Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 17
" Dokter Eida, gimana Dokter Han. Beliau baik-baik aja kan?"
" Waah aku beneran pengen lihat Beliau. Kangen euy, padahal beliau suka galak. Tapi kalau nggak ada beneran sepi."
" Duuh kapan ya Dokter Han balik lagi. Kira-kira apa Doker Han bakalan bisa ngelihat lagi nggak ya?"
Ketika Eida masuk, beberapa dokter dan perawat yang sedang tidak menangani pasien langsung menghampirinya. Semua penasaran perihal keadaan Han.
Seperti yang dikatakan oleh salah satu personil departemen bedah tadi, bahwa adanya Han kadang membuat suasana semakin mencekam. Namun ketika kepala mereka tidak ada itu rasanya pun menjadi amat sangat sepi. Ya, mereka sungguh kehilangan sosok Han. Bukan hanya sekedar di bibir saja tapi sungguh dari hati.
" Beliau baik dan ada kabar bagus, beliau mengizinkan kita buat jenguk ke rumah."
" Woaah serius, yeaaay."
Merek bersorak senang. Sudah dari lama mereka ingin mendatangi kediaman Han. Setidaknya mereka juga ingin menghibur Han yang tengah dalam kondisi terpuruk seperti ini.
" Apa yang kalian lakuin! Kembali ke pos masing-masing!"
Drap drap drap
Bubar, semua orang langsung membubarkan diri ketika sebuah suara datang menegur mereka. Dia adalah Hasim, wakil kepala departemen bedah yang sekarang menjabat sebagai kepala pelaksana sementara selama Haneul tidak ada.
" Eida, kamu ini sudah senior di sini. Seharusnya memberi contoh yang baik. Malah kamu jadi pelopor ngumpul-ngumpul nggak jelas begini. Kalau ada berita atau apapun kan bisa diomongin pas istirahat. Kalian juga punya grub WA, nah gunain itu. Jangan pas lagi kerja gini."
Tangan Eida mengepal erat. Tangan yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya itu menunjukkan rasa kesal nya kepada Hasim. Namun tentu wajahnya tidak demikian. Ya wajah Eida terus berusaha untuk tersenyum.
" Baik Dok, maafin saya. Tadi saya hanya seneng aja karena Dokter Han mengizinkan kami untuk datang ke rumah."
Tap
Hasim menepuk bahu Eida. Dia bukannya atasan yang kaku. Hasim hanya ingin personilnya itu tahu posisi dan tugasnya dengan baik.
" Iya tadi aku denger kok. Kamu pasti sangat kangen sama Dokter Han, secara kamu yang sering sama dia. Tapi aku harap yang begini nggak di ulang ya. Omongin hal di luar kerjaan ya pas lagi nggak kerja. Ya udah kalau gitu, kembali lagi kerja."
" Baik Dok."
Hasim tersenyum, lalu dia meninggalkan Eida yang masih berdiri di tempatnya tadi. Tapi agaknya Eida masih kesal. Wajah tersenyum nya di depan Hasim kini berubah mengeras. Tatapan tajam yang hampir membuat matanya keluar itu sungguh menakutkan.
" Dokter Eida, ada pasien."
" Aah ya, ayo kesana."
Ekspresi Eida langung berubah ketika ada seseorang yang memanggilnya. Dia lalu berlari menuju pasien yang dikatakan oleh perawat tadi.
Eida sungguh pandai menyembunyikan mimik wajahnya. Apa yang dirasakan tidak ditampilkan pada wajahnya. Akan tetapi Eida agaknya tidak menyadari bahwa ekspresi yang ia buat tadi, ekspresi yang menakutkan tadi telah diketahui oleh seseorang.
" Woaah, menarik. Ini beneran menarik sih. Kayaknya perlu dilihat tuh bocah. Hmmm."
Sreee
Tap tap tap
Setelah mengamati sesaat terhadap departemen bedah, orang yang baru saja melihat ekspresi wajah Eida langung pergi dari sana. Orang itu tersenyum penuh arti, seolah dia memiliki sesuatu yang akan ia lakukan kedepannya.
