Velicia dianggap berselingkuh dari Jericho setelah seseorang memfitnahnya. Jericho yang sangat membenci Andrew—pria yang diyakini berselingkuh dengan istrinya, memutuskan untuk menceraikan Velicia—di mana perempuan itu tengah mengandung bayi yang telah mereka nanti-nati selama tiga tahun pernikahan mereka, tanpa Jericho ketahui. Lantas, bagaimanakah hubungan mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesulitan
****
Jericho pulang ke rumahnya cukup larut. Saat ia membuka pintu utama, ia sangat terkejut karena mendapati Seina tengah berdiri di hadapannya. Tersenyum sembari mengulurkan tangan pada Jericho.
"Tuan, biar saya bawakan tasnya," ujar Seina.
"Kau tidak pulang? Apakah tanganmu sudah sembuh? Kenapa mau tidak beristirahat di rumah saja, Seina?"
Seina memamerkan senyum manisnya pada Jericho. Berharap jika pria di hadapannya ini bisa terpesona dengannya agar Seina tidak perlu memikirkan banyak cara lagi untuk mendekatinya dengan telaten. Sungguh, itu sangat melelahkan untuk Seina.
"Ibu bilang, Tuan Jericho pergi ke Rumah Sakit untuk menjemput nyonya. Ibu takut jika Tuan Jericho akan kelaparan tengah malam saat kembali ke rumah. Jadi, dia meminta saya untuk berjaga di sini."
"Oh, begitu. Tapi, saya sudah makan malam, Seina. Jadi, tidak perlu membuatkan makan malam untuk saya malam ini. Istirahat saja. Jangan tidur terlalu larut."
Sebuah jawaban yang kembali membuat perasaan Seina terluka. Akan tetapi, perempuan itu tetap memaksakan dirinya untuk tersenyum. Seakan hatinya terbuat dari baja yang sangat kebal akan rasa sakit apa pun.
"Terima kasih, Tuan Jericho."
"Saya akan naik ke atas. Saya akan beristirahat, dan kau juga harus beristirahat. Jangan begadang dan menunggu saya meminta sesuatu. Saya bisa melakukannya sendiri. Saya paling tidak bisa merepotkan orang lain tengah malam," ucap Jericho sembari menepuk salah satu bahu Seina.
Seina terdiam di tempat, sementara Jericho sudah kembali melangkahkan kakinya. Pergi menaiki deretan anak tangga tanpa menoleh kembali ke belakang.
Sebelum meninggalkan ruang utama, Seina menatap kepergian Jericho dengan mata sinis. Baru permulaan, tetapi Seina sudah merasa sangat lelah menghadapi Jericho yang sulit tersentuh. Apakah Seina harus melukai dirinya lagi agar Jericho segera datang menolongnya?
"Haruskah aku melakukannya lagi?" ujarnya pelan.
****
Tinggal di tempat yang sunyi membuat Velicia merasa sangat senang dan damai. Meskipun beberapa kali pikirannya memusat pada Jericho. Rasa rindu pada pria itu masih begitu besar, tetapi Velicia mencoba menahan diri dan terkadang menipu dirinya sendiri agar tidak terlalu larut memikirkan pria itu.
Tetangga di lingkungannya juga baik. Velicia bersyukur mengingat bagaimana mereka sangat ramah menyambutnya. Di antaranya, ada beberapa yang datang membawakan buah dan sayur untuk Velicia. Apalagi ketika Andrew mengatakan pada tetangga di sana jika Velicia tengah hamil. Mereka terlihat sangat antusias.
"Aku pikir, aku tidak akan pernah hidup menyendiri seperti ini. Kukira, dunia panti asuhan itu menyedihkan. Rupanya, ini lebih dari itu," ujat Velicia sembari menatap bulan di atas langit.
Tak lama, pandangannya teralihkan pada ponsel miliknya yang berada di atas meja. Panggilan dari Andrew yang sejak tadi Velicia abaikan, sebab Andrew mencoba menghubunginya sudah hampir puluhan kali. Seakan dirinya adalah anak-anak yang sedang orang tuanya khawatirkan.
Velicia awalnya ingin kembali mengabaikan sambungan telepon itu. Akan tetapi, saat melihat Andrew kembali mencoba menghubunginya tanpa menyerah sekalipun, Velicia merasa iba. Lantas, ia mengangkat sambungan telepon itu dengan perlahan.
"Aku di sini baik-baik saja, Andrew. Apa yang kau khawatirkan sampai-sampai meneleponku puluhan kali. Kau tidak memiliki kesibukan apa pun? Kau menganggur setelah aku pergi dari sana?" cerocos Velicia tanpa henti.
Velicia mendengar bagaimana pria di seberang sana tertawa. Alih-alih memarahinya, Andrew justru tertawa sangat kencang, sampai-sampai Velicia sempat menjauhkan sejenak ponselnya dari telinga.
"Kau cenayang? Kau tahu bagaimana khawatirnya aku di sini? Kau jahat. Aku benar-benat mengkhawatirkanmu di sini, Velicia. Berani sekali kau mengabaikan telepon dariku sejak satu jam yang lalu."
"Itu karena kau bersikap seakan tidak memiliki kesibukan apa pun. Apakah di sana tidak ada hal yang bisa kau lakukan selain menggangguku?"
"Kau sudah makan? Makan apa malam ini? Apa yang kau makan saat pagi dan siang hari?"
Velicia menghela napas dalam, kemudian mengalihkan pandangannya sekilas pada tanah kosong yang sudah ia coba tanami beberapa tanaman di sana. Jujur saja, ia ingin sekali mematikan sambungan telepon dari Andrew. Akan tetapi, ia takut Andrew justru akan menjahilinya dengan menelponnya terus-menerus.
"Kau orang tuaku? Apakah aku terlihat seperti anak-anak TK? Kau sangat cerewet seperti ibu-ibu, padahal kau sendiri adalah seorang pria."
"Katakan dulu padaku, apa yang kau makan tadi?"
"Jika kau masih cerewet, aku akan mematikan sambungan teleponmu sekarang juga."
"Ya, ya. Aku tidak akan melakukannya." Andrew akhirnya kalah telak.
Mereka akhirnya berbincang mengobrolkan hal lain selain makan dan aktifitas Velicia selama tinggal di rumah baru. Velicia sempat menanyakan bagaimana kabar Sharine, tetapi Andrew bilang jika perempuan itu sama sekali belum memberinya kabar. Sama halnya pada Velicia.
Mengobrol lewat telepon membuat Velicia merasa tidak begitu hampa di sana. Meskipun ia tidak ingin menerima telepon Andrew, tetapi sejujurnya ia sadar jika ia tengah kesepian dan butuh seorang teman mengobrol.
"Aku akan pergi menemuimu besok. Ada yang ingin kau makan? Barangkali aku bisa membawakannya untukmu saat perjalanan ke sana."
Velicia kembali terdiam. Saat ini, tidak ada makanan apa pun yang ia rindukan di pusat kota selain pemilik hatinya. Akan tetapi, sangat mustahil bagi Andrew untuk membawa pria itu ke sana untuk bertemu dengannya juga janin di dalam kandungannya.
"Bawakan apa pun yang menurutmu enak untuk ibu hamil sepertiku."
****
Seina mengetuk pintu ruang kerja Jericho beberapa kali dengan sebuah baki kecil di tangannya. Cukup dengan empat ketukan, Jericho akhirnya datang membukakan pintu untuk Seina yang membawakan teh hangat untuknya.
"Perasaan, saya tidak menyuruhmu untuk membawakan saya teh," ujar Jericho.
"Ini ibu saya yang meminta membawakan teh ini kepada Tuan Jericho. Katanya, Tuan tidak sempat sarapan pagi ini, jadi saya juga sekalian membawakan roti panggang untuk Tuan Jericho."
"Oh, begitu."
Belum sempat Jericho mengambil alih makanan dan minuman yang dibawakan Seina, pria itu harus teralihkan pada ponsel di atas meja kerjanya yang baru saja berbunyi. Jericho dengan segera kembali ke meja kerjanya kemudian mengangkat sambungan telepon tersebut.
Pada saat Jericho mulai sibuk berbicara dengan orang lain di seberang telepon, Seina perlahan masuk ke dalam ruangan Jericho. Bersama kedua bola mata yang tak henti melihat ke sekitar, ia menaruh makanan dan minuman yang ia bawa ke atas meja di dekat sofa. Setelah itu, ia berdiri tegak menunggu Jericho selesai bertelepon.
"Oh, terima kasih Seina karena sudah meletakkan ya di sana. Maaf, tadi saya mendadak menerima telepon dari salah satu kolega saya."
"Tuan ...." Panggil Jericho.
"Ya. Ada apa, Seina?"
"Bolehkah saya membersihkan ruangan ini? Sepertinya sudah sangat berdebu."
"Mm ...." Jericho nampak kebingungan.
"Ibuku bilang, ruangan ini terkadang hanya dua hari sekali dibersihkan karena Tuan Jericho tidak ingin terganggu. Saya akan melakukannya dengan pelan-pelan dan tidak berisik, Tuan. Bolehkah saya membersihkan ruangan kerja ini agar Tuan merasa nyaman saat bekerja?" Sambung Seina.
"Baiklah kalau begitu, Seina. Lakukan dengan pelan-pelan."
****
kau masuk dalam jerat wanita siluman itu 😏🤨
bahkan kau tak memikirkan perasaan orang tua mu yg ingin sekali bertemu Velicia disaat terakhir nya 😡😡
jika bertemu Valencia dalam keadaan yang lebih baik dan begitu bahagia 🙂