Mendapatkan pelecehan seksual dari teman sekolahnya membuat seorang gadis bernama Aulia Dara harus rela di keluarkan dari sekolah karena hamil di luar nikah.
Sementara itu, Alfatih Brahmaseto si pelaku pelecehan membantah keras jika dia lah yang telah menghamili Dara. Bahkan dengan tega nya Fatih menuduh Dara, jika Dara adalah seorang kupu kupu malam.
Sakit, hancur, terluka dan rasa malu yang di terima oleh Dara membawa rasa trauma bagi Dara, hingga akhirnya Dara pun memutuskan untuk pergi meninggalkan kota tersebut.
Lalu, bagaimana jadinya jika 10 tahun kemudian, Dara dan Fatih kembali di pertemukan dengan keadaan Dara yang telah bahagia bersama putri semata wayangnya dan Fatih yang telah memiliki seorang istri??
Akankah Dara memberitahu putrinya jika Fatih adalah ayah biologisnya?? Atau, Dara memilih untuk merahasiakan semua kisah kelamnya di masalalu serta status Fatih dari putrinya??
yukk simak kisahnya di sini "Kehormatan Yang Ternoda" by.Triyani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.18
...🌸🌸🌸...
...~Happy Reading~...
*
Di sepanjang perjalanan menuju ke kediaman kedua orang tua Hanan. Perjalanan itu terasa begitu menyenangkan dengan diisi berbagai cerita yang diceritakan oleh Aliya pada Hanan.
Hanan adalah pendengar yang baik untuk setiap cerita Aliya dan ibu nya, Aulia. Hingga membuat kedua wanita beda generasi itu merasa nyaman saat bersama dengan nya.
Sampai tanpa terasa, perjalanan mereka pun kini telah tiba ditempat tujuan nya, yaitu rumah keluarga Burhan. Yang tidak lain adalah rumah kedua orang tua Hanan.
Hanan Hanafi Burhan adalah anak tunggal dari pasangan Hamid Burhan dan Fatimah Julaeha. Abi Hamid adalah seorang pengusaha sukses dan menjadi salah satu donatur tetap untuk panti asuhan Bunda Ami dan juga Bunda Ane.
Kini, pria paruh baya itu sudah menyerahkan semua urusan perusahaan pada putra tunggalnya, Hanan. Sementara Abi Hamid sendiri kini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama dengan sang istri.
Baik Abi Hamid maupun Ummi Fatimah berharap agar putranya itu bisa segera menikah dan memberi mereka cucu yang banyak agar keduanya tidak lagi kesepian di usia senja mereka.
Tahun ini Hanan sudah berusia 30 tahun dan sudah cukup mapan. Hingga tidak ada lagi alasan bagi Hanan untuk menolak permintaan kedua orang tuanya untuk segera menikah.
Siapa pun wanita pilihan Hanan, akan mereka restui, yang terpenting wanita itu bisa membuat Hanan merasa bahagia. Hanya itu syarat yang diberikan oleh kedua orang tuanya pada Hanan, karena bagi Abi Hamid dan Ummi Fatimah kebahagiaan Hanan di atas segalanya.
"Assalamu'alaikum."
Seruan salam dari arah luar mengalihkan perhatian kedua paruh baya yang tengah asik mengobrol dengan ditemani dua cangkir teh hangat dan juga kue basah tradisional yang merupakan kesukaan Umi Fatimah.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Eh, ya ampun cucu yangti datang," seru Umi Fatimah saat melihat Aliya datang bersama putranya dan juga Aulia.
"Yangti, Aliya kangen," Seru Aliya yang langsung berlari ke arah Umi Fatimah lalu memeluk erat tubuh wanita paruh baya itu.
"Sama sayang, yangti juga kangen," jawab Umi Fatimah membalas pelukan dari Aliya.
"Kenapa baru datang kalau kangen? Mentang mentang nggak ada Papa, jadi ga pernah datang buat jenguk yangti sama yakung," sambung Abi Hamid ikut nimbrung dengan dua wanita beda usia itu.
"Yakung, apa kabar?" ucap Aliya lagi langsung menyalami Abi Hamid dengan takzim.
Dan diikuti oleh Aulia yang menyalami kedua orang tua Hanan itu dengan rasa hormat pada keduanya.
"Abi, Umi, sehat?" tanya Aulia seraya menyalami keduanya.
"Alhamdulillah Nak, kami sehat. Tapi, jangan mentang mentang kami sehat lalu kalian acuhkan kami. Kami juga butuh ditengok meski kami baik baik saja," jawab Ummi Fatimah yang benar adanya.
"Iya, maaf Umi, kemarin Aliya baru saja selesai ujian. Lia juga kebetulan banyak menerima pesanan jadi belum sempat datang buat jenguk Umi dan Abi. Maaf ya, Umi, Abi. Oh iya, ini Aulia bawakan sedikit makanan buat Umi sama Abi," lanjut Aulia menyerahkan tas yang tadi dia bawa dari rumah nya.
