NovelToon NovelToon
Contracted Hearts

Contracted Hearts

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Chu-Chan

Lyra terpaksa cuti dari pekerjaannya untuk menjenguk neneknya yang sakit di kota N, hanya untuk menemukan bahwa neneknya baik-baik saja. Alih-alih beristirahat, Lyra malah terlibat dalam cerita konyol neneknya yang justru lebih mengenalkan Lyra pada Nenek Luna, teman sesama pasien di rumah sakit. Karena kebaikan hati Lyra merawat nenek-nenek itu, Nenek Luna pun merasa terharu dan menjodohkannya dengan cucunya, seorang pria tampan namun dingin. Setelah nenek-nenek itu sembuh, mereka membawa Lyra bertemu dengan cucu Nenek Luna, yang ternyata adalah pria yang akan menjadi suaminya, meski hanya dalam pernikahan kontrak. Apa yang dimulai sebagai perjanjian semata, akhirnya menjadi permainan penuh teka-teki yang mengungkap rahasia masa lalu dan perasaan tersembunyi di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 11

Setelah jam pelajaran usai, Lyra membereskan bukunya dengan perlahan. Ia tidak terburu-buru, berharap Aira mungkin melupakan ajakan sepihaknya tadi. Namun, saat Lyra keluar dari kelas, Aira sudah menunggu di dekat pintu dengan wajah ceria.

"Lyra, ayo kita ke kafe! Aku sudah memesan tempat untuk kita," seru Aira sambil melambai.

Lyra menatapnya tanpa ekspresi. "Aku belum bilang iya," jawabnya datar, tetapi langkahnya tetap mengikuti Aira yang sudah berjalan di depannya.

Sesampainya di kafe, suasana hangat dengan aroma kopi dan roti panggang menyambut mereka. Aira memilih meja di sudut, tempat yang sepertinya sengaja dipilih agar Lyra merasa nyaman. Ia mengeluarkan buku tugas dan alat tulisnya dengan semangat.

"Jadi, kita mulai dari mana?" tanya Aira, tersenyum lebar.

Lyra menghela napas pelan. Dia sebenarnya tidak ingin repot-repot, tetapi melihat usaha Aira yang begitu tulus, ia akhirnya mengeluarkan bukunya.

"Kita bagi tugas. Aku akan kerjakan bagian teori, kamu bagian analisisnya," ucap Lyra singkat.

Aira mengangguk antusias. "Setuju! Tapi kalau kamu butuh bantuan, bilang saja, ya."

Mereka mulai bekerja dalam diam, hanya suara pena di atas kertas yang terdengar. Aira sesekali mencuri pandang ke arah Lyra yang fokus, lalu tersenyum kecil.

Beberapa saat setelah Aira dan Lyra tiba di kafe untuk mengerjakan tugas, seorang teman sekelas Aira datang menyapa dengan antusias.

"Aira, kau juga mengerjakan tugas di sini, ya?" sapanya riang.

Aira mengangguk sambil tersenyum kecil. "Iya, benar."

"Apakah kami boleh bergabung? Kebetulan ada beberapa soal yang ingin aku tanyakan padamu," lanjut teman tersebut.

Aira menoleh ke arah Lyra. Ia tampak ragu, merasa tidak enak jika harus menolak permintaan temannya. Lyra, yang menyadari sikap Aira namun hanya diam, akhirnya Aira membuka mulut lebih dulu.

"Baiklah, kalian boleh bergabung," sahut Aira akhirnya.

Teman-teman Aira pun mulai mengerjakan tugas bersama. Namun, Lyra memperhatikan dengan saksama. Mereka terlihat seperti bertanya, tetapi kenyataannya hanya menyodorkan tugas mereka untuk dikerjakan Aira. Sebagian dari mereka bahkan dengan santainya menyalin jawaban Aira tanpa usaha sedikit pun.

Pemandangan itu membuat Lyra kesal. Ia merasa gerah melihat Aira dimanfaatkan oleh orang-orang yang pura-pura membutuhkan bantuan. Akhirnya, Lyra berdiri dari kursinya dengan niat pergi.

"Lyra, kau mau ke mana?" tanya Aira, memperhatikan gerakan Lyra.

"Aku haus, mau pesan minuman," jawab Lyra singkat.

"Kalau begitu, aku juga ikut. Aku juga ingin memesan minuman," ujar Aira sambil bergegas berdiri.

"Jangan lupa pesan minuman untuk kami juga," kata salah satu teman mereka tanpa malu-malu.

"Baiklah, kalian mau pesan apa?" tanya Aira ramah.

Sementara beberapa teman menyebutkan pesanan mereka, ada satu yang berkata, "Aku ikut saja, aku mau lihat ada menu apa."

Lyra, yang semakin muak dengan situasi itu, berjalan lebih dulu ke meja pemesanan. Ia memesan lemon tea tanpa ragu, sementara Aira dan teman-temannya masih sibuk memilih.

"Heh, Aira, apakah kita hanya memesan minuman? Aku lihat dessert di menu ini sangat menggoda," ucap salah satu teman mereka.

"Oh, iya, aku akan pesan," jawab Aira dengan antusias.

"Kalau begitu, aku mau yang ini... yang ini juga... dan yang ini," kata temannya tanpa sungkan.

Ketika tiba saatnya membayar, kasir bertanya, "Pesanannya mau digabung atau pisah?"

Lyra dengan tegas berkata, "Pisah." Namun, Aira menjawab di saat yang sama, "Gabung saja, aku yang bayar."

Lyra langsung menolak. "Tidak perlu, aku bayar sendiri."

"Aira sudah bilang ingin membayar semuanya. Sudah, biarkan saja, lagian bukan kamu yang rugi," ujar salah satu teman mereka dengan nada sinis.

Wajah Lyra memerah, emosinya memuncak. Ia akhirnya membayar pesanannya sendiri, mengambil minumannya, lalu berjalan kembali ke tempat duduk tanpa sepatah kata pun.

Setibanya di meja, teman-teman Aira kembali mengerahkan permintaan yang tidak masuk akal.

"Hmmm, makanannya cuma ini? Aku sudah coba semuanya ini, sih," ujar salah satu dari mereka.

"Tapi aku belum, jadi aku memesannya," sahut yang lain.

"Hei, Aira, pesan makanan yang lain dong. Aku mau yang ini dan ini. Tolong pesankan, ya," ucapnya santai.

Lyra akhirnya tidak tahan lagi. "Pesan sendiri. Kenapa harus menyuruhnya? Kamu kan yang mau makan," tukasnya dengan kesal.

"Apa sih, aku nggak ngomong sama kamu," jawabnya ketus.

Aira, yang merasa canggung, mencoba menengahi. "Benar kata Lyra, mungkin lebih baik pesan sendiri. Aku masih mau menyelesaikan tugas ini."

"Kamu pelit banget, sih. Bilang aja nggak mau," balas mereka meremehkan.

"Benar kan, aku sudah bilang, bergaul dengan Lyra itu tidak baik untukmu. Lihatlah, dia menghasutmu untuk membenci orang lain," tambah yang lain dengan nada mengejek.

Lyra hanya tersenyum licik. "Heh, lihatlah para serigala ini. Memanfaatkan kebaikan orang lain untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, lalu mengatai orang lain dengan kejam. Apakah perlu aku mengeluarkan cermin agar kalian bisa melihat diri sendiri?" ucapnya dengan dingin.

Teman-teman Aira tampak kesal, tetapi tidak mampu membalas. Lyra segera merapikan barang-barangnya, memasukkannya ke dalam tas, dan pergi meninggalkan meja tanpa menoleh lagi. Ia sudah tidak tahan dengan situasi itu. Aira hanya bisa melihatnya pergi dengan perasaan bersalah yang terpendam.

Setelah kejadian di kafe, hubungan Lyra dan Aira semakin merenggang. Lyra, yang sudah merasa muak dengan situasi tersebut, memilih untuk menghindari Aira. Bahkan saat mereka duduk sebangku di kelas, Lyra tidak menggubris keberadaan Aira, membuat suasana menjadi canggung dan dingin.

Namun, masalah di kehidupan Aira tidak berhenti di sana. Teman-teman yang dulu selalu bergantung padanya semakin berlebihan dalam memanfaatkan kebaikannya. Suatu ketika, Aira merasa cukup dan mulai menolak permintaan mereka.

"Ayo, Aira! Bantu aku kerjakan tugas ini. Kamu kan pintar," desak salah satu temannya, menarik lengan Aira dengan paksa.

"Aku bilang tidak! Kerjakan sendiri!" Aira membalas dengan nada tinggi, mencoba melepaskan tangannya.

Situasi memanas, hingga tanpa sengaja Aira mendorong siswa itu agar menjauh. Dorongan tersebut membuat siswa itu jatuh, menciptakan keributan yang langsung menjadi buah bibir di sekolah. Aira dipanggil ke ruang guru, tetapi ia hanya diberi nasihat karena guru memahami situasi yang sebenarnya.

Namun, teman-temannya tidak terima dengan keputusan tersebut. Mereka merasa Aira pantas mendapat hukuman lebih berat. Sebagai balasan, mereka mulai menyebarkan rumor buruk tentang Aira.

"Pantas saja dia sok pamer dengan kekayaannya, ternyata hasil jual diri," kata salah seorang siswa dengan nada sinis di kantin, memulai gosip.

Rumor semakin parah ketika foto seseorang yang mirip Aira tersebar, menunjukkan seorang perempuan keluar dari hotel bersama pria tua. Meskipun wajah perempuan dalam foto itu tertutup jaket, banyak yang yakin itu adalah Aira.

