Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satria
"Darimana? Kenapa baru pulang? Dan siapa laki-laki yang memelukmu?" Senyumku memudar kala kudengar runtutan pertanyaan yang mas Bara berikan terdengar menuntut. Kuhentikan langkah dan langsung melihatnya. Kulihat ia sudah berpakaian santai. Apa dia sudah pulang sejak tadi. Tunggu, dia mengatakan siapa laki-laki yang memelukku, berarti dia melihat ku dipeluk oleh kak Satria. Aku kembali tersenyum.
"Kenapa? Aku dari mana, dan sama siapa, kupikir tidak ada gunanya juga mas tau ya kan?" Aku kembali melanjutkan langkahku menaiki anak tangga. Selesai aku menaiki anak tangga ternyata Mas Bara mengikutiku.
"Kutanya kamu habis dari mana hah? Siapa laki-laki itu?" Ia menarik tubuhku dan mengungkungku pada tembok. Matanya memerah, nampak kemarahan tergambar jelas diwajahnya.
"Aku habis wisuda. Mas lupa kan?" Aku menatapnya dengan mata yang mulai berkaca. "Dan laki-laki itu adalah kekasihku. Aku baru pulang karena ia mengajaku makan terlebih dahulu. Itu kan yang ingin mas dengar?" Tidak. Aku tak boleh menangis dihadapannya. Bisa-bisanya dia membentakku seperti itu.
"Oh pantas saja, jadi dia kekasihmu. Kenapa tidak sekalian saja kamu ajak masuk kemari?"
"Oh memang boleh ya? Kapan-kapan aku pasti akan mengajaknya masuk."
"Bar-" kulihat mbak ana keluar dari kamar mas Bara dengan keadaan. Ah, air mataku akhirnya jatuh juga. Aku segera berlari menuju kamarku. Aku mengunci pintu dan luruh disana.
Aku kembali mengingat mbak ana yang keluar dengan menggunakan kemeja besar milik mas Bara. Wajahnya terlihat pucat? atau lelah? aku tak tahu. Dan rambutnya juga basah. Apa yang telah mereka lakukan disana. Apa mas Bara melakukannya juga bersama Mbak ana?
Jahat. Dasar buaya. Brengsek. Kamu tega mas. Kamu benar-benar tega. Kamu sampai tak datang ke acara wisudaku demi bisa bersama mbak ana. Dan kamu melakukannya di kamarmu, di rumah kita. Agh mas, aku bukan anak kecil yang tak tahu apa-apa mas. Kalian pasti sudah. Bodoh. Bisa-bisanya aku percaya dengan ucapan pria brengsek itu. Aku kembali terisak merutuki kebodohanku.
Ponselku tiba-tiba berbunyi. Kak Satria melakukan panggilan video padaku. Aku segera menghapus air mataku.
"Ya kak?"
"Kamu kenapa?"
"Aku gak papa kak. Ada apa? Apa ada yang ketinggalan?"
"Kenapa sembab? Apa ada yang menyakitimu? Atau membuatmu sedih?" Ia terlihat khawatir menatapku.
"Enggak kok kak. Aku cuman sedih karena aku harus berpisah dengan teman-temanku. Itu aja." Aku kembali berbohong.
"Oh gitu. Ini aku cuma mau bilang gelang kamu terjatuh di mobilku." Kak Satria memperlihatkan gelang yang sempat mas Bara belikan saat di Bali kemarin.
"Ooh. Kak Satria simpan aja dulu. Nanti ku ambil kapan-kapan."
"Bener ya. Kamu belum mandi?"
"Belum, ini mau mandi. Udah dulu ya?"
"Ya udah. Aku juga mau mandi. Kita mandi bareng gimana?" Aku menatapnya horor.
"Maksudku waktunya yang bareng. Kalau orangnya nanti aja kalau udah sah."
"Ish kak Satria. Udah ah. See you."
"I love you."
Aku menutup panggilannya.
Benar kata bang erik. Aku harus sudahi permainan ini. Aku harus kembali ke dunia nyata.
Aku membersihkan seluruh tubuhku dan berendam cukup lama didalam bathub. Kurasa air didalam bathub ini sudah bertambah oleh air mataku. Ternyata tak semudah itu menguatkan hati yang sudah terlanjur jatuh.
Aku keluar dari kamar mandi dengan menggunakan bathrobe. Mataku tak sengaja menangkap sesuatu yang terletak diatas nakas. Sebuah buket mawar putih yang sangat cantik.
"Happy graduation my lovely wife. I love you so much." Membaca greeting card pada buket ini sepertinya ini bunga dari mas Bara. Berarti dia ingat jika hari ini hari wisudaku. Tapi kenapa dia tidak datang?
"May buka pintunya may." Kudengar suara mas Bara bersama dengan gedoran pada pintu.
"May aku bisa jelasin." Tak kupedulikan ucapannya. Aku memilih tidur meski masih dengan menggunakan bathrobe.
Pagi hari aku sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Namun aku dikejutkan oleh kedatangan bang Erik.
"Surpriseee..." Dengan bahagia bang erik mengejutkanku. Mataku membola saat mini cooper SUV merah sudah berdiri dengan cantik didepan rumahku.
"Oooh abang.. thank you." Aku tersenyum dan memeluknya bahagia.
"Everything for you baby." Bang erik menepuk pundakku pelan.
"Mau ke kantor?"
"He.em."
"Mau sekalian nyobain mobil baru? Yuk abang temenin."
"Boleh." Aku dan bang erik langsung masuk kedalam mobil. Tak kupedulikan mas Bara yang melihat kami dari jauh sejak tadi.
"Gimana? Sudah terasa sekarang?" Ucapan bang erik membuatku menatapnya. Aku menghembuskan nafas kasar. Mataku kembali berkaca, selalu saja melow seperti ini.
"Iya. Abang benar."
"Sabar yah. Abang sudah peringatkan dan sekarang kamu harus kuat. Oh iya. Siapa yang memelukmu kemarin hmm? Gak mau dikenalin nih sama abangnya?" Ia mengusap kepalaku lembut. Sontak aku tersenyum melihatnya.
"Siapa ih? Emang abang liat apa?"
"Yeee. Mata abang dimana-mana loh. Jangan lupa itu."
"Hehe. Ada lah. Nanti kalau udah waktunya aku kenalin ke abang."
"Spil nama dong. Atau dia yang bernama Satria itu?" Bang erik mencoba menggodaku.
"Emmm kalau aku kasih tau entar abang cari tau lagi."
"Hehe kan biar tau bibit bebet bobotnya beby."
"Aku udah kenal dia sejak dia jadi kakak tingkat aku kak. Dan sekarang dia udah menyelesaikan S3nya. Jadi aku rasa aku sudah mengenal dia dengan sangat baik."
"Okey okey kalau masih mau rahasia-rahasiaan. Abang tunggu kamu ngenalin dia sama kami semua hmm."
"Ya ya. Tunggu dua bulan lagi."
"Kamu beneran masih mau nunggu dua bulan lagi?"
"Perjanjiannya seperti itu bang. Aku juga masih butuh waktu buat mengkondisikan semuanya."
"Okey. Okey. Apapun keputusan kamu abang akan selalu bersamamu."
"Makasih ya bang. Aku benar-benar beruntung memiliki abang sebagai abangku."
"Ya pasti lah."
Bang erik benar-benar mengantarku ke kantor. Sedangkan ia pulang dengan menggunakan taksi online.
"Eh siapa May? Pacar ya?" Teman-teman satu divisi yang melihatku nampak penasaran dengan abangku itu.
"Abang mbak."
"Kira'in pacarnya. Ganteng banget sih. Boleh dong buat aku."
"Hehe. Udah punya calon istri mbak."
"Yah sayang banget."
Kulihat mas Bara melewati kami dengan aura dinginnya.
Semua karyawan nampak panik.
"Ada apa?" Aku bertanya pada salah satu karyawan.
"Tuan Wijaya akan datang kemari." Mataku membola saat kudengar kakek Wijaya akan datang. Bukan takut pada kakek, tapi lebih takut pada statusku yang bisa saja terbongkar dengan kedatangan kakek.
"Kenapa kalian panik banget?"
"Tuan Wijaya teliti banget, ada aja yang beliau komen saat melihat pekerjaan kami." Aku merasa tak percaya jika kakek sejulid itu.
Semua Karyawan berbaris rapi, termasuk aku.
"Kulihat beberapa lelaki berjalan mendekat dan melewati kami. Mataku kembali membola saat kulihat ada kak satria bersama kakek Wijaya. Apa kak Satria sudah melamar pekerjaan di perusahaan kakek, atau kakek yang langsung merekrut kak Satria karena prestasinya. Aku kembali menundukkan kepalaku saat kusadar kak Satria sedikit melirikku. Aduh ketahuan.