar satu jam, mobil mereka akhirnya berhenti di depan rumah keluarga Harper, sebuah rumah yang megah yang berdiri dengan anggun di tengah halaman yang luas. Hawa terkejut melihat tempat itu.
"Mas, kenapa kita ke sini?" tanyanya sambil menoleh ke Harrison.
Harrison menatapnya dengan tenang. "Aku ingin bertemu keluargamu. Aku sudah bicara dengan mereka sebelumnya, dan mereka setuju untuk bertemu malam ini."
Hawa terdiam, hatinya berdebar kencang. Ia tidak menyangka Harrison akan mengambil langkah sebesar ini tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Namun, ia tidak bisa membantah rasa hangat yang muncul di hatinya karena keberanian pria itu.
Mereka disambut dengan ramah oleh keluarga Harper. Ayah Hawa, Dylan Harper, seorang pria berwibawa dengan rambut yang mulai memutih, menyambut Harrison dengan jabat tangan kuat. "Akhirnya kita bertemu lagi, Harrison. Selamat datang di rumah kami."
Harrison tersenyum sopan. "Terima kasih sudah menerima saya, Pak Dylan. Ini adalah kehormatan bagi saya."
Ibunya, Tamara Harper, memeluk Hawa dengan hangat sebelum menyapa Harrison. "Kami sudah menunggu momen ini. Hawa terlalu sering menyembunyikan ceritanya, tapi kami bisa melihat ada yang berbeda sejak dia mengenalmu. Aku kenal dengan putriku itu, jadi selamat datang Harrison."
Harrison hanya tersenyum, tidak ingin terlalu banyak bicara sebelum waktunya.
Suasana makan malam di rumah keluarga Harper begitu hangat. Ruang makan yang megah dengan lampu gantung kristal menciptakan suasana elegan namun tetap nyaman. Di atas meja, hidangan lezat khas keluarga Harper tersaji dengan cantik. Hawa yang duduk di sebelah Harrison merasa canggung namun bahagia. Emma, yang duduk di antara Hawa dan Nikki, terus berceloteh tentang liburannya di Dubai, membuat suasana semakin riuh.
“Emma terlihat sangat menikmati liburannya,” komentar Tamara Harper sambil tersenyum lembut kepada gadis kecil itu. “Apa yang paling kamu suka dari Dubai, sayang?”
Emma, dengan wajah berseri-seri, menjawab, “Banyak! Tapi aku paling suka waktu Papa dan Kak Hawa main sama aku di taman bermain. Aku merasa seperti punya keluarga yang lengkap.”
Pernyataan polos itu membuat semua orang di meja terdiam sejenak, lalu tersenyum hangat. Harrison menatap Emma dengan penuh kasih, sementara Hawa merasa matanya mulai berkaca-kaca.
“Kamu memang punya keluarga lengkap, Emma,” ujar Harrison dengan lembut sambil mengusap rambut anaknya. “Papa dan Kak Hawa akan selalu ada untuk kamu.”
Tamara melirik Hawa dan Harrison bergantian. “Aku bisa melihat kalian bertiga sangat cocok. Hawa, kamu benar-benar membawa kebahagiaan ke dalam hidup Emma dan Harrison.”
Setelah itu, semuanya menyantap hidangan makan malam hinga selesai. Setelah makan malam yang penuh kehangatan, suasana mulai lebih santai. Emma dan Nikki, keponakan Hawa yang cerdas dan ceria, bermain bersama di ruang tengah, meninggalkan orang dewasa untuk berbincang di ruang makan.
Harrison, yang selama ini hanya mendengarkan percakapan keluarga Harper, akhirnya mengambil kesempatan untuk berbicara.
"Maaf kalau saya terlalu langsung," ucapnya dengan nada serius namun tetap sopan. "Tapi ada sesuatu yang ingin saya sampaikan kepada Bapak, Ibu, dan keluarga besar Harper."
Semua mata tertuju padanya. Hawa, yang duduk di sebelah Harrison, terlihat gugup namun tetap diam.
Harrison melanjutkan. "Saya menyadari bahwa keputusan saya untuk mendekati Hawa mungkin terlihat terburu-buru, mengingat kami baru saja menjalin hubungan. Tapi saya ingin kalian tahu bahwa saya tidak main-main. Saya mencintai Hawa, dan saya ingin membangun masa depan bersama dia."
Suasana hening sejenak. Papa Hawa menatap Harrison dengan tajam, mencoba membaca ketulusan di wajahnya.
"Mas Harrison..." Hawa mencoba memotong, namun Harrison menggenggam tangannya, meminta agar ia membiarkan dirinya menyelesaikan.
"Saya juga tahu bahwa usia kami terpaut cukup jauh, sekitar tujuh tahun. Tapi saya percaya bahwa usia bukan penghalang jika ada kepercayaan dan cinta di antara kami. Untuk itu, saya ingin meminta izin keluarga besar Harper untuk melamar Hawa."
Tamara Harper menutup mulutnya, terkejut sekaligus terharu. Sementara Benji, kakak laki-laki Hawa, menatap Harrison dengan sorot mata yang sulit ditebak.
"Kau yakin dengan keputusanmu ini, Harrison?" tanya Dylan akhirnya, suaranya tegas namun tidak menghakimi.
"Sangat yakin, Pak. Saya sudah memikirkannya matang-matang."
Pernyataan itu membuat semua orang tersenyum, bahkan Benji yang awalnya terlihat skeptis akhirnya mengangguk kecil. "Aku percaya padamu, Harrison. Tapi ingat, jika kau menyakiti adikku, kau harus berurusan denganku."
Harrison tersenyum lebar, merasa lega karena akhirnya mendapatkan dukungan. "Saya tidak akan pernah menyakiti Hawa. Itu janji saya."
Malam itu ditutup dengan suasana penuh kebahagiaan. Harrison berhasil meyakinkan keluarga Harper akan keseriusannya, dan Hawa merasa hatinya semakin terpaut pada pria itu.
Saat mereka kembali ke mansion Harrison, Hawa tidak bisa menahan rasa haru yang membuncah di dadanya. Ia tidak pernah menyangka Harrison akan sejauh ini untuk membuktikan cintanya.
Ketika mereka tiba di rumah, Emma langsung memeluk Hawa. "Kak Hawa, aku senang banget! Sekarang Papa dan Kak Hawa bisa jadi keluarga sungguhan, ya?"
Hawa tersenyum sambil membelai rambut Emma. "Iya, Emma. Kita akan jadi keluarga yang selalu saling menjaga."
Harrison yang berdiri di belakang mereka memandang Hawa dengan penuh cinta. Ia tahu bahwa malam ini hanyalah awal dari perjalanan panjang mereka. Tapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa benar-benar yakin bahwa ia telah menemukan seseorang yang tepat untuk menjalani semuanya bersama.
Bersambung.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hi semuanya, jangan lupa like dan komentarnya ya, dukung terus karya mommy ini ya. Oya hari ini pengajuan kontrak, kalau boleh kasih hadiah yang banyak ya.
Terima kasih.