NovelToon NovelToon
JANDA MUDA MEMIKAT HATIKU

JANDA MUDA MEMIKAT HATIKU

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Banggultom Gultom

Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8: Momen di Festival

Festival musim semi di kota kecil itu selalu menjadi acara yang ditunggu-tunggu. Suasana penuh warna, kembang api yang menghiasi langit malam, serta suara riuh rendah dari orang-orang yang berkumpul di alun-alun, membuat kota itu seolah hidup kembali. Dina, yang telah menghabiskan hari-harinya dalam rutinitas yang sederhana di toko buku, merasa ada sesuatu yang berbeda malam itu. Ada kegembiraan yang mengalir di dalam dirinya, disertai dengan perasaan cemas yang sulit diungkapkan.

“Selamat malam, Dina!” suara ceria Arga menyapa ketika dia mendekat. Matanya memancarkan kebahagiaan saat melihatnya. Dina mengenakan gaun biru yang sama dengan malam mereka makan malam bersama, kali ini ditambah dengan selendang berwarna putih yang menambah kesan anggun. Wajahnya bersinar di bawah cahaya lampu-lampu berwarna yang tergantung di sepanjang jalan.

“Selamat malam, Arga. Ini luar biasa, bukan?” Dina mengalihkan pandangannya ke sekitar, merasakan angin malam yang sejuk menyentuh kulitnya.

“Ya, benar-benar luar biasa. Tapi, yang membuat malam ini lebih istimewa adalah kamu,” jawab Arga dengan senyum yang menampilkan barisan giginya. Dina merasakan pipinya memanas, senyum kecil meluncur di bibirnya.

Mereka berjalan bersama menyusuri keramaian, berbaur dengan para pengunjung yang larut dalam kebahagiaan. Ada deretan pedagang yang menjual makanan khas festival, mulai dari jagung bakar, sate, hingga manisan tradisional. Aroma gurih dan manis menyatu, menciptakan suasana yang penuh kehidupan.

Tiba-tiba, suara sorak-sorai dan tepuk tangan terdengar dari arah panggung utama. Sebuah pertunjukan musik dimulai, dengan sekelompok musisi yang memainkan alat musik tradisional, mengundang para pengunjung untuk ikut menari. Arga menatap Dina dan mengangkat alisnya, menanyakan persetujuannya.

“Bolehkah kita ikut menari?” tanya Arga, matanya menanti respon Dina.

Dina terdiam sesaat, ragu, namun senyum di wajah Arga membuat hatinya melunak. “Kenapa tidak?” jawabnya, merasa keceriaan yang sudah lama tak ia rasakan muncul kembali.

Mereka bergabung dengan kerumunan, tangan Arga meraih tangan Dina, membimbingnya ke tengah panggung. Tarian itu sederhana, namun penuh semangat. Orang-orang saling berjoget, tertawa, dan menikmati momen yang seolah mempererat ikatan di antara mereka. Dina menatap tangan Arga yang erat memegangnya, detak jantungnya menjadi lebih cepat saat mereka bergerak mengikuti irama musik.

“Dina,” Arga berbisik, suaranya hampir tak terdengar di tengah hiruk-pikuk festival, “kamu sangat cantik malam ini.”

Dina menoleh, matanya bertemu dengan mata Arga, yang penuh dengan kehangatan. Senyum kecil terbentuk di bibirnya. “Terima kasih, Arga. Kau juga,” jawab Dina, suaranya penuh dengan kekaguman yang tak bisa disembunyikan.

Mereka terus menari, tidak memedulikan orang-orang di sekitar mereka. Seluruh dunia seolah menghilang, menyisakan hanya mereka berdua. Ketika lagu berakhir, mereka saling memandang, tertawa ringan, napas mereka masih terengah-engah. Arga menarik Dina ke dalam pelukan, dan untuk sejenak, Dina merasa seolah-olah dunia berhenti berputar.

“Ini salah satu malam terbaik yang pernah aku alami,” bisik Arga, suaranya serius namun lembut.

Dina membalas pelukan itu, merasakan kehangatan yang mengalir di dalam dirinya. “Aku pun merasa begitu, Arga.”

Senyum Arga membalas senyum Dina, dan mereka berjalan kembali ke tepi alun-alun, jauh dari keramaian, duduk di bangku panjang yang menghadap ke danau kecil yang dikelilingi lampu-lampu. Pemandangan itu begitu menenangkan, menciptakan suasana romantis yang sempurna di malam itu.

“Malam ini mengingatkanku pada masa kecilku,” ujar Dina, menatap danau yang berkilau oleh cahaya bulan. “Aku sering datang ke sini bersama ibu. Kami duduk di sini, menikmati malam dan mendengarkan suara gemericik air.”

Arga mendengarkan dengan seksama, lalu menggenggam tangan Dina, seolah ingin menghubungkan kenangan mereka. “Aku dulu sering ke sini dengan ayahku. Kami sering duduk di bangku ini, berbicara tentang segala hal. Tapi sekarang, aku merasa seolah-olah semua itu lebih berarti karena ada kamu di sini.”

