Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #5
...Semenjak dua tahun lalu, aku menghilangkan pernikahan dan hubungan antara pria dan wanita dari catatan hidupku. Namun, entah kenapa aku menerima perjodohan yang ditawarkan Oma. Padahal, melihat pria itu saja belum pernah....
...Apa yang harus kulakukan? Ingin menolak tapi hasil istikharah malah sebaliknya. Menerima pernikahan secara terpaksa? Tidak, tidak. Aku pernah mendengar bahwa pernikahan yang dilakukan karena terpaksa sebaiknya dihindari karena hanya akan mendatangkan mudharat....
...Lalu, haruskah aku menata hatiku agar ikhlas menerima semuanya?...
.
...🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁...
.
Zara menatap wajahnya di depan cermin dengan perasaan bercampur-aduk. Pada satu sisi, hatinya yakin dengan pilihan sang nenek, tetapi di sisi lain ia merasakan ketakutan. Entah, bagaimana rumah tangganya nanti, ia hanya bisa pasrah.
"Zara, aku senang akhirnya kamu akan menikah, itu artinya kamu berhasil move on dari aku," ucap seorang pria yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.
Zara menoleh ke arah pria bernama Akash itu dengan tatapan tidak suka. "Ngapain kamu ke sini? Keluar! Urus saja istrimu dan jangan campuri urusanku," balas Zara ketus, lalu segera menutup pintu kamarnya secara paksa.
"Eh, Zara! Berani kamu memperlakukanku seperti ini! Ingat, aku ini kakak iparmu, jadi sopanlah sedikit!" ucap Akash dari balik pintu dengan nada emosi.
"Lagi pula, aku berani menjamin bahwa calon suamimu itu adalah pria miskin yang hanya akan membawamu tinggal di rumah kecil seperti ini," lanjut pria itu.
Zara mengepalkan tangannya sambil mengumpat tidak jelas. "Kak Lita di mana, sih? Masa kelakuan suaminya kayak gitu malah dibiarin!"
Malam itu, atas saran Oma Ratna, walau berat hati, akhirnya Zara meminta ayah, ibu tiri, dan ketiga kakak beserta pasangannya masing-masing agar datang ke rumah sang nenek untuk mengikuti lamaran Zara.
Walau bagaimana pun juga, sebenci-benci Zara pada sang ayah, tetap saja dia adalah wali nikahnya. Demikian pula dengan ketiga kakaknya, semua masih keluarga bagi Zara. Hal itu yang selalu ditekankan Oma Ratna pada sang cucu, meskipun ibu Zara yang tidak lain adalah anaknya sendiri telah disakiti oleh mereka.
Sebelum pergi ke ruang tamu yang menjadi tempat berkumpul keluarganya malam ini. Zara menyempatkan diri untuk berbicara dengan sang ibu yang hanya bisa berbaring di kamar karena mengalami stroke usai bercerai.
"Ibu, malam ini Zara akan dilamar oleh pria pilihan Oma. Doakan Zara agar bisa hidup bahagia, yah, Bu. Zara ... Zara takut dilukai, Bu," ucap Zara menumpahkan kekhawatirannya pada sang ibu. Untuk pertama kalinya semenjak dua tahun, ia kembali meneteskan air mata. Apalagi ketika melihat sang ibu juga ikut meneteskan air mata walau wajahnya tak menunjukkan ekspresi apa pun.
"Zara, pria yang akan melamarmu sudah datang, Sayang," ucap Oma Ratna. Keduanya langsung berjalan menuju ruang tamu dan mengambil tempat di sana.
Akan tetapi, raut wajah Zara seketika berubah ketika mendapati Alif yang tidak lain adalah dosen killernya sedang duduk bersama seorang pria paruh baya. Seketika ia teringat dengan perkataan sang dosen beberapa waktu lalu yang mengajaknya menikah.
"Tidak mungkin," kata Zara dalam hati, seolah masih tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya saat ini.
"Jadi, apa pekerjaanmu?" tanya Setyo-ayah dari Zara kepada Alif usai mendengar niat baiknya.
"Saya mengajar di sebuah universitas."
"Oh, jadi kamu hanya dosen? Sudah kuduga," celetuk Lita dengan nada yang terdengar merendahkan.
"Aku sarankan, setelah menikah nanti, itu pun kalau diterima. Sebaiknya kamu keluar saja dari pekerjaanmu itu dan masuk ke perusahaan Ayah. Jangan buat hidup Zara susah, dia sudah hidup susah selama ini." Arya ikut menimpali dengan begitu arogan.
Begitu pun dengan David yang juga tampak merendahkan Alif. Mereka bahkan berdebat dan bersikeras tak ingin menerima lamarannya. Namun, Alif sendiri justru hanya tersenyum dan tetap tenang, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kenapa kalian begitu repot dan pusing? Yang menentukan apakah lamaran Alif diterima atau tidak yaitu Zara. Jadi, lebih baik tanyakan langsung pendapat Zara," ujar Oma Ratna menengahi karena begitu kesal dengan sikap mereka.
Semua pandangan kini tertuju kepada Zara. Gadis itu tertunduk dengan tangan yang meremas baju karena begitu gugup dan takut. Apalagi saat menyadari bahwa yang melamarnya saat ini adalah sang dosen, ia semakin dirundung rasa serba salah. Jika ia menolak, sudah pasti pria itu akan ditertawai oleh ketiga kakaknya berserta pasangan mereka yang tak kalah menyebalkan.
"Dek, apa kamu mau menerima lamaran pria miskin ini?"
"Lebih baik kamu pikirkan dulu, Dek."
"Masih ada pria lain yang jauh lebih baik dan kaya dari dia."
"Cukup!" Zara meninggikan suaranya di hadapan semua orang. Jujur saja, ia begitu muak dengan sikap ketiga kakaknya. Gadis itu menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan.
"Zara menerima lamaran Pak Alif. Ini keputusan Zara dan tidak ada yang bisa ganggu gugat," lanjut gadis itu tegas.
Semua orang seketika terdiam dengan wajah terkejut. Hanya Oma Ratna dan Hadi-paman Alif yang tersenyum. Sementara Alif sendiri hanya bisa menahan senyum agar tak terlihat oleh semua orang.
.
.
Beberapa hari kemudian, pernikahan pun dilaksanakan secara sederhana. Zara sengaja meminta demikian karena ia memikirkan keadaan sang ibu. Mana mungkin ia mengadakan pesta ketika sang ibu tak bisa menikmati pesta itu?
Sayangnya, pilihan Zara kali ini membuat ketiga kakaknya semakin beranggapan bahwa Alif tak mampu mengadakan pesta pernikahannya sendiri. Lagi-lagi sindiran merendahkan kembali diterima oleh pria itu, tetapi seperti biasa ia hanya diam dan terlihat tenang.
"Ananda Alif Muzammil Mahdi bin Almarhum Zean Rafael Abdillah, saya nikahkan engkau dengan putri bungsu saya Zara Jasmine Aksara binti Setyo Aksara dengan mahar sebuah cincin emas tunai karena Allah ...."
"Saya terima nikahnya, Zara Jasmine Aksara binti Setyo Aksara dengan mahar sebuah cincin emas tunai karena Allah," ucap Alif dengan lantang dalam sekali tarikan napas.
"Sah!" Ucapan kompak para saksi menggema di kantor KUA pagi itu yang menjadi tanda akan resminya ikatan halal sepasang insan yang masih dipenuhi rasa canggung satu sama lain.
"Semoga pernikahan kalian senantiasa dipenuhi kebahagiaan, Nak. Maafkan ayah atas kesalahan yang telah ayah lakukan padamu," ucap Setyo, lalu memeluk Zara.
Jika biasanya dalam momen seperti ini gadis yang baru saja menikah akan menangis sambil memeluk ayahnya, Zara justru tak mengeluarkan air mata sedikit pun. Wajahnya hanya datar tak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia bahkan tak bicara sama sekali untuk sekadar membalas perkataan sang ayah.
Tak hanya ketika di kantor KUA, di dalam mobil ketika perjalanan pulang ke rumah sang nenek bersama Alif yang kini telah menjadi suaminya pun Zara lebih banyak diam dan menunduk. Alif yang menyadari sikap sang istri pun hanya diam. Ia tahu, saat ini Zara sedang tidak baik-baik saja. Entah karena pernikahan ini atau karena masalah lain, ia tidak tahu.
"Pak," panggil Zara tiba-tiba, membuat Alif yang sedang menyetir langsung menoleh ke arahnya.
"Iya, Jasmine. Ada apa?"
"Tolong rahasiakan pernikahan ini dari dunia kampus."
"Kenapa memangnya? Apa kamu malu menikah sama pria yang kamu juluki SBK alias si Bujang Killer?"
Mendengar pertanyaan Alif, sontak saja Zara yang tadinya menunduk langsung mengangkat wajahnya terkejut.
.
.
#bersambung#
.
Mohon dukungannya yah kakak semua agar othornya semangat , 🥲