Seorang anak terlahir tanpa bakat sama sekali di dunia yang keras, di mana kekuatan dan kemampuan ilmu kanuragan menjadi tolak ukurnya.
Siapa sangka takdir berbicara lain, dia menemukan sebuah kitab kuno dan bertemu dengan gurunya ketika terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dalam dan terkenal angker di saat dia meninggalkan desanya yang sedang terjadi perampokan dan membuat kedua orang tuanya terbunuh.
Sebelum Moksa, sang guru memberinya tugas untuk mengumpulkan 4 pusaka dan juga mencari Pedang Api yang merupakan pusaka terkuat di belahan bumi manapun. Dialah sang terpilih yang akan menjadi penerus Pendekar Dewa Api selanjutnya untuk memberikan kedamaian di bumi Mampukah Ranubaya membalaskan dendamnya dan juga memenuhi tugas yang diberikan gurunya? apakah ranu baya sanggup menghadapi nya semua. ikuti kisah ranu baya hanya ada di LEGENDA PENDEKAR DEWA API
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
"Dari mana kau mendapatkan pusaka ini?"
"Dari Kakekku Surojoyo, Kek," jawab Ranu.
Resi Winara kembali memandang wajah Ranu dan mengamatinya secara jelas.
"Tapi kamu tidak mirip sekali dengan Surojoyo!"
Ranubaya terkekeh mendengar ucapan Resi Winara. Jelas saja tidak ada kemiripan sebab Surojoyo adalah kakek angkatnya.
"Kakek Surojoyo adalah Kakek angkatku. Beliau yang menyelamatkanku ketika aku terjatuh di sebuah jurang. Apakah Kakek mengenal beliau?"
Resi Winara mengangguk, "Kenal... bahkan sangat kenal. Surojoyo dulu sering datang ke tempatku untuk meminta petunjuk, sebelum dia menghilang puluhan tahun yang lalu.
Ranu lalu menceritakan ihwal pertemuannya dengan Surojoyo hingga diberi tugas mengumpulkan empat pusaka. Namun dia tidak menceritakan jika dirinya dipilih untuk menjadi penerus Pendekar Dewa Api. Baginya, cukup hanya dia dan Surojoyo yang tahu.
"Kakek Surojoyo moksa setelah memberiku tugas itu, Kek."
"Kebetulan sekali, Ranu, antarkan Dewi ke kuil keabadian di puncak gunung Arjuno! Ketika di sana, temuilah pertapa tua bernama Empu Barada dan mintalah petunjuk dimana tiga pusaka lainnya berada," jelas Resi Winara. "Tapi berhati-hatilah! Banyak pendekar aliran hitam yang mengincar Dewi. Jagalah dia dengan nyawamu!"
"Baik, Kakek. Besok aku akan berangkat menuju gunung Arjuno," jawab Ranu tanpa keraguan. Tiba-tiba dia teringat dengan peti berisi koin emas yang dibawanya.
Jika dia membawa terus peti tersebut, tentu dia akan mengalami sedikit kesulitan untuk selalu bergerak dengan cepat. Apalagi harus menggendong Dewi di punggungnya.
"Kakek, Aku mendapatkan koin emas ini dari para perampok yang kuserang markasnya.Tolong bagikanlah separuh koin emas ini untuk mereka yang membutuhkan! Aku akan membawanya separuh untuk kubagikan selama di perjalanan," ujar Ranu setelah membuka peti tersebut dan menunjukkannya kepada Resi Winara.
orang tua itu pun tersenyum lega. Keputusannya menyerahkan Dewi kepada Ranu agar diantarkan ke kuil keabadian ternyata tidak salah. Di matanya, dia bisa melihat kalau Ranu adalah sosok pemuda yang dermawan dan memiliki sifat mulia.
"Baiklah, Ranu. Kakek berjanji akan membagikan harta ini."
Ranu tersenyum lalu menuang separuh koin emas itu ke sehelai kain lalu membungkusnya dengan rapat. Setidaknya ada seratus koin emas yang akan dibawanya dalam perjalanannya menuju Gunung Arjuno.
"Kakek di sini dulu! Aku akan melihat keadaan di luar. Siapa tahu mereka juga berada di desa ini," pinta Ranu yang disambut anggukan kepala lelaki tua tersebut.
Pemuda yang dipilih menjadi penerus pendekar Dewa Api itu kemudian beranjak keluar dari kamar tersebut dan berjalan keluar dari penginapan.
***
Sementara itu di luar.
"Perasaanku mengatakan mereka ada di desa ini. Kita cari mereka sampai ketemu!" kata Datuk Sesat.
"Baiklah, Lebih baik kita berpencar agar pencarian kita bisa lebih luas," balas Iblis hitam.
"Aku setuju, tapi jangan ada yang berusaha memiliki gadis kecil itu sendiri bila sudah menangkapnya. Ingatlah, hal ini demi kebaikan aliran hitam sendiri!" sahut Woto.
Iblis Hitam dan Datuk Sesat mengangguk setuju. Mereka berempat pun berpencar mencari Resi Winara dan Dewi serta pemuda yang tadi mereka lihat di kedai makan.
Tujuan utama pencarian, mereka fokuskan terlebih dahulu di beberapa kedai makan yang ada di desa tersebut. Sambil mengisi perut, mereka juga bisa bertanya kepada pengunjung kedai makan.
Marni yang masih cantik di usia setengah baya, terlihat sedang makan di sebuah kedai yang tidak terlalu ramai. Sengaja dia mencari tempat duduk yang menghadap ke jalan agar bisa sambil mengawasi lalu lalang orang-orang yang melintas.
Sementara itu, Ranu baya yang sudah keluar dari penginapan, berencana untuk membungkuskan makanan untuk Resi Winara dan Dewi. Dia kemudian masuk ke dalam kedai makan di mana Marni juga berada di tempat tersebut.
Seketika pemuda itu membalikkan badannya setelah dia melihat Marni yang juga berada di dalam kedai makan. Namun gerakannya sedikit terlambat karena Marni melihatnya dan meneriakinya.
"Hei ... Kau, jangan lari!"
Ranu langsung berlari menuju keluar desa begitu Marni berteriak kepadanya. Dia melakukan hal itu karena melihat Marni hanya sendirian di kedai makan tadi. Dan dia berencana untuk melawan wanita tersebut di luar desa agar tidak menimbulkan kekacauan di dalam desa.
Mendapati pemuda yang dicarinya sudah ketemu, Marni Langsung meloncat dan berlari keluar tanpa membayar makanannya.Si pemilik kedai hanya bisa bengong melihat Marni yang pergi tanpa permisi. Mau bereaksi pun sudah terlambat karena Marni gerakannya begitu cepat keluar dari kedainya.
Sesampainya di luar kedai makan, Marni dari jauh melihat Ranu berlari keluar dari desa.
Dengan ilmu meringankan tubuh milik dirinya, wanita itu mengejar Ranu hingga bisa menyusulnya lumayan jauh dari gerbang masuk desa.
"Kau tidak akan bisa lari dariku, Bocah bodoh!" bentak Marni.
"Siapa yang lari darimu, Bibi. Aku ini sedang berolah raga," jawab Ranu dengan sikap tengilnya.
"Olahraga apa siang-siang begini? Cepat katakan padaku di mana gadis kecil itu?"
"Ini sudah mau sore, Bibi. Dan aku tidak tahu dimana gadis itu! Tadi aku berpisah dengan mereka di hutan sana sebelum masuk desa itu."kata Ranu se enak jidatnya
"Kau sudah berani berbohong kepadaku! Mau kubunuh kau!" Emosi Marni semakin meningkat.
Ranu duduk berjongkok dan menangkupkan kedua telapak tangannya di depan wajah.
"Ampun, Bibi. Tolong aku jangan dibunuh! Kasihan emakku sendirian di rumah. Nanti kalau aku mati, siapa yang memberi makan dan membersihkan kotoran bebek dan kambingku? Belum lagi kalau kambingku beranak, siapa yang akan membantu persalinannya? Apa Bibi mau menggantikanku?" berondong Ranu.
"Bedebah kau bocah! Kau berani mempermainkanku. Aku akan menghajarmu sampai kau mengaku!"
Marni tiba-tiba bergerak dan memberikan tendangan menuju kepala Ranu.