Dina menatap Arga, matanya berkaca-kaca. Ada rasa terharu yang mengisi dadanya. “Arga, aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaan ini. Tapi, aku merasa seperti aku mulai memahami arti kebahagiaan yang sejati.”

Mereka duduk dalam keheningan, hanya mendengar suara alam dan desiran angin malam. Kadang, kata-kata tak cukup untuk mengungkapkan perasaan yang mendalam. Arga menatap Dina, lalu memiringkan kepalanya dan berkata dengan suara yang penuh makna, “Dina, kamu telah membawa warna baru dalam hidupku. Aku tidak ingin melewatkan momen-momen ini tanpamu.”

Dina menoleh, melihat wajah Arga yang tulus. Ia merasakan perasaan yang sangat langka—perasaan yang begitu hangat, namun tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. “Aku ingin melanjutkan cerita ini, Arga. Aku ingin melanjutkan kisah ini denganmu.”

Arga tersenyum, seolah beban di pundaknya menghilang begitu saja. Ia mengangkat tangan Dina dan menciumnya di punggung tangan, dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. “Kita akan melalui semua ini bersama-sama, Dina.”

Mereka berdua menatap bulan yang tinggi di langit, merasa bahwa malam itu adalah awal dari sebuah perjalanan baru. Ini bukan hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga tentang keberanian untuk mencintai dan dicintai lagi. Malam itu, di tengah festival yang penuh dengan kebahagiaan, Dina dan Arga tahu bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang jauh lebih penting—sebuah harapan, sebuah awal baru, dan sebuah cinta yang tumbuh di antara keduanya.

Ketika kembang api meledak di langit, Dina merasa hatinya penuh, seolah langit malam itu ikut merayakan kebahagiaan mereka. Arga merangkulnya lebih erat, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Dina merasa aman dan dicintai. Ada harapan baru yang mengisi ruang kosong di dalam dirinya, dan ia tahu, malam itu, semuanya telah berubah.

Arga memandang Dina dengan senyuman yang tidak bisa disembunyikan. “Dina, bagaimana jika kita berjalan-jalan di sekitar danau? Aku ingin berbicara lebih banyak tentang kita,” katanya dengan lembut. Nadanya penuh harap, dan Dina merasakan ada kehangatan dalam setiap kata yang diucapkannya.

Dina mengangguk, matanya berbinar. “Aku ingin itu, Arga.” Mereka berjalan berdua, langkah mereka selaras, dan hanya ada mereka berdua di dunia ini. Angin malam membawa aroma bunga yang bermekaran, seolah alam ikut merayakan kebersamaan mereka.

Mereka menyusuri jalan setapak yang dilapisi batu-batu kecil, di sepanjang tepian danau yang jernih. Air di danau berkilau dengan pantulan cahaya bulan, menciptakan gambaran yang begitu indah dan romantis. Dina berhenti sejenak, menatap ke permukaan air, merenung tentang perjalanan hidupnya yang penuh dengan kesedihan dan kehilangan. Namun, kini ada Arga di sisinya, membuatnya merasakan sebuah awal yang baru.

“Dina,” Arga memulai, suaranya lembut, “kau tahu, aku sudah lama tidak merasakan ini. Perasaan ini yang membuatku ingin terus bertahan dan membuat segalanya lebih berarti.”

Dina menoleh dan melihat mata Arga, yang bersinar dengan ketulusan. Ia merasakan getaran di dalam dirinya, sebuah perasaan yang sulit diungkapkan. “Aku juga, Arga. Sejak aku kehilangan suamiku, aku berpikir bahwa mungkin aku tidak akan pernah merasa bahagia lagi. Tapi sejak bertemu denganmu, aku mulai merasa ada cahaya di ujung terowongan itu.”

Arga mendekat dan menggenggam tangan Dina. “Aku ingin menjadi cahaya itu untukmu, Dina. Aku ingin membuat setiap hari-mu penuh dengan kebahagiaan.”

Tiba-tiba, suara sorak-sorai dari panggung utama terdengar lagi. Seorang pengisi acara yang memakai pakaian berwarna cerah sedang menghibur penonton dengan lagu yang ceria. Arga tertawa kecil, lalu menarik Dina untuk bergabung menonton pertunjukan itu. Mereka berdiri di sisi jalan, melihat orang-orang yang tertawa dan bernyanyi. Meskipun keramaian, Dina merasa seolah-olah hanya ada mereka berdua di sana.

“Apakah kau suka mendengarkan musik seperti ini?” tanya Arga, sambil menunjukkan ke arah pengisi acara yang sedang menari.

Dina mengangguk, senyum tipis di wajahnya. “Aku suka. Musik membawa kenangan, kan? Ini mengingatkanku pada hari-hari di mana semuanya lebih sederhana, saat aku hanya duduk bersama keluarga di rumah, mendengarkan lagu-lagu lama.”

“Musik selalu memiliki kekuatan untuk membuat kita merasa. Kadang-kadang, hanya dengan mendengarkan satu lagu, kita bisa mengingatkan diri kita pada siapa kita sebenarnya,” jawab Arga, suaranya seolah terlarut dalam alunan lagu itu.

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati suasana yang hangat di malam itu. Arga menatap Dina dengan penuh perhatian. Ia tahu, meskipun perjalanan mereka tidak mudah, ia bersedia melewati setiap rintangan untuk tetap bersamanya.

“Dina, aku ingin kita membuat kenangan baru. Kenangan yang tidak hanya tentang masa lalu, tetapi tentang masa depan yang kita bangun bersama. Apa kau siap untuk itu?” tanyanya, matanya yang penuh harap menunggu jawaban.

Dina merasakan hatinya terisi dengan kebahagiaan yang mendalam. Ia tahu, meskipun perjalanan mereka penuh dengan ketidakpastian, ia merasa aman di samping Arga. “Aku siap, Arga. Aku ingin terus berjalan bersamamu, melangkah menuju masa depan yang baru.”

Arga tersenyum, menatapnya dengan penuh kasih sayang. “Itulah yang aku ingin dengar, Dina.”

Malam itu berlanjut dengan kehangatan yang mereka rasakan di antara mereka. Mereka tidak memikirkan apa yang akan datang, tidak peduli dengan masa lalu yang masih menyisakan luka, karena yang terpenting adalah saat ini—saat mereka berdua, saling memandang, tertawa, dan merasa bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang sangat berharga.

Di tengah suasana malam yang penuh keceriaan itu, Dina merasa ada secercah harapan yang kembali hidup di dalam dirinya. Arga, pria yang ia temui secara tak sengaja, kini menjadi sosok yang tak hanya membuatnya tersenyum, tetapi juga mengajaknya melihat ke depan, menatap masa depan dengan optimisme.

Ketika mereka kembali ke keramaian, mereka bertemu dengan beberapa teman Arga yang sedang bercengkerama. Salah satu dari mereka menghampiri dan memandang Dina dengan senyuman yang ramah. “Selamat malam, Arga! Apakah ini wanita yang selalu kau ceritakan?”

Dina sedikit terkejut, namun Arga hanya tertawa. “Ya, ini dia. Kenalkan, Dina, teman-temanku,” katanya, memperkenalkan beberapa pria dan wanita yang kini tersenyum hangat padanya.

“Senang bertemu denganmu, Dina. Arga sudah lama tak bercerita tentang seseorang dengan begitu antusias,” ujar salah seorang wanita, yang mengenakan gaun merah cerah. Dina merasa nyaman di tengah mereka, seolah-olah malam itu semakin sempurna.

Saat keramaian mulai mereda dan orang-orang mulai meninggalkan alun-alun, Arga memandang Dina, matanya berbicara lebih banyak daripada kata-kata. “Maukah kita berjalan di tepi danau sedikit lebih lama?” tanyanya.

Dina mengangguk, merasakan kebahagiaan yang tulus di dalam hatinya. “Tentu, Arga. Malam ini masih terasa terlalu singkat.”

Mereka kembali berjalan menyusuri jalan setapak, meninggalkan keramaian di belakang. Di bawah sinar bulan yang terang, mereka duduk di bangku kayu yang menghadap ke danau. Arga merangkul Dina, dan mereka berbagi keheningan yang hangat, hanya ditemani suara angin dan gemericik air.

“Terima kasih, Arga,” kata Dina, suaranya hampir seperti bisikan. “Terima kasih telah membuat malam ini begitu istimewa.”

Arga menatapnya, bibirnya melengkung menjadi senyuman lembut. “Itu belum apa-apa, Dina. Masih banyak malam seperti ini yang akan kita lalui bersama.”

Dina menutup matanya sejenak, membiarkan perasaan itu meresap di dalam dirinya. Ia tahu, jalan ke depan mungkin penuh tantangan, tetapi dengan Arga di sisinya, ia merasa lebih kuat dari sebelumnya.

Malam itu, mereka berdua duduk di sana, merasakan kedamaian yang mereka temui di tengah dunia yang sibuk. Ini bukan hanya tentang cinta, tetapi tentang kebersamaan dan keberanian untuk terus melangkah, bahkan ketika masa lalu masih menghantui. Namun, pada saat itu, di bawah bintang-bintang, mereka tahu bahwa apa pun yang terjadi, mereka akan tetap berjalan bersama, menyongsong masa depan yang penuh dengan kemungkinan.

1
Hilda Naning
kemana anak anak mereka yg diawal cerita karena anak anak mereka lah bertemu dn bersatu..
Dinar
Hallo kak aku kirim dua cangkir kopi ya untuk teman menulis 🥳
Harry
Membuncah
Akira
Bikin baper nih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!