Lyra, yang baru saja kembali ke sekolah setelah sakit selama beberapa hari, mendengar banyak cerita tentang apa yang terjadi pada Aira. Ia bingung bagaimana siswa-siswa yang dulu memuja Aira kini berbalik menghina dan menjatuhkannya.

"Manusia memang begitu," pikir Lyra sinis. "Itu alasan aku malas berurusan dengan orang lain. Hati mereka bisa lebih busuk dari setan."

Suatu hari, saat Lyra sedang membuang sampah di belakang sekolah, ia melihat sekumpulan siswa laki-laki, yang merupakan kakak kelas, sedang memeras seorang siswi. Ketika Lyra memperhatikan lebih jelas, ia sadar bahwa itu adalah Aira.

"Ayo serahkan uangmu! Jangan pura-pura tidak punya!" bentak salah satu dari mereka sambil mengacungkan tangan seolah akan menampar.

Aira tampak ketakutan, wajahnya pucat pasi. Lyra, yang melihat kejadian itu, merasa geram. Namun, alih-alih langsung melibatkan diri, ia menggunakan taktik berbeda.

"Pak guru! Itu di sana ada yang berkelahi!" teriak Lyra sambil menunjuk ke arah mereka, pura-pura memanggil seseorang.

Para siswa laki-laki itu langsung panik dan melarikan diri, takut dipergoki oleh guru.

Aira berdiri di tempatnya, masih gemetar. Ia menatap Lyra dengan mata penuh harap, seolah ingin mengucapkan terima kasih. Namun, Lyra hanya memalingkan wajah dan berjalan pergi tanpa sepatah kata.

Langit mulai gelap ketika Lyra akhirnya selesai dengan tugas piketnya. Saat berjalan pulang, ia melihat Aira berdiri di depan gerbang sekolah yang sepi. Wajah Aira tampak gelisah, matanya terus melirik ke arah jalan, seperti sedang menunggu jemputan.

Dari kejauhan, Lyra melihat sebuah mobil hitam mendekat ke arah Aira. Awalnya, Lyra berpikir itu hanyalah jemputan biasa. Namun, suasana berubah tegang ketika pintu mobil terbuka dan beberapa pria keluar. Mereka mendekati Aira dengan gerakan mencurigakan.

"Ayo ikut kami, nona," ujar salah satu dari mereka sambil mencoba menarik tangan Aira.

"Lepaskan! Saya tidak kenal kalian!" Aira berteriak dan meronta, menolak masuk ke mobil.

Pemandangan itu membuat Lyra membeku sejenak, tetapi tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari ke arah Aira. Dalam perjalanan, ia menemukan balok kayu di dekat pagar dan tanpa ragu mengambilnya.

Dengan sekuat tenaga, Lyra memukul salah satu pria itu di bahu, membuatnya mundur beberapa langkah sambil meringis.

"Jangan sentuh dia!" teriak Lyra dengan penuh keberanian.

Saat pria lainnya mencoba mendekat, Lyra kembali mengayunkan balok itu, membuat mereka semakin berhati-hati. Ia kemudian menarik tangan Aira.

"Lari sekarang!" serunya, menggenggam erat tangan Aira.

Mereka berdua berlari secepat mungkin, menjauh dari para pria yang kini mulai mengejar mereka. Napas Lyra memburu, tetapi ia tidak melepas genggaman tangannya pada Aira.

"Kenapa setiap kali aku bertemu denganmu, selalu ada masalah besar seperti ini?" gerutu Lyra, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.

"Aku juga tidak tahu! Aku tidak pernah meminta hal ini terjadi!" balas Aira dengan nada panik.

Mereka terus berlari, melewati jalan-jalan kecil, berharap bisa melarikan diri dari kejaran. Lyra tahu mereka tidak bisa terus seperti ini, sehingga ia mencari keramaian untuk berlindung.

Namun, saat melintasi jalan yang ramai, Lyra tidak sengaja menabrak seorang pria.

"Ah, maaf," ucap Lyra cepat, berhenti sejenak untuk meminta maaf sambil menundukkan kepala.

Pria itu memandang Lyra dengan tatapan tajam, jelas terlihat tidak senang. "Apa kau tidak punya etika? Berlari seperti ini di tempat ramai bisa membahayakan orang lain, tahu?" katanya dengan nada tegas.

Lyra hanya terus meminta maaf sambil menunduk, tetapi ia tidak bisa berlama-lama. Dari sudut matanya, ia melihat pria-pria tadi sudah semakin mendekat.

"Ayo!" Lyra menarik tangan Aira lagi dan melanjutkan larinya tanpa menjelaskan lebih lanjut pada pria yang ia tabrak.

1
Ellya Muchdiana
Bos arrogant,,,, apa yg dia mau harus dituruti
anita
lnjut thor
Yuliasih
kpn nie d up nya...
Yuliasih
keren
Chu-Chan
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!