" Aku nggak akan bilang dulu sama Han. Lagian orang-orang yang aku tandai masih abu-abu semua," gumamnya lirih. Meskipun ia berkata ingin acuh, tapi ternyata tidak bisa. Dia tetap mencoba mencari titik terangnya. Walau seandainya pun dugaannya benar, itu pasti akan menyakitkan bagi Han.
Sementara itu Han saat ini sedang bersama dengan Dokter Wisang dan Dokter Arsya. Arsya adalah dokter oftalmologi atau dokter spesialis mata.
Jika Wisang adalah dokter senior, maka Arsya memiliki usia yang tidak terlalu jauh dengan Han. Dan mereka adalah teman baik juga.
" Hmmm, ini beneran hal yang luar biasa Han. Sekarang apa yang lo rasain. Apa lo bisa lihat wajah gue dengan jelas.
" Nggak atau tepatnya belum Sya. Gue belum bisa lihat secara jelas. Gue hanya bisa lihat sosok lo, lo tahu kan kayak gambar buram tuh lo."
Arsya menganggukkan kepalanya. Ia paham betul maksud dari ucapan temannya itu. Hanya saja ini tetap harus dilakukan tes agar lebih jelas lagi bagaimana kondisi mata Han yang sebenarnya.
" Kata Dokter Wisang, lo nggak mau ngasih tahu keluarga lo dulu."
" Iya, gue mohon lo rahasiain ini ya. Ini juga masih belum yakin, dan ada yang harus gue lakuin lagi. Ntar gue cerita ke lo Sya."
Arsya mengerti, dia mengenal Han sudah lama. Dan jika Han sudah bicara demikian maka pasti ada sesuatu yang benar-benar dia lakukan.
Tapi Arsya berharap ada seseorang yang bisa mendampingi Han. Kondisi Han saat ini bisa dibilang belum stabil. Masih banyak pemeriksaan yang harus dilakukan. Jika Han tidak ingin memberitahu keluarganya maka dia harus mencari orang lain yang bisa ia percaya untuk bisa melakukan itu.
" Lo harus punya orang kepercayaan Han," ucap Arsya tiba-tiba.
" Iya gue tahu, tapi gue harus mastiin dulu. Ada satu orang yang bisa gue jadiin alat bantu. Tapi gue harus tahu lenih lanjut dulu gimana orang itu."
Mengingat kecelakaan yang terjadi pada dirinya kemungkinan adalah dilakukan oleh orang yang dikenalnya, mala dari itu Han benar-benar harus hati-hati saat memilih orang yang akan berdiri di sisinya.
Saat ini satu-satunya kandidat adalah Gista, perawat barunya. Akan tetapi itu pun dia harus lebih memastikannya. Apakah Gista memang bisa dipercaya atau tidak.
Sejauh ini gadis itu masih aman, dan tidak mudah menyerah meskipun Han sudah bersikap kasar dan menjengkelkan. Tapi itu tidak cukup, dia harus menjadi lebih keras dan menyebalkan lagi untuk bisa melihat reaksi Gista.
" Ya udah Han, gue pamit dulu. Ada janji sama pasien sejam lagi."
" Oke Sya, thank you. By the way gimana cem-cem an lo."
Arsya tertawa keras. Yang dimaksud oleh cem-ceman di sini adalah gebetan. Tapi agaknya Arsya pun tidak berani mengatakan bahwa itu adalah gebetannya. Bagi anak muda memiliki orang yang di suka adalah hal yang wajar. Dan Han memang selalu suka meledek temannya itu.
" Jangan aneh-aneh lo Han."
" Hahaha, heh Arsya, cucunya Mbah Abinawa sama Mbah Lagford masa iya sih nggak bisa ngejar.
" Kampret, diem lo Han. Gue tampol baru rasa. Jangan bawa-bawa Mbah gue woy."
Han kembali tertawa lepas. Ia sungguh sangat senang jika bicara seperti itu dengan teman sekaligus sepupu jauhnya itu. Dan Han juga baru sadar, semenjak dirinya tertimpa musibah baru kali ini dia tertawa dengan lepas.
" Tunggu, tunggu aja. Aku yakin semuanya bakalan terungkap. Dan Gista, apa kamu akan sesuai dengan ekspektasi ku? Aku harap sih iya."
TBC
Mantul thor 🥰🥰🥰
Lanjuut