Gendhis Az-Zahra Bimantoro harus menerima takdir kematian ayahnya, Haris Bimantoro dalam sebuah kecelakaan tragis namun ternyata itu adalah awal penderitaan dalam hidupnya karena neraka yang diciptakan oleh Khalisa Azilia dan Marina Markova. Sampai satu hari ada pria Brazil yang datang untuk melamarnya menjadi istri namun tentu jalan terjal harus Gendhis lalui untuk meraih bahagianya kembali. Bagaimana akhir kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengakui Rahasia
Di kamar yang remang-remang, Bismo terbaring lemah tak berdaya. Obat-obatan yang diberikan oleh Khalisa dan Marina membuatnya semakin hari semakin lemah. Ia hanya bisa pasrah menatap langit-langit kamar, pikirannya dipenuhi dengan penyesalan dan kemarahan.
Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka. Khalisa masuk dengan langkah anggun, wajahnya dipenuhi seringai kemenangan. Ia menghampiri Bismo dan menatapnya dengan tatapan yang merendahkan.
"Lihatlah dirimu, Mas. Kamu sekarang hanya seperti mayat hidup," kata Khalisa, dengan nada yang sinis.
Bismo mencoba untuk berbicara, namun suaranya terlalu lemah. Ia hanya bisa menatap Khalisa dengan tatapan yang penuh kebencian.
Khalisa kemudian menarik rambut Bismo dengan keras, membuat pria itu meringis kesakitan.
"Kamu bodoh karena percaya padaku dan mau menikah denganku dua tahun lalu," kata Khalisa, sambil tertawa sinis. "Kamu tidak tahu bahwa aku hanya menginginkan hartamu."
Bismo terkejut mendengar perkataan Khalisa. Ia tidak menyangka bahwa wanita yang sangat dicintainya itu ternyata adalah seorang wanita yang sangat jahat.
"Kamu... kamu..." kata Bismo, dengan suara yang bergetar.
Khalisa tidak mempedulikan perkataan Bismo. Ia terus saja menghinanya dan merendahkannya.
"Kamu terlalu percaya diri, Mas. Kamu pikir kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan, tapi ternyata kamu salah," kata Khalisa. "Sekarang, kamu hanya menjadi orang yang lemah dan tidak berdaya. Kamu tidak bisa lagi melawanku."
Khalisa kemudian membongkar rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Ia mengaku bahwa ia dan Marina adalah dalang di balik kematian Haris, ayah Bismo.
Kami yang merencanakan kecelakaan itu. Kami ingin menyingkirkan ayahmu karena dia menghalangi rencana kami untuk menguasai perusahaan," kata Khalisa, dengan nada yang dingin.
Bismo terkejut mendengar pengakuan Khalisa. Ia tidak percaya bahwa kedua wanita yang sangat ia percaya itu ternyata adalah pembunuh ayahnya sendiri.
"Kalian... kalian..." kata Bismo, dengan suara yang tercekat.
Khalisa tertawa puas melihat Bismo yang semakin lemah dan tak berdaya. Ia kemudian meninggalkan kamar Bismo dengan perasaan yang sangat puas.
****
Di rumah besar keluarga Bimantoro, Gendhis menjalani hari-harinya dengan penuh tekanan dan ketakutan. Setiap kesalahan kecil yang ia lakukan selalu berujung pada kemarahan Khalisa dan Marina. Mereka berdua tidak pernah ragu untuk memarahi dan menghukum Gendhis dengan cara yang kasar.
Suatu hari, Gendhis tidak sengaja memecahkan vas bunga kesayangan Marina saat sedang membersihkan ruang tamu. Marina yang melihat kejadian itu langsung naik pitam.
"Gendhis! Kamu ini memang ceroboh! Bagaimana bisa kamu memecahkan vas bunga kesayanganku?" bentak Marina, dengan suara yang keras.
Gendhis hanya bisa menunduk dan meminta maaf. Ia sangat menyesal telah melakukan kesalahan.
"Maafkan saya, Tante. Saya tidak sengaja," kata Gendhis, dengan nada yang ketakutan.
Namun, Marina tidak mau mendengarkan permintaan maaf Gendhis. Ia sudah terlanjur marah dan ingin melampiaskan kekesalannya kepada Gendhis.
"Kamu ini memang tidak berguna! Kamu hanya bisa membuat masalah di rumah ini!" kata Marina, sambil melemparkan vas bunga yang pecah ke arah Gendhis.
Gendhis terkejut dan tidak sempat menghindar. Vas bunga itu mengenai tubuhnya dan membuatnya terjatuh ke lantai. Gendhis merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya.
"Rasakan itu! Kamu pantas mendapatkan hukuman karena sudah merusak barang kesayanganku!" kata Marina, dengan nada yang sinis.
Tidak lama kemudian, Khalisa datang dan melihat kejadian itu. Ia juga ikut marah dan memarahi Gendhis.
Gendhis, kamu ini memang benar-benar tidak becus! Kamu sudah membuat Tante Marina marah!" kata Khalisa, dengan suara yang tidak kalah keras.
