Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 Sah
Semua tamu undangan masih menunggu Pasangan calon pengantin itu dengan mereka harap-harap cemas. Keluarga Devan juga saling berbicara satu sama lain dengan wajah mereka yang sekarang juga menciut sama seperti Devan yang kehilangan percaya diri. Karena mengetahui latar belakang keluarga Trisya yang jelas sangat jauh di atas mereka.
Jika sudah memiliki helikopter pribadi. Itu berarti kekayaannya sudah tidak bisa dihitung lagi dan mungkin mesin uang akan rusak menghitung jumlah uang dimiliki keluarga kaya raya itu.
Setelah lama menunggu akhirnya pasangan itu kembali dengan Trisya yang menggandeng lengan Devan. Trisya mengeluarkan senyum lebar dan sementara Devan tampak datar yang masih terlihat stres.
"Itu mereka!" ucap Astri pelan menunjuk adiknya itu. Ibu Devan mengangguk-anggukkan kepala.
"Apa acara ini sudah bisa kita lanjutkan?" tanya Bapak penghulu ketika calon pengantin itu sudah berdiri di hadapan Bapak penghulu.
Devan terdiam masih penuh dengan keraguan, Trisya sampai menggerakkan lengannya yang membuat Devan melihat ke arahnya. Kode mata Trisya mengarahkan pada Devan untuk menjawab pertanyaan papak penghulu.
"Nak, Devan. Apa acara ini sudah bisa dilanjutkan?" tanya penghulu itu lagi.
"I-iya, lanjutkan saja," jawab Devan dengan terbata yang sangat gugup dan penuh dengan keraguan.
Trisya menghela nafas yang merasa lega dengan Devan yang tidak punya pikiran untuk membatalkan pernikahan itu
Devan dan Trisya tetap melanjutkan pernikahan itu karena Devan tidak punya pilihan lain. Dia juga harus mengingat apa kata Trisya yang mana semua ini akan berhubungan dengan dirinya nanti saat di Perusahaan. Jika punya pikiran untuk mengakhiri pernikahan ini.
Devan benar-benar terjebak dalam suatu yang sulit yang membuat dia mau tidak mau harus menikah dengan Trisya. Walau dia tidak tahu bagaimana ke depannya dengan menikah dengan seorang cucu dari pimpinan perusahaan tempat dia bekerja.
Acara ijab kabul yang berjalan dengan lancar. Walau Devan antara siap dan tidak. Dia berhasil mengucapkan ijab kabul dengan satu nafas saja. Devan dan Trisya yang sudah sah menjadi pasangan suami istri yang sekarang berdoa yang dipimpin pak ustad dan juga para tamu undangan ikut berdoa.
Devan sampai detik ini masih keringat dingin dan mulutnya bungkam yang tidak pamer lagi, wajah yang tadi begitu tampan mengeluarkan senyum yang tidak henti dan sekarang semua itu sudah hilang.
Akhirnya doa selesai dengan Trisya dan Devan saling berhadapan. Mereka berdua sama-sama bertukar cincin.
"Astaga cincin yang aku belikan mungkin jauh lebih mahal dengan harga pita rambutnya," batin Devan.
Trisya yang mencium punggung tangan suaminya dan Devan juga mencium lembut kening Trisya.
"Kalian berdua sudah sah menjadi pasangan suami istri. Semoga pernikahan kalian langgeng dan dikaruniai anak-anak yang tampan dan cantik-cantik," ucapan penghulu memberikan nasehat singkat. Devan dan Trisya menganggukkan kepala.
Tetap saja eksperesi wajah Devan yang tampak tidak semangat dan tidak ada bahagia-bahagianya sama sekali dan mungkin Trisya sekarang jauh lebih lega dengan Devan yang mengetahui siapa dirinya dan dengan begitu dia tidak akan pernah lagi mendengar ocehan Devan tentang membanggakan diri sendiri.
Di sisi lain Trisya juga sangat bahagia karena pernikahan ini adalah jalan menuju dia menjadi seorang pimpinan.
"Mah ternyata istri Devan bukan orang sembarangan. Dia orang kaya, kalau istilah katanya crazy rich dengan harta yang tidak akan habis sampai 7 turunan," ucap Astri dengan berbisik-bisik dengan ibu Devan.
"Iya. Kamu benar. Lalu kenapa Devan mengatakan wanita itu wanita biasa dan sedang bekerja keras untuk keluarganya dan ternyata bukan. Devan sama sekali tidak ada apa-apanya," sahut ibu Devan.
"Aku sudah menduga sejak awal, masa iya wanita cantik dengan penampilan seperti itu berasal dari keluarga sederhana. Lihat ternyata Iya anak orang kaya dan pakai helikopter segala lagi. Kampung kita akan dinobatkan menjadi kampung paling mewah. Karena menjadi kampung satu-satunya yang pernah terparkir helikopter," sahut Mia dengan menekankan
Keluarga Devan juga kaget saat keluarga Trisya memperkenalkan diri. Mereka mungkin bisa jantungan yang sama-sama masuk rumah sakit masal. Tapi apa yang bisa mereka lakukan dan hanya bisa diam saja yang merasa minder. Padahal keluarga Trisya santai-santai saja.
**
Ternyata setelah Devan dan Trisya menikah. Mereka tidak menginap lagi di desa dan langsung di bawah ke Jakarta. Keluarga Devan, justru sangat bersyukur jika Trisya tidak menginap lagi di rumah mereka. Karena mereka semua sekarang sudah tidak punya muka dan merasa tidak pantas rumah mereka ditempati oleh Trisya dan apalagi ada keluarga Trisya.
Jadi Devan dan Trisya setelah melakukan acara pernikahan yang langsung berangkat ke Jakarta dengan menggunakan helikopter. Wajah Devan sejak tadi hanya datar saja yang duduk di samping Trisya yang sejak tadi melihat ponselnya.
Trisya menoleh ke sebelahnya yang memperhatikan wajah suaminya itu.
"Kamu kenapa?" tanya Trisya.
"Tidak kenapa-kenapa. Aku hanya lelah saja menghadapi pernikahan," jawab Devan dengan menghela nafas berat.
"Untuk biaya pernikahan yang sudah kamu keluarkan. Aku akan membayarnya," ucap Trisya yang membuat Devan menoleh ke arahnya. Sekarang gantian Trisya yang ingin menunjukkan bahwa dia bisa membayar berlipat-lipat.
"Kamu ingin menggantinya?" tanya Devan.
Trisya menganggukkan kepala.
"Aku tahu kamu memiliki banyak uang. Tetapi kamu tidak perlu menggantinya itu sudah menjadi tugasku!" tegas Devan.
"Kalau begitu kita berdua patungan saja agar adil, karena aku juga tidak ingin merepotkan kamu dengan biaya pernikahan yang aku yakin juga cukup besar," sahut Trisya.
"Aku sudah mengatakan tidak perlu!" tegas Devan.
"Kamu yakin tidak ingin diganti uangnya?" tanya Trisya lagi.
"Trisya kamu apa-apaan sih. Kamu sekarang mau mengejek ku hah!" sahut Devan yang sangat tersinggung.
"Aku tidak mengejekmu. Aku hanya mencoba untuk bernegosiasi dan aku tidak ingin merepotkan kamu atau membuat uang kamu habis untuk pernikahan kita," jawab Trisya.
"Kamu tidak perlu membayar sepeser pun. Aku sudah membayar semua secara kontan. Jangan kamu pikir wajahku seperti ini, karena memikirkan uang yang sudah habis terpakai!" tegas Devan yang semakin kesal baru juga menikah beberapa jam sudah terjadi perdebatan.
"Baiklah. Kalau begitu. Kamu tidak perlu marah-marah. Resepsi di Jakarta akan menggunakan semua uangku. Karena keluargaku juga harus terlibat dalam resepsi itu. Kakek harus mengundang semua kolega bisnisnya dan pernikahan itu harus benar-benar mewah," ucap Trisya.
"Terserah," hanya jawaban singkat itu yang diberikan Devan.
Sekarang dia sudah tidak bisa pamer lagi pada Trisya. Karena Trisya berkali-kali lipat lebih kaya daripada dia.
"Bagaimana aku akan hidup dengan orang-orang seperti mereka. Aku tahu tuan Haryanto memang orang baik. Tetapi tetap saja harga diriku akan diinjak-injak jika aku sebagai suami jauh dibawah istriku. Walau tidak bermaksud menginjak-injak. Tetapi tetap saja aku merasa tidak akan nyaman," batin Devan yang sampai detik ini masih saja gelisah.
"Akhirnya sebentar lagi aku akan menjadi pemimpin di perusahaan. Ternyata semuanya begitu mudah. Walau aku tahu sekarang bagaimana perasaan Devan. Dia pasti mendadak minder dan makannya dari tadi ekspresi wajahnya terlihat kesal seperti itu. Tapi apa semua itu salahku? Aku sama sekali tidak bermaksud menipunya. Dia saja yang terlalu berpikiran lain kepadaku dan tidak memberiku kesempatan untuk berbicara apa-apa. Jadi itu sama sekali bukan salahku," batin Trisya.
Bersambung....
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi