Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya tidak butuh bantuanmu
Beberapa hari Alena hanya mengurung diri di kamarnya, begitu serius berselancar di internet guna mencari tahu perkembangan apa saja di abad 21. Namun Alena merasa ada sesuatu yang kurang. Sebagai peneliti sekaligus profesor di masanya, Alena yang terbiasa sibuk melakukan penelitian dan pekerjaan menganalisa merasakan kehampaan. Dia ingin melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri dan dia juga harus memiliki penghasilan sendiri.
Terbiasa hidup mandiri, membuatnya ingin melakukan sesuatu yang bisa dikerjakan. Apalagi saat ini Alena hanya bisa meminta bantuan Zaldo atau Althaf untuk memenuhi kebutuhannya. Alena pun sudah mengetahui jika sang pemilik tubuh merupakan lulusan teknik informatika dan memiliki keahlian di bidang gambar atau design.
Zaldo pun tak banyak berinteraksi dengan Alena, selain karena Alena yang memang meminta untuk tidak diganggu, terlalu lama berada di Indonesia membuat bisnisnya yang baru saja dirintis perlu perhatian khusus. Sehingga Zaldo waktunya habis untuk zoom meeting dan mempelajari dokumen-dokumen perjanjian kerjasama yang baru dibuat.
Beberapa iklan dan kontrak model terpaksa Zaldo tolak karena belum bisa meninggalkan Alena hidup bersama Althaf. Zaldo telah berjanji, dia akan melepaskan Alena mandiri jika Alena sudah bisa beraktivitas normal atau dia sendiri yang menginginkan untuk pulang ke rumah Althaf.
Tak lupa Alena pun mulai fokus menjalani fisioterapi untuk kesembuhan kedua kakinya. Hasil kontrol terakhir menunjukkan hasil bahwa kedua kaki Alena bisa sembuh jika rutin melakukan fisioterapi. Ahli terapi khusus didatangkan oleh Althaf untuk membantu kesembuhan Alena.
Di balik kaca jendela, Zaldo hanya bisa melihatnya begitu bersemangat untuk melakukan terapi. Berulang kali Alena jatuh saat mencoba berjalan pada alat Walker. Bahkan Alena begitu kesakitan saat mencoba melakukan langkah pertamanya.
Alena benar-benar gigih, meskipun masih berat untuk melangkahkan kakinya setidaknya Alena sudah berhasil berpindah tempat. Rasa sakit saat mencoba mengangkat kakinya tak lagi Alena hiraukan, dia harus segera sembuh.
“Stop Alena, please. Ini sudah terlalu lama. Jangan paksakan kondisi tubuhmu yang belum maksimal,” ucap Zaldo mengingatkan Alena.
“Tidak Kak, aku masih kuat. Aku harus berusaha agar bisa cepat berjalan kembali,” sahut Alena diiringi dengan semangat menggebu.
Bahkan telapak kakinya sudah mati rasa, dua jam melakukan terapi tentu mempengaruhi kondisi kakinya.
“Jika kamu tidak mendengarkan ucapanku, akan aku hancurkan alat-alat ini Alena. Aku tidak mengancam, tapi akan aku lakukan jika kamu sulit diatur!!” Terpaksa Zaldo mengatakan hal itu, sifat keras kepala Alena sulit ditaklukkan.
“Lebih baik kakak pergi, jangan ganggu aku kak!!” sanggah Alena, dia masih berusaha untuk belajar berjalan meskipun sekujur tubuhnya sudah basah oleh keringat.
“Alena!!! Jangan bikin aku terpaksa menghubungi Althaf untuk menjemputmu!!” Kali ini Zaldo sudah tidak tahu harus berbuat apa. Dia sungguh tak tega melihat Alena kesakitan.
“Kakak!!!” teriak Alena kesal, dia tidak menyangka Zaldo akan mengancamnya seperti itu.
“Sus, tolong bawa Alena ke kamarnya. Bantu dia membersihkan diri, pastikan setelah makan dia beristirahat,” ucap Zaldo sambil berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...
Semua makanan telah tersaji di meja makan, Althaf, Ruby dan Diyah duduk dalam satu meja bersama. Kemarin Diyah sudah dibolehkan untuk keluar dari kamarnya, masa hukumannya telah berakhir. Namun meskipun demikian, Althaf masih tidak sudi berdekatan dengan Diyah. Matanya seakan memandang Diyah dengan tatapan jijik. Tentu saja, Althaf masih trauma jika Diyah kembali melakukan hal yang sama.
Bahkan kali ini Ruby yang membantu menyiapkan makan untuk Althaf, mengambilkan nasi beserta lauknya dan membuatkannya kopi. Biasanya hal tersebut dilakukan oleh Diyah, kali ini diambil alih oleh Ruby dengan elegan. Luka-luka di tubuh dan wajah Ruby sudah sembuh 100 persen hanya saja bekas di pipinya masih terlihat. Luka yang dalam membuat wajah Ruby menjadi cacat, perlu operasi bedah khusus untuk menghilangkannya.
“Saya selesai,” ucap Althaf.
Dia sama sekali tidak menghabiskan makanannya karena kurang bernafsu. Bukan karena masakannya tidak enak, tetapi beberapa hari ini pikirannya terganggu.
Salah seorang pelayan menghampiri meja makan, membawakan obat-obatan dan vitamin untuk Althaf. Ruby membantu menyiapkan air minum dan mengambil satu persatu obat yang harus diminum.
Setelah selesai, Althaf pun mulai meninggalkan meja makan hendak kembali ke kamarnya.
“Tidak perlu, saya bisa sendiri!!” sergah Althaf, dia menghempaskan tangan Ruby begitu saja.
“Tapi Al,” jawab Ruby kecewa.
“Saya tidak butuh bantuanmu.” Althaf berjalan perlahan, kepalanya terasa sakit. Namun dirinya bersikeras tidak membutuhkan bantuan Ruby.
Istri kedua Althaf pun tak ambil pusing, dia melanjutkan kembali makan siangnya yang tertunda. Tanpa seorangpun yang menyadari jika sudut bibirnya tersungging penuh arti.
Dingin dan sepi begitu kentara semenjak Alena tak berada di sisi Althaf. Di atas ranjang yang empuk, Althaf menatap langit-langit di kamarnya yang penuh hiasan bintang. Entah apa Alena menempelkan hiasan itu, tapi Althaf tak pernah memperdulikannya sejak awal. Baru kali ini Althaf melihatnya dan seketika terbayang senyuman Alena yang selalu menenangkan hatinya.
“Dia sedang apa ya??”
Althaf hanya sibuk menggulir -gulir ponselnya, bolak balik melihat aplikasi pesan. Hari ini belum ada pesan masuk dari Alena, biasanya pagi-pagi dia rutin mengirim pesan
“Apa kuotanya habis ya?” pikir Althaf sejenak.
Jemarinya segera menjadi sebuah aplikasi, lalu memasukkan nomor telepon Alena. Dan sukses, kuota berhasil terkirim.
Namun setengah jam berlalu, tak ada pesan yang masuk ke ponsel Althaf. Dia makin merasa bosan. Tak sengaja dia melihat sebuah foto pernikahannya dengan Alena. Foto yang sengaja diambil oleh salah satu anak buahnya, Alena terlihat sangat cantik dengan balutan baju kebaya putih dan make-up natural.
Meskipun pernikahannya tertutup namun Althaf menyelenggarakannya dengan meriah. Tak ada satupun orang yang diperbolehkan untuk mengambil gambar, Althaf tak ingin istrinya diketahui banyak orang.
Ting
Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya, buru-buru Althaf bangun dan melihat isi pesannya. Seolah tak percaya, Althaf mengucek-ngucek matanya dan membaca pesan yang baru masuk itu. Tubuhnya refleks berdiri dan bergegas keluar dari kamarnya.
“Pelayan…. Pelayan…. Segera bersihkan kamar saya, ganti seprai dan sarung bantalnya. Pastikan tidak ada debu satupun!!!” teriak Althaf sambil berlari ke depan.
Mendengar hal itu semua pelayan langsung meninggalkan pekerjaannya dan mengerjakan perintah Althaf.
Dengan susah payah, Althaf membuka pintu mobilnya namun tak bisa. Dia menepuk dahinya dengan keras saat teringat sesuatu.
“Dasar bodoh!!!” umpatnya.
Diapun berlari masuk ke dalam mengambil yang terlupakan. Diyah yang tak sengaja melihat Althaf begitu bersemangat agak sedikit heran. Namun dia tak memperdulikannya, tapi berbeda dengan Ruby. Ruby menunjukkan kekesalannya, tangannya terkepal kuat hingga kukunya nyaris memutih.