Khalisa kemudian mengambil piring yang ada di meja dan melemparkannya ke arah Gendhis. Piring itu mengenai kepala Gendhis dan membuatnya terluka. Gendhis menangis kesakitan dan memohon ampun.
"Kak, Tante, tolong maafkan saya. Saya tidak akan mengulanginya lagi," kata Gendhis, dengan nada yang memohon.
Namun, Khalisa dan Marina tidak peduli dengan permohonan Gendhis. Mereka terus saja memarahinya dan menyiksanya.
****
Kabar yang beredar tentang kematian Renan ternyata tidak benar. Pria bule itu selamat dari serangan pembunuh bayaran dan masih hidup. Ia dirawat intensif di sebuah rumah sakit. Luka yang dideritanya cukup parah, namun nyawanya berhasil diselamatkan.
Kabar tentang percobaan pembunuhan terhadap Renan sampai ke telinga orang tuanya di Brazil. Pedro Buiati Guardo, ayah Renan, sangat terkejut dan marah mendengar berita itu. Ia tidak menyangka ada orang yang tega ingin membunuh putranya.
"Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus segera pergi ke Indonesia!" kata Pedro, dengan nada yang marah.
Suzanna Guardo, ibu Renan, juga sangat terpukul mendengar kabar itu. Ia histeris dan menangis tanpa henti. Ia sangat khawatir dengan kondisi putranya.
"Anakku! Bagaimana bisa mereka melakukan ini padanya?" ratap Suzanna, dengan nada yang sedih.
Pedro segera memesan tiket pesawat ke Indonesia. Ia ingin melihat kondisi putranya secara langsung dan mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Suzanna juga ikut bersamanya.
Setelah menempuh perjalanan jauh dari Brazil ke Indonesia, Pedro dan Suzanna akhirnya tiba di rumah sakit tempat Renan dirawat. Mereka berdua langsung menuju ke ruang ICU tempat Renan dirawat.
Pedro dan Suzanna sangat terkejut melihat kondisi Renan. Tubuhnya penuh dengan luka dan ia masih tidak sadarkan diri. Pedro tidak bisa menahan air matanya. Ia memeluk putranya dengan erat.
"Anakku, apa yang terjadi padamu?" kata Pedro, dengan nada yang sedih.
Suzanna juga tidak bisa berhenti menangis. Ia mengusap rambut Renan dengan lembut.
"Renan, bangunlah Nak. Ibu sangat merindukanmu," kata Suzanna, dengan nada yang penuh harap.
Dokter yang menangani Renan menjelaskan bahwa kondisi Renan masih kritis. Ia membutuhkan waktu untuk pulih. Pedro dan Suzanna sangat khawatir dengan kondisi Renan. Mereka tidak ingin kehilangan putra mereka.
"Kami akan melakukan apapun untuk kesembuhan anak kami," kata Pedro, dengan nada yang penuh tekad.
****
Marina akhirnya datang ke Bandung. Tujuannya adalah untuk melihat secara langsung perkebunan strawberry peninggalan Haris Bimantoro. Sebagai "pemilik" yang baru, Marina ingin memastikan bahwa perkebunan itu berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan yang besar baginya.
Marina datang dengan mobil mewah yang dikemudikan oleh sopirnya. Ia mengenakan pakaian yang elegan dan perhiasan yang berkilauan. Penampilannya sangat kontras dengan para pekerja perkebunan yang hanya mengenakan pakaian sederhana dan kotor.
Sesampainya di perkebunan, Marina langsung disambut oleh beberapa orang yang mengaku sebagai pengawas perkebunan. Mereka menyambut Marina dengan hormat dan menunjukkan perkebunan strawberry yang luas itu kepadanya.
Marina berjalan-jalan di sekitar perkebunan dengan wajah yang angkuh. Ia melihat-lihat tanaman strawberry yang sedang berbuah dan para pekerja yang sedang memanen buah strawberry. Marina merasa sangat puas dengan apa yang dilihatnya.
"Perkebunan ini sangat bagus. Saya yakin kita akan mendapatkan keuntungan yang besar dari sini," kata Marina, dengan nada yang penuh kemenangan.
Para pengawas perkebunan hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Mereka tidak berani membantah perkataan Marina. Mereka tahu, Marina adalah orang yang sangat berkuasa dan tidak segan-segan untuk bertindak kasar kepada siapa saja yang berani melawannya.
Setelah puas melihat-lihat perkebunan, Marina mengumpulkan semua pekerja perkebunan di sebuah lapangan. Ia ingin menyampaikan beberapa hal kepada mereka.
"Dengar baik-baik semuanya!" kata Marina, dengan suara yang lantang. "Mulai sekarang, saya adalah pemilik perkebunan ini. Saya ingin kalian semua bekerja dengan rajin dan jujur. Jangan ada yang berani mencuri atau berbuat curang. Jika ada yang melanggar, saya tidak akan segan-segan untuk memberikan hukuman yang berat."
Marina kemudian menatap satu per satu pekerja perkebunan dengan tatapan yang tajam. Ia ingin memastikan bahwa semua pekerja perkebunan mendengarkan perkataannya.