"Wah makan enak nih kita hari ini, duh seneng nya. Jadi pengen segera punya mantu, biar di masakin yang enak enak terus," celetuk Abi Hamid yang membuat Aulia tersenyum kaku, karena bingung harus menanggapi seperti apa ucapan Abi Hamid barusan.
"Ya sudah, sekarang lebih baik kita ngobrol di dalam. Habis makan siang, ada yang ingin Abi dan Umi sampaikan padamu Nak," lanjut Umi Fatimah pada Aulia.
"Tentang apa itu Umi?" tanya Aulia.
"Nanti saja, sekarang bantu Umi siapkan makan siang dan bantu bikin cemilan juga. Bagaimana?"
"Boleh, Umi. Dengan senang hati,"
"Ya sudah, sekarang Aliya mending main dulu sama Papa ya. Bunda nya, yangti pinjam dulu buat bantuin yangti masak. Bolehkan? Kebetulan kemarin Papa bawakan Aliya oleh oleh dari luar kota, jadi sana lihat dulu oleh olehnya," lanjut Umi Fatimah pada Aliya.
"Baik yangti, boleh kok. Pinjam buat selama nya juga boleh,"
"Benarkah? Wah, makasih loh sudah memberi izin," jawab Umi Fatimah semakin membuat Aulia bingung.
"Ya sudah, sekarang lebih baik Aliya ikut Papa yuk? Kita buka oleh olehnya di ruang tengah." ajak Hanan yang di angguki oleh si kecil Aliya.
Sementara Aulia sendiri langsung di boyong ke dapur oleh Umi Fatimah untuk membantunya menyiapkan hidangan yang akan mereka santap siang ini.
*
*
"Sini Nak, duduk di sini. Ada yang ingin kami sampaikan sama kamu." ucap Umi Fatimah memanggil Aulia untuk duduk di samping nya.
Usai membantu membuat cemilan dan juga makan siang untuk satu keluarga itu. Umi Fatimah dan juga Abi Hamid pun kini mulai mengutarakan niat utama mereka memanggil Aulia ke rumah itu.
"Iya Umi," jawab Aulia yang langsung duduk tepat di samping Umi Fatimah yang berseberangan dengan Hanan dan juga Abi Hamid yang duduk di sofa lain yang terhalang oleh meja.
"Sebenarnya, apa yang ingin Umi sampaikan?" tanya Aulia lagi pada ibunda dari Hanan itu.
"Begini Nak, kamu kan sudah cukup lama mengenal Hanan. Tahun ini, Hanan sudah berusia 30 tahun dan sudah waktunya untuk menikah dan Umi harap, kamu mau menjadikan putra Umi itu sebagai imam mu Nak, bagaimana?"
Deg
Jantung Aulia terasa jatuh dari tempatnya saat Umi Fatimah mengutarakan niat nya untuk menjadikan Aulia sebagai menantunya.
Akan tetapi, bukan nya merasa bahagia Aulia justru merasa minder saat harus bersanding dengan Hanan. Aulia tidak mau membuat nama Hanan dan keluarganya tercoreng hanya karena kisah masa lalu Aulia yang kelam.
"Maaf Umi, ini maksud nya bagaimana ya?" tanya Aulia demi meyakinkan jika dirinya tidak salah mendengar.
"Begini, sebenarnya kami sengaja menyuruh Hanan untuk membawamu kemari. Kami ingin membicarakan ini dulu denganmu sebelum kami menemui Bunda Ami dan juga Bunda Ane untuk melamar mu secara resmi pada mereka."
Deg
Lagi dan lagi jantung Aulia dibuat berdetak kencang saat Umi Fatimah menjelaskan niatan untuk mengkhitbah nya.
"Maaf Umi, tapi Aulia tidak bisa," lirih Aulia menundukkan kepala, dengan kedua tangannya yang saling meremas satu sama lain karena gugup dan jiga takut.
"Kenapa Nak? Kamu dan Hanan sudah saling mengenal lama dan sudah cukup dekat. Apa yang kamu ragukan lagi dari Hanan?"
"Aulia bukan meragukan Mas Hanan Umi, tapi. Aulia merasa tidak pantas untuk bersanding bersama dengan Mas Hanan," Lirih Aulia.
"Jika itu karena masa lalu mu. Maka lupakan lah masa lalu itu, karena kami ataupun Hanan sendiri sudah menerima kamu dengan Aliya apa adanya kalian untuk menjadi bagian dari keluarga kami. Umi mohon, terima lamaran ini ya sayang,"
"Tapi, bagaimana dengan Mas Hanan sendiri? Apa tidak keberatan memiliki pasangan seperti aku ini?" tanya Aulia yang kini beralih pada Hanan.
"Atas izin dan restu dari Abi dan juga Umi. Maka, izinkan Mas untuk melamar mu Aulia